///Apa yang dilihat

Apa yang dilihat

Apakah engkau merasa khawatir jatuh sakit? Resah mendengar kabar pengurangan karyawan di kantor? Cemas karena segala sesuatu yang telah engkau rencanakan tak berjalan semestinya? Takut akan berita kematian yang belakangan sering terdengar menimpa orang-orang terdekat atau orang-orang yang pernah kaukenal secara pribadi? Kalau berbagai perasaan ini ada di pikiranmu, ketahuilah bahwa engkau tidak sendirian! Pandemi yang merebak di seluruh penjuru dunia sejak setahun lalu ini memang telah menghadirkan aneka kecemasan dan ketakutan. Apalagi, di Indonesia sendiri jumlah penderitanya terus meningkat, seolah badai pandemi ini tak akan pernah berakhir.

 

Berbicara tentang badai, Alkitab mencatat dua peristiwa badai yang dialami oleh murid-murid Yesus. Menariknya, kedua peristiwa badai itu mengubah cara pandang murid-murid kepada Yesus. Kedua badai menunjukkan kekuatan yang luar biasa di dalam diri Yesus, yang melampaui besarnya badai yang melanda. Mari kita lihat satu per satu.

 

Badai yang pertama terjadi ketika Yesus selesai mengajar orang banyak (Mrk. 4:35-41), lalu Ia mengajak murid-murid untuk bertolak ke seberang danau. Dalam perjalanan, angin topan yang sangat dahsyat menghantam perahu mereka. Murid-murid menjadi sangat ketakutan, sementara Yesus tertidur pulas di dalam buritan, seolah tidak merasakan kegentingan mengerikan yang sedang terjadi. Murid-murid awalnya panik bercampur heran; mereka membangunkan Yesus sambil menuduh bahwa Yesus tidur pulas karena tidak peduli bahwa mereka semua akan binasa oleh badai itu. Rupanya respons kedua pihak terhadap badai jauh berbeda. Yesus tenang-tenang saja sampai tidur pulas, sedangkan para murid-Nya panik karena yakin “akan binasa”. Hal ini membuktikan bahwa Yesus punya sesuatu yang lebih besar daripada badai itu, yang jelas tidak dimiliki oleh para murid. Apakah kekuatan di dalam diri Yesus itu? Tak lain dan tak bukan, damai sejahtera. Itulah kekuatan yang membuat Yesus tenang dalam tidur-Nya dan tegas menghardik (membentak) badai itu, “Diam! Tenanglah!” Memang, oleh hardikan itu, seketika itu juga badai berhenti dan danau menjadi teduh sekali.

 

Mari kita bersyukur karena kekuatan damai sejahtera yang dimiliki Yesus itu tidak dibawa-Nya begitu saja naik ke surga. Kekuatan itu dilepaskan-Nya dan diberikan-Nya kepada kita yang hidup di bumi, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu,” (Yoh. 14:27). Yesus tahu bahwa badai pertama di danau itu bukanlah satu-satunya badai yang akan datang melanda kehidupan para murid-Nya di sepanjang zaman. Yesus tahu persis badai-badai di dalam kehidupan kita akan mengguncang kita, terkadang tak hanya menimbulkan kecemasan tetapi juga membuat kita tak bisa tidur sampai berhari-hari atau bahkan berbulan-bulan, hingga membuat imunitas tubuh kita menjadi lemah. Namun, damai sejahtera-Nya Dia berikan bagi kita, dan Dia Sang Sumber damai sejahtera itu kini hidup di dalam kita. Damai sejahtera Yesus itu sanggup membuat kita tenang, tidak gelisah, tidak gentar, di tengah-tengah badai kehidupan saat ini.

 

Damai sejahtera Yesus ini sama dengan yang diberitakan oleh Paulus kepada jemaat di Filipi, “Janganlah hendaknya kamu khawatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus,” (Fil. 4:6-7). Jelaslah, damai sejahtera yang dari Yesus itu melampaui akal manusia. Oleh kekuatan damai sejahtera itu, kita bisa mengalihkan pandangan dari badai ke Yesus. Melewati badai yang dahsyat, termasuk badai pandemi kali ini, cara pandang kita justru berubah. Kita tidak lagi melihat hal-hal yang mengerikan dan perasaan khawatir atau gentar; kita sekarang melihat Yesus yang pekerjaan-pekerjaanNya melampaui akal manusia dan sanggup menghentikan badai.

 

Badai kedua terjadi saat Yesus meminta murid-murid untuk berangkat lebih dulu ke Betsaida (Mat. 14:22-33). Kali ini, kita dapat melihat respons yang berbeda dari murid-murid ketika mengalami badai yang kedua kalinya. Angin sakal menerpa perahu mereka hingga digoyang-goyang gelombang. Saat badai sedang melanda itulah, Yesus datang menghampiri para murid di perahu dengan berjalan kaki di atas permukaan air! Mereka melihat sisi lain dari kekuatan Yesus. Pada badai yang kedua ini, Yesus tidak sedang tidur pulas di dalam perahu mereka, tetapi Yesus mendatangi mereka dengan kekuatan-Nya yang ajaib. Bahkan, Yesus mengundang salah satu murid-Nya untuk menghampiri-Nya, berjalan bersama-Nya di atas permukaan air pula. Yesus yakin bahwa si murid itu sanggup melakukan yang Dia lakukan di tengah-tengah badai itu!

 

Terlepas dari kegagalan murid yang hanya setengah jalan di atas permukaan air menghampiri Yesus itu (Petrus), kita dapat belajar hal penting dari peristiwa badai yang kedua ini. Kadang, dibutuhkan badai agar engkau dapat melihat kekuatan Allah dalam hidupmu. Badai memperkenalkanmu pada kekuatan Allah yang belum pernah kaualami sebelumnya, dan badai juga memperkenalkanmu pada kekuatan yang Allah berikan di dalam dirimu. Karena itu, jangan hindari apalagi berbalik arah dari badai yang sedang menerpa engkau hari ini. Palingkan pandanganmu dari kengerian badai itu, lalu mulailah pandangi kekuatan Allah, dan teguhkan imanmu dalam kekuatan yang Dia berikan kepadamu. Jangan ragukan kekuatan Allah di tengah badai, karena Allah sendiri memercayai engkau mampu menghadapi badai itu. Dia yakin, tidak ada kesulitan yang akan melampaui kekuatanmu, karena kekuatanmu itu berasal dari diri-Nya sendiri, yang hidup di dalam dirimu.

 

Sebagai perempuan, kita telah dipanggil dan ditetapkan menjadi seorang penolong[1], terlepas dari status kita, lajang atau menikah. Ya, ini berarti kita telah ditetapkan sebagai penolong kepada siapa pun di sekitar kita, baik kepada suami/orang tua, anak-anak/saudara-saudari kita, rekan-rekan kerja, teman-teman di pergaulan, dan di mana saja. Seorang penolong yang bijaksana akan menghadirkan rasa tenang dan damai di mana pun dia berada, karena di dalam dirinya terdapat kekuatan ajaib Sang Maha Penolong, yaitu Allah sendiri (ezer = “penolong bagi umat-Nya”[2]).

 

Hari ini, hai para perempuan, hadapilah badai yang sedang menerpa hidupmu, apa pun bentuknya. Engkau bukan makhluk yang lemah. Terimalah dan berpeganglah pada kekuatan damai sejahtera Allah itu, sambil bertindak dengan kekuatan dari-Nya di dalam dirimu. Selanjutnya, nantikan saja pengalaman barumu bersama Allah, karena engkau akan melihat kekuatan Allah yang besar yang belum pernah engkau alami sebelumnya.

 

Pertanyaan Refleksi:

  1. Bagaimana responsmu selama ini ketika menghadapi badai kehidupan?
  2. Sudahkah engkau menggunakan kekuatan damai sejahtera Allah, ataukah engkau frustrasi karena masih sering menggunakan kekuatanmu sendiri?

 

[1] Kejadian 2:18; istilah “penolong yang sepadan” (bahasa Ibrani: עזר כנגדו, ‘ê·zer kə·neḡ·dōw.; dengan unsur “ezer” yang berarti “pertolongan”, “bantuan”, atau “penolong”)

[2] Efesus 5:22; Mazmur 33:20; 70:6; 115:9; istilah “penolong” dipakai juga untuk menggambarkan sosok Allah.

2020-12-23T10:08:38+07:00