//Arahan Pelatih

Arahan Pelatih

“Ada tiga hal yang penting untuk menang dalam bertanding basket!” kata Vincent sambil mengacungkan tiga jarinya ke udara. Dia, kapten tim yang biasanya tenang, sekarang terlihat kesal. “Yang pertama, selalu ikuti arahan coach.” Coach Tian yang berdiri di samping Vincent tidak menunjukan reaksi, tetapi tatapannya menunjukkan sorot mendukung Vincent.

“Yang kedua!” dia memberi jeda dengan menatap kami semua yang duduk di pinggir lapangan. “Teamwork. Belajar mengerti cara bermain teman tim kalian sendiri. Makanya, kita selalu ada latihan rutin bareng; kalau cuma mau hebat sendiri, ya latihan sendiri saja, tidak perlu ikutan latihan bareng tim kayak gini. Kalau teman kesulitan, harus dibantu, jangan cuma dilihatin. ‘Ngerti?!” Vincent melanjutkan dengan nada tegas. Kami semua pun serempak menjawab, “Siap, Captain!”

“Yang ketiga!” kini hanya telunjuk Vincent yang teracung. “Analisis kekuatan lawan main, jangan asal-asalan main. Expose kelemahan lawan dan cetak poin dengan efektif. Tidak perlu gaya-gayaan ikuti gerakan pemain NBA. Buat apa lompat tinggi-tinggi sambil berputar di udara, kalau ujung-ujungnya bola tidak masuk. Tidak ada poin buat keindahan gerakan kalian. Ini permainan basket, bukan gimnastik.” Sekarang kami mengerti alasan di balik raut kesal Vincent. Sepertinya dia sudah tidak tahan melihat kami setim kehilangan banyak poin hanya karena sibuk membuat gerakan yang terlihat keren.

“Siap, Captain!”

 

Hari itu, kami baru menyelesaikan pertandingan uji coba dengan SMA lain. Coach Tian memberikan banyak kesempatan bermain untuk kami, para pemain kelas 1 dan 2, yang sebenarnya sangat berharga untuk kami belajar dan berkembang. Sayang, dari reaksi Vincent, sepertinya kami justru gagal memanfaatkan kesempatan emas tersebut. Kami memang menang, tipis, tetapi tujuan dari uji coba itu bukanlah menang atau kalah, melainkan untuk melihat kesiapan pemain menghadapi kompetisi yang nyata. Singkat cerita, kami jelas belum siap.

Prit! Coach Tian meniup pluit. “Line drill!” Semua pemain bergegas mengambil posisi di belakang garis ujung lapangan bersiap berlari sprint bolak balik dengan jarak yang berbeda secara bertahap. Drill semacam ini sering dipakai Coach Tian sebagai pemanasan sebelum latihan, tetapi sepertinya kali ini diterapkannya sebagai hukuman. Pada waktu pertandingan berlangsung tadi, dia berulang kali mengarahkan kami untuk lebih banyak menembus pertahanan lawan dan mencetak skor dari dekat ring, tetapi kami terlalu takut menerobos dan lebih sering menembak dari jarak jauh, lalu gagal mencetak poin. Kami banyak kehilangan kesempatan karena hal tersebut.

Sebagai pelatih, Coach Tian tahu kekuatan dan kelemahan kami sebagai pribadi maupun sebagai satu tim.  Dia tahu kondisi fisik, stamina, cedera, bahkan kondisi mental dan pola emosi kami. Mendengarkan dia serta mengikuti arahan game-plan dari dia sebenarnya sudah menjadi syarat mutlak sebagai pemain. Itu bukan hanya arahan yang jelas terucap dari mulutnya, tetapi juga setiap isyarat atau kode dalam ekspresi, gerakan tubuh, maupun sinyal tangannya. Kami sudah sering diingatkan untuk waspada mengamati dan mengenali kode jari Coach Tian dari pinggir lapangan, karena bagi dia itu lebih efektif daripada berteriak di tengah riuhnya suasana pertandingan yang penuh penonton. Awalnya, kami sering kesulitan memahami maksud Coach Tian. Dia biasa memakai sinyal tangan yang kami belum pernah lihat sebelumnya. Para pemain junior seperti kami sering kebingungan dan akhirnya untuk para junior, Coach Tian lebih sering berteriak. Namun, semakin sering kami berlatih bersama dia, semakin mudah kami mengerti semua kode dari Coach Tian. Kami jadi bisa “mendengar” arahannya tanpa dia harus bersuara dengan cara yang kami mau.

Mengikuti arahan pelatih adalah satu dari tiga hal yang Vincent sampaikan sebagai kapten tim, tetapi ini bukan berarti hanya salah satu hal penting. Justru, mengikuti arahan pelatih adalah hal yang utama di antara hal-hal penting lainnya. Jika hal yang utama ini gagal kami lakukan, maka hal yang kedua dan ketiga otomatis akan gagal kami lakukan juga. Kami tidak akan bisa membantu tim atau mengevaluasi lawan tanding kalau terlalu sibuk dengan strategi kami sendiri tanpa mengikuti arahan pelatih. Setiap pemain memang punya peran khusus, tetapi peran masing-masing itu harus mendukung kepentingan bersama tim. Itulah sebabnya, mendengar pelatih adalah hal yang tidak bisa digugat, apalagi untuk para pemain junior.

 

Bermain basket ternyata mirip dengan kehidupan kita sebagai murid Yesus.

 

Yesus pernah berfirman, “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku,” (Yoh. 10:27-28). Seperti para pemain basket harus mengerti arahan dari pelatihnya, demikian pula kita sebagai anak Tuhan mutlak harus mengenal suara-Nya. Kita harus disiplin membangun hubungan dengan Dia, lewat membaca Firman dan berdoa, sehingga kita semakin peka akan arahan-Nya. Segala hal penting lainnya yang kita anggap perlu dilakukan sebagai orang Kristen: melayani sesama, memberi, mengampuni, dan apa pun lainnya; tidak mungkin kita lakukan tanpa mengenal, mendengarkan, dan mengikuti suara Gembala kita.

Di tim basket kami, tidak ada satu pemain pun yang berani membantah arahan Coach Tian. Kami tidak mau menghangatkan bangku cadangan sepanjang pertandingan dan tidak turun ke lapangan hanya karena merasa lebih pintar daripada pelatih. Sok tahu dan bersikeras dengan rencana diri sendiri pasti mengakibatkan kami tidak diturunkan untuk main. Kami mau bermain dan mau terlibat, maka kami tahu kami harus mendengarkan arahan pelatih. Seorang pemain tidak boleh memiliki agenda pribadi yang bertentangan dengan tim, karena itu pasti akan merusak ritme permainan dan akhirnya merugikan semua orang dalam tim.

Dalam kehidupan Kristen, apakah kita memperlakukan Tuhan seperti itu juga? Apakah kita tahu bahwa kita harus selalu berfokus untuk mendengarkan dan mengikuti perkataan-Nya? Bahkan, sudahkah kita belajar lebih menyukai dan memilih arahan Tuhan daripada pemikiran kita sendiri? Nabi Yeremia di zaman kuno memahaminya dan berkata, “Apabila aku bertemu dengan perkataan-perkataan-Mu, maka aku menikmatinya; firman-Mu itu menjadi kegirangan bagiku, dan menjadi kesukaan hatiku, sebab nama-Mu telah diserukan atasku, ya TUHAN, Allah semesta alam,” (Yer. 15:16).

Kita tidak mungkin menjalani hidup tanpa arahan perkataan Tuhan. Bayangkan saja sebuah tim bola basket tanpa arahan dari pelatih sama sekali. Setiap orang bermain tanpa tujuan dan tidak ada kerja sama tim. Mungkin ada pemain yang mendominasi bola, tidak pernah mengoper, dan sibuk memamerkan keterampilannya. Mungkin juga ada pemain lain yang hanya mondar-mandir tanpa ada kesempatan mendapat bola. Mungkin juga ada pemain lainnya lagi yang ditempatkan bukan di posisi terbaiknya. Bahkan mungkin juga ada pemain yang terus-menerus melakukan kesalahan, tetapi tidak ada yang mengoreksi. Hasilnya jelas bahkan sebelum terpampang di papan skor: kekalahan.

 

Kita yang menjadi murid Yesus tidak pernah dirancang untuk kalah dan gagal dalam kehidupan. Meski kadang kekalahan dan kegagalan terjadi, tetapi itu bukan hasil akhir yang dimaksudkan Tuhan bagi kita. Karena itulah, untuk bangkit dari setiap kekalahan dan kegagalan dan berjalan dalam kemenangan iman, Firman Tuhan adalah perkataan Tuhan yang harus menjadi pedoman hidup kita. Perkataan-Nya akan membuat kita tidak sibuk berfokus pada diri sendiri, mencegah kita mondar-mandir tersesat, dan memperbaiki setiap kesalahan kita (2 Tim. 3:16-17).

Ayo belajar untuk selalu berdisiplin mendengar perkataan Tuhan, lalu mengikutinya di atas segala pemikiran kita. Dialah pelatih kehidupan yang sesungguhnya dalam pertandingan iman kita. Bersama dengan Dia, kelak kita akan bisa mengucapkan seperti apa yang Paulus ucapkan, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman,” (2 Tim. 4:7).

2023-04-25T08:16:09+07:00