Paulus pun sebagai seorang rasul menerima banyak rahasia dari Tuhan setelah mengalami banyak penderitaan. Paulus adalah orang yang dipanggil oleh Yesus secara khusus, di saat ia dalam perjalanan ke Damsyik untuk menangkap dan membunuh orang-orang Kristen. Ia pergi dengan kuasa penuh dari Imam Besar saat itu untuk menangkap dan memenjarakan orang-orang Kristen. Tetapi, Yesus bertemu dia di tengah jalan dan mengubah hidupnya. Tuhan mengutus seorang murid bernama Ananias dengan perintah yang jelas, “Pergilah, sebab orang ini adalah alat pilihan bagi-Ku untuk memberitakan nama-Ku kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel. Aku sendiri akan menunjukkan kepadanya, betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena nama-Ku,” (Kisah Para Rasul 9:15-16). Nubuat atas Paulus adalah menderita karena nama Tuhan. Paulus bertahan dalam penderitaan karena nubuat ini. Nubuatan Ananias dikutip ulang oleh Paulus ketika ia bersaksi pada orang-orang Yahudi, “Allah nenek moyang kita telah menetapkan engkau untuk mengetahui kehendak-Nya, untuk melihat Yang Benar dan untuk mendengar suara yang keluar dari mulut-Nya. Sebab engkau harus menjadi saksi-Nya terhadap semua orang tentang apa yang kaulihat dan yang kaudengar,” (Kisah Para Rasil 22:14-15).
Paulus benar-benar mengalami isi nubuatan Tuhan, bahwa ia menderita karena Kristus. Ia sangat menyadari semua penderitaan yang ia alami ini, sehingga ia menulis detil pengalamannya dalam penderitaan, “Apakah mereka pelayan Kristus? –aku berkata seperti orang gila–aku lebih lagi! Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian, dan, dengan tidak menyebut banyak hal lain lagi, urusanku sehari-hari, yaitu untuk memelihara semua jemaat-jemaat… Di Damsyik wali negeri raja Aretas menyuruh mengawal kota orang-orang Damsyik untuk menangkap aku. Tetapi dalam sebuah keranjang aku diturunkan dari sebuah tingkap ke luar tembok kota dan dengan demikian aku terluput dari tangannya,” (II Korintus 11:23-28, 32-33).
Melalui kisah penderitaan ini, dapat kita lihat bahwa kehidupan Paulus adalah seperti air pancuran yang mengalir tiada henti. Penderitaan yang dialami menjadi berita yang terus-menerus dituangkan dalam tulisan yang ia tulis. Ternyata, penderitaan yang dialami oleh Paulus justru membangun Tubuh Kristus di mana-mana untuk memashyurkan nama Tuhan sepanjang masa. Lihatlah tulisan yang menguatkan hati pembaca ini, “Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa. Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami. Sebab kami, yang masih hidup ini, terus-menerus diserahkan kepada maut karena Yesus, supaya juga hidup Yesus menjadi nyata di dalam tubuh kami yang fana ini. Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari. Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami. Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal,” (II Korintus 4:8-11, 16-18).
Perhatikan tulisan-tulisan Paulus ini, ia selalu membahas penderitaan dari sudut pandang dan sikap hati yang sama: menderita adalah bagi Kristus. Pertanyaannya, mengapa demikian? Paulus menjelaskan penyebabnya dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia,” (Filipi 1:29). Bahkan Paulus “menjanjikan” penderitaan bagi para pengikut Kristus, “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya,” (II Timotius 3:12). Apa yang menjadi kekuatan Paulus dalam semua penderitaannya? Ternyata, meski menderita, Paulus memiliki obat penawarnya, yang menjaga mata imannya untuk tidak berfokus pada penderitaan hidup itu, “Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita,” (Roma 8:18). Inilah janji Tuhan yang luar biasa bagi Paulus dan bagi kita semua.
Bagaimana akhir kisah hidup Paulus yang penuh penderitaan ini? Paulus berseru dengan sorak kemenangan, “Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat. Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya,” (II Timotius 4:6-8). Bagaimana dengan Anda? Rindukah Anda untuk mengalami pengalaman seperti Paulus? Terus berjuang walau harus menderita, fokuskan mata iman kepada kemuliaan yang jauh lebih besar itu, dan alami sorak kemenangan yang telah tersedia bagi kita itu.