Semakin tinggi seseorang mencapai kedudukan di perusahaan, semakin tampak kosong meja kerjanya. Kita bisa melihat bahwa umumnya tumpukan berkas kerja di meja manajer lebih sedikit dibandingkan di meja kerja karyawannya. Meja kerja karyawan sering dipenuhi dengan map, buku catatan, dan tumpukan berkas lainnya. Kondisi ini mencerminkan dengan jelas jenis-jenis dan tingkat pemecahan masalah yang dibutuhkan pada setiap jenjang pekerjaan dalam perusahaan.
Dalam posisi sebagai pemimpin, masalah yang harus Anda selesaikan memang tidak sebanyak yang harus dibereskan karyawan Anda, tetapi pemecahan masalah menjadi lebih beragam dan kompleks. Masalah-masalah di tingkat atas mungkin lebih sulit daripada yang pernah Anda tangani sebelumnya. Anda kini mungkin juga harus menghadapi masalah-masalah strategi yang membutuhkan pemikiran matang, bukan lagi masalah-masalah teknis yang melelahkan serta menghabiskan waktu. Dalam konteks ini, sangat penting bagi Anda untuk melatih karyawan menjadi problem solver, bukan sekedar problem reporter. Karyawan yang mampu menjadi problem solver akan mengatasi masalah-masalah teknis pada jenjang wewenang dan tanggung jawabnya sendiri, sedangkan karyawan yang hanya menjadi problem reporter akan terus-menerus merepotkan Anda sebagai pemimpinnya karena selalu melaporkan masalah tanpa mampu mengatasinya sendiri.
Salah satu penyebab utama mengapa banyak karyawan hanya mampu menjadi problem reporter dan tidak mampu menjadi problem solver adalah karena pemimpin tidak atau jarang melatih karyawan itu untuk menangani dan mengatasi berbagai masalah yang biasa muncul, terutama masalah-masalah teknis yang sebenarnya berada pada lingkup wewenang dan tanggung jawabnya sendiri. Dalam hal ini, baik si karyawan, si pemimpin, maupun lingkungan kerja itu secara keseluruhan, semuanya menuai akibat kelalaian pemimpin dalam melakukan pelatihan dalam bentuk inefisiensi akibat ketidakmandirian karyawan.
Untuk mencegah akibat ini sebelum terlambat, pemimpin perlu menabur dengan memberdayakan karyawan untuk membantunya secara proaktif menyelesaikan masalah yang muncul. Dengan menciptakan budaya problem solving yang mandiri pada setiap jenjang dan peran dalam lingkungan kerja, karyawan tidak hanya melakukan tugas-tugas rutinnya, tetapi juga berperan serta memikirkan cara penyelesaian masalah. Bagaimana caranya? Ketika karyawan datang menemui Anda dengan membawa masalahnya, tanggapi secara positif dengan berkata misalnya, “Saya menghargai Anda sudah memberitahukan masalah ini kepada saya.” Biasakan untuk tidak langsung menanggapi dengan memberikan solusi. Sebaliknya, tanyakan pertanyaan-pertanyaan seperti ini kepada si karyawan:
• Apa yang sebaiknya kita lakukan untuk menyelesaikan masalah ini?
• Apa yang sudah Anda lakukan untuk menyelesaikannya?
• Pernahkah Anda mengalami masalah ini sebelumnya? Bagaimana cara Anda menanganinya saat itu?
• Menurut Anda, apakah masalah ini akan berulang? Mengapa?
• Jika Anda berada di posisi saya sebagai pemimpin, apa yang akan Anda putuskan/lakukan?
Selanjutnya, tujuh kiat berikut ini akan membantu kita sebagai pemimpin dalam proses melatih karyawan agar mampu mandiri memecahkan masalah yang terjadi.
1. Tentukan apakah masalah itu genting (urgent) atau tidak.
Tidak semua masalah bersifat genting dan harus diselesaikan dengan segera, meskipun karyawan berpendapat dan berkata demikian. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, seorang pemimpin sebaiknya membiarkan dulu karyawan berusaha menyelesaikan masalah secara mandiri. Namun, kadang-kadang memang ada masalah serius yang bersifat genting dan membutuhkan keterlibatan pemimpin saat itu juga. Pemikiran pertama yang seharusnya muncul dalam benak pemimpin ketika karyawan meminta bantuan adalah, “Apakah masalah ini harus diselesaikan sekarang juga?” Jika ya, segeralah bertindak. Jika tidak, Anda tidak perlu merasa berkewajiban untuk membantu sesegera mungkin. Gunakan beberapa pertanyaan yang telah dicontohkan sebelumnya sebagai teknik pelatihan problem solving untuk membantu karyawan mencari solusi sendiri.
2. Berhenti bersikap sebagai orang tua.
Orang tua yang berdedikasi hampir selalu berusaha mengatasi kesulitan-kesulitan anaknya. Namun jika hal tersebut dilakukan dalam setiap aspek kehidupan, sebenarnya orang tua justru melemahkan kemampuan anak untuk menyelesaikan masalah sendiri. Demikian juga yang terjadi dalam lingkungan kerja. Pemimpin yang bersikap sebagai orang tua yang terlalu “peduli” pada karyawannya perlu berubah. Sebaiknya, latihlah karyawan melakukan problem solving setahap demi setahap dan dorong karyawan berusaha mengatasi masalah secara mandiri.
3. Bantu karyawan dengan memberikan kemudahan.
Salah satu peran Anda sebagai pemimpin dalam melatih problem solving yang mandiri adalah memberikan karyawan sumber daya dan alat-alat bantu yang ia butuhkan untuk mengatasi masalah itu. Lakukan peran ini tanpa melibatkan diri terlalu dalam dalam proses pemecahan masalah itu. Ingat, karyawanlah yang sedang berlatih untuk menjadi problem solver.
4. Tetapkan batasan wewenang dan tanggung jawab bagi si karyawan.
Menciptakan lingkungan yang mendorong problem solving mandiri tidak berarti nihil aturan atau batasan. Jelaskan dari awal seberapa jauh wewenang yang dimiliki karyawan, yang termasuk seberapa jauh ia dapat mengambil keputusan tanpa melibatkan Anda. Jelaskan juga batasan anggaran yang bisa diputuskannya, kebijakan terkait yang harus diperhatikan dan aturan apa saja yang mungkin bisa diterapkannya sendiri secara individual. Batasan-batasan semacam ini akan membantu karyawan mengembangkan rasa percaya diri dan rasa diberdayakan dalam proses pemecahan masalah.
5. Terima kesalahan pada taraf yang wajar.
Jika karyawan Anda tidak terus-terusan membuat kesalahan yang sama, sebaiknya Anda tidak mengenakan sanksi. Ketika kesalahan terjadi, tanggapi saja dengan berkata misalnya, “Apa yang harus kita lakukan untuk memperbaikinya?” Ini justru menjadi kesempatan pelatihan yang lebih jauh dalam hal problem solving. Kemudian ketika masalah itu sudah diselesaikan, tanyakan kembali, “Apa yang bisa kita pelajari dari situasi ini dan seluruh prosesnya?” atau “Bagaimana Anda akan menangani masalah yang serupa di kemudian hari?”
6. Jadilah mentor yang peduli, bukan terlalu “peduli”.
Salah satu bentuk dorongan untuk menjadi problem solver adalah dengan menunjukkan kepedulian Anda sebagai pemimpin kepada karyawan, baik secara personal maupun profesional. Jadikan proses diskusi empat mata yang rutin sebagai prioritas, dan ajukan pertanyaan-pertanyaan yang efektif dalam proses diskusi ini. Mintalah karyawan menyampaikan pendapatnya tentang hal-hal yang telah berjalan dengan baik, bagaimana peluang pertumbuhan atau pengembangan lebih jauh ke depan, serta bagaimana kebutuhan dukungan dari Anda sebagai pemimpin dalam upaya pencapaian tujuan. Selanjutnya, jelaskan ekspektasi Anda dan berikan evaluasi singkat kepada si karyawan. Ini semua menunjukkan kepedulian yang sehat, yang berguna dalam pelatihan problem solving karena membantu karyawan mengembangkan daya pikir yang semakin baik dalam mengolah fakta dan situasi. Ingat, jangan bersikap terlalu “peduli” dengan mengambil alih tanggung jawab si karyawan untuk mengatasi masalah yang terjadi pada lingkup wewenang dan tanggung jawabnya.
Pemimpin yang memiliki karyawan yang mampu menjadi problem solver yang mandiri akan sangat terbantu. Karena itu, menaburlah sebagai pemimpin dengan melakukan kiat-kiat ini dalam melatih karyawan Anda. Semakin banyak Anda menabur, semakin banyak pula Anda akan menuai. Pada saatnya nanti, Anda akan menuai kemandirian karyawan dalam menghadapi dan mengatasi berbagai masalah, sehingga Anda bisa berfokus pada hal-hal yang lebih utama dan strategis sesuai dengan peran dan tanggung jawab Anda sebagai pemimpin. Selamat menabur dan menuai!