///21 Karakter Buruk dan Solusinya

21 Karakter Buruk dan Solusinya

Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu daripada menuruti Allah.
Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakikatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu! Sebab di antara mereka terdapat orang-orang yang menyelundup ke rumah orang lain dan menjerat perempuan-perempuan lemah yang sarat dengan dosa dan dikuasai oleh berbagai-bagai nafsu, yang walaupun selalu ingin diajar, namun tidak pernah dapat mengenal kebenaran.
– 2 Timotius 3:1-7

Kitab 2 Timotius adalah surat terakhir yang ditulis Paulus. Pada saat Paulus menulis surat ini, Kaisar Nero sedang berusaha untuk menghentikan perkembangan kekristenan di Roma dengan berbagai bentuk penganiayaan yang bengis terhadap orang percaya. Paulus sendiri mengalaminya: dia sekali lagi menjadi tahanan negara di Roma (2 Tim. 1:16); dia menderita kekurangan karena hidup sebagai seorang penjahat biasa (2 Tim. 2:9); ditinggalkan oleh kebanyakan sahabatnya (2 Tim. 1:15); dan akhirnya sadar bahwa masa pelayanannya sudah berakhir dan kematiannya sudah dekat (2 Tim. 4:6-8, 18).

Pasal 3 dalam kitab ini menggambarkan situasi yang akan menjadi makin buruk menjelang hari-hari terakhir, yaitu ditandai dengan bertambahnya kejahatan dalam dunia dan runtuhnya standar moral manusia. Ayat 1-7 saja merinci 21 karakter buruk manusia dalam konteks ini, yang dapat digolongkan menjadi tiga kategori utama sebagai berikut:

1. Hidup tanpa iman/Tuhan
Kekristenan memang bukan sekadar sebuah agama, melainkan suatu hubungan antara Allah dan manusia yang terjadi ketika seseorang percaya kepada Yesus sebagai Tuhannya dan Juru Selamatnya secara pribadi. Sejak itulah dan oleh imannya itulah, tercipta hubungan Allah sebagai Bapa dengan manusia itu sebagai anak Allah. Hubungan ini perlu dijaga melalui sebuah persekutuan yang intim antara Bapa dan si anak. Sebagai anak-anak Allah, kita tentu senantiasa memiliki kerinduan untuk dekat dengan Bapa, ingin terus berupaya memahami isi hati dan kehendak Bapa melalui Firman-Nya, dan giat melakukan apa yang Bapa inginkan. Sayangnya, 2 Timotius 3:1-7 menunjukkan bahwa mereka yang tidak mempedulikan agama dengan karakter-karakter yang pada intinya hidup tanpa iman atau tanpa Tuhan, seperti memberontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterimakasih atau tidak bersyukur, tidak mempedulikan Tuhan, tidak suka yang baik, tidak berpikir panjang atau tidak bijaksana, lebih menuruti hawa nafsu daripada menuruti Allah, menjalankan ibadah hanya secara lahiriah (kegiatan yang tampak luar saja) tetapi memungkiri kuasa dari ibadah itu sendiri. Inilah kategori karakter buruk yang pertama.

2. Berfokus hanya pada diri sendiri
Kategori yang kedua meiluti kehidupan yang berfokus hanya pada diri sendiri, yang ditunjukkan dengan karakter mencintai diri sendiri, membual, sombong, pemfitnah, garang, tidak dapat mengekang diri, berlagak tahu, menjadi hamba uang. Sudah tentu, mereka yang demikian ini makin banyak pada masa sekarang ini. Tantangan dan kesulitan hidup seolah menjadi alasan sekaligus pembenaran bagi banyak orang untuk makin menjadi-jadi dalam karakter-karakter ini.

3. Tidak peduli terhadap orang lain
Tidak peduli terhadap orang lain adalah sisi lain dari kepingan uang logam yang sama dengan berfokus hanya pada diri sendiri. Bentuk-bentuknya tampak dalam karakter tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, menjelekkan orang, suka berkhianat, menjerat perempuan-perempuan atau orang-orang yang lemah pendiriannya untuk kepentingan diri sendiri. Menyedihkan, tetapi banyak orang di sekitar kita telah terjerumus dalam karakter-karakter yang buruk ini.

Lalu, sebagai orang yang juga hidup pada akhir zaman, bagaimana kita dapat mengatasi karakter-karakter buruk ini?
Secara keseluruhan, kita memiliki tiga solusi abadi: iman, pengharapan, dan kasih; sebagaimana yang tertulis dalam 1 Korintus 13:13, “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar d iantaranya ialah kasih.” Mari kita renungkan satu per satu.
1. Iman
Iman kepada Tuhan yang dijaga teguh akan terus-menerus menumbuhkan kecintaan kita kepada Tuhan dan membangkitkan kerinduan kita untuk selalu dekat dengan Tuhan. Dalam berbagai konteks peran manusia, iman kepada Tuhan akan menuntun anak-anak untuk hormat dan taat kepada orang tua, membuat kita bersemangat untuk melakukan hal-hal yang baik yang sudah disediakan Allah sejak sebelum kehidupan kita (Ef. 2:10), menuntun kita dalam perjumpaan pribadi dengan Tuhan yang mencerahkan dan menguatkan, menimbulkan kesadaran pada pikiran kita bahwa setiap waktu Tuhan ada bersama kita, serta menjadikan kita manusia yang taat dan mengalami kuasa dalam ibadah. Pendeknya, iman kepada Tuhan membuat kita kuat untuk menolak godaan dan keluar dari karakter-karakter buruk yang kita bahas tadi.

2. Pengharapan
Pengharapan bekerja secara berbeda. Pengharapan akan memindahkan fokus kita dari diri sendiri ke Tuhan. Pengharapan tidak berfokus pada apa yang ada pada diri kita sendiri dan apa yang dapat kita lakukan dengan kesanggupan kita, tetapi mengarahkan fokus kita pada karya Kristus di kayu salib. Pengharapan membuat kita memandang dan mengandalkan kuasa serta anugerah-Nya. Contohnya, pengharapan akan menjadikan seseorang tidak cinta uang, tetapi giat bekerja sambil mengandalkan Tuhan dan menikmati serta mensyukuri berkat-Nya. Fokus pada diri sendiri akan cenderung menjadikan kita sombong karena merasa mampu dan bisa (atau frustrasi dan rendah diri karena merasa tak sanggup dan tak punya), sedangkan fokus pada salib Kristus akan menjadikan kita rendah hati, karena tahu betul bahwa semua karena anugerah Tuhan yang diberikannya kepada kita itu berkuasa, bahkan sejak ketika kita masih berdosa (Roma 5:8).

3. Kasih
Seperti kasih Allah kepada manusia berdosa yang sesungguhnya tak layak untuk dikasihi, hanya kasih Allah di dalam diri kitalah yang mampu mengembalikan kepedulian kita terhadap orang lain. Kasih yang telah melanda kita dan menguasai kita akan mengalir keluar dari hati dan kehidupan kita kepada orang lain, sehingga kita berhenti apatis terhadap orang lain. Apa yang sanggup dikerjakan oleh kasih itu? 1 Korintus 13:4-7 menjawabnya dengan indah sekaligus praktis, “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan, Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.”

Iman, pengharapan, dan kasih adalah solusi yang telah tersedia bagi kita untuk mengalahkan karakter-karakter buruk. Mari berpegang pada ketiganya dan mempraktikannya setiap hari. Tuhan memberkati kita semua.

2021-06-27T20:54:05+07:00