Pada bulan lalu kita telah membaca artikel tentang berbagai disiplin rohani dan cara mempraktikkannya. Pada bulan ini kita akan melanjutkan pembelajaran dengan melihat betapa pentingnya pertumbuhan rohani di masa kini menjelang kedatangan Yesus yang kedua kali di bumi. Untuk itu, kita akan mempelajari kitab Ibrani.
Di dalam kitab Ibrani, penulisnya menasihati jemaat orang Ibrani yang sudah berdiri kira-kira 30 tahun, untuk terus bertumbuh ke arah kedewasaan dalam Kristus. Sebagai jemaat mula-mula yang terdiri dari orang-orang lama, sewajarnya mereka sudah bertumbuh pesat secara rohani, tetapi rupanya mereka justru mengalami stagnasi. Masalah inilah yang menjadi teguran penulis kitab Ibrani.
“Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras. Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik daripada yang jahat.” (Ibr. 5:12-14, TB)
Penulis Ibrani berkata bahwa meskipun usia jemaat Ibrani sebagai orang percaya telah cukup panjang, dan dalam durasi waktu itu sudah seharusnya mereka mampu menjadi pengajar yang memuridkan orang lain, ternyata mereka masih anak kecil rohani, bahkan ada di antara mereka yang ingin murtad dan kembali ke agama Yahudi yang lama. Teguran keras ini memang pantas, karena jemaat Ibrani sudah terlalu lama tetap dalam kondisi anak-anak rohani. Padahal, menurut Paulus, seseorang pada masa jemaat mula-mula wajarnya dapat bertumbuh menjadi dewasa rohani, atau paling tidak menjadi Kristen orang muda, dalam waktu kira-kira 5 tahun.
“Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus. Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarang pun kamu belum dapat menerimanya. Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?” (1 Kor. 3:1-3, TB)
Jemaat Korintus menerima teguran yang mirip dengan yang diterima jemaat Ibrani. Saat Paulus menulis surat pertama untuk jemaat di Korintus, jemaat ini telah berdiri kira-kira 5 tahun, tetapi masih belum dewasa rohani dan masih perlu “minum susu”, yaitu diberi asupan rohani dasar yang lembut dan diladeni dengan pelayanan yang serba tidak mandiri. Teguran ini berarti Paulus mempunyai ekspektasi bahwa jemaat ini dapat bertumbuh hingga meninggalkan tahap Kristen anak dalam waktu kira-kira lima tahun. Maka, adalah wajar pada masa itu bahwa seseorang dapat bertumbuh dari tahap Kristen anak ke tahap Kristen orang muda (permulaan kedewasaan) dalam kurun waktu lima tahun.
Pertanyaannya bagi kita masing-masing, sudah berapa tahun kita menjadi orang Kristen? Apakah kita selama ini tetap bertumbuh? Atau, kita ternyata mengalami stagnasi atau bahkan mulai ingin meninggalkan pengiringan kita akan Yesus? Mari kita khusus merenungkan kitab Ibrani untuk belajar hal-hal penting agar kita tidak murtad, bahkan mengalami pertumbuhan rohani yang pesat menjelang kedatangan Yesus yang kedua kelak.
Empat hal yang diperlukan dalam pertumbuhan rohani
Dalam kitab Ibrani kita dapat melihat empat hal yang menjadi unsur pendorong perubahan dalam proses pertumbuhan rohani. Pastikan keempatnya selalu ada di dalam kehidupan kekristenan kita, agar kita selalu bertumbuh dan tentunya tidak murtad.
- Makanan rohani yang tepat, termasuk makanan keras
“Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik daripada yang jahat.” (Ibr. 5:13-14, TB)
Bagi orang Kristen anak-anak, perlu dibangun dasar-dasar kekristenan yang kuat sebagai makanan rohani yang paling mendasar (susu rohani). Namun bagi orang Kristen yang sudah melewati tahap anak-anak, adalah waktunya untuk beralih kepada makanan keras. Apakah artinya makanan keras itu? Makanan keras bukanlah ajaran-ajaran yang sulit dimengerti, melainkan ajaran-ajaran yang memperlengkapi kita agar dapat membedakan yang baik dan jahat, sehingga kita dapat mengalahkan yang jahat (1 Yoh. 2:14). Inilah ciri Kristen orang muda: dapat mengalahkan musuh-musuh mereka yang jahat (dunia sekarang yang jahat, setan yang jahat, keinginan daging yang jahat). Makanan yang keras adalah Firman Tuhan yang bukan hanya dimengerti tetapi Firman Tuhan yang setelah dimengerti dipraktikkan berulang-ulang dalam proses kita melatih diri beribadah. Kata “terlatih” dalam konteks ini dalam bahasa aslinya ialah “gumazo”, yang berarti seperti orang berlatih fisik gimnasium. Maknanya, kita harus mempraktikkan Firman yang telah kita mengerti itu berulang-ulang dan dengan sengaja/intensional di “gimnasium kehidupan”, yaitu dalam segala situasi hidup nyata, dengan segala kesulitan, pencobaan, dan ujian-ujiannya. Gimnasium kehidupan inilah arena latihan yang membawa kita bertumbuh terus-menerus secara rohani, jika kita giat berlatih. Tanpa praktik berlatih Firman berulang-ulang dalam segala situasi hidup, kita bagaikan orang yang hanya datang ke arena gimnasium lalu duduk diam saja, sehingga kita tidak mungkin bertumbuh dewasa.
“Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun.” (Yak. 1:2-4, TB)
- Akuntabilitas dalam komunitas
“Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup. Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan ‘hari ini’, supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa. Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula.” (Ibr. 3:12-14, TB)
Orang percaya sejati pasti akan berpegang teguh pada imannya sampai akhir. Orang percaya sejati juga tidak mengizinkan hatinya menjadi tegar atau keras karena tipu daya dosa. Tentu, kita ingin terbukti sebagai orang percaya sejati. Lalu, apakah yang perlu kita lakukan sebagai bagian kita, agar kita tidak menjadi tegar hati lalu meninggalkan iman? Kita perlu hidup dalam komunitas kecil dan saling menasihati, saling membangun, saling berakuntabilitas, setiap hari. Pada masa itu, orang Yahudi (sejak jaman pembuangan Babilonia) mempunyai komunitas kecil 2-3 orang yang disebut havruta (kelompok pertemanan). Di dalam havruta, mereka saling memberi dan memegang pertanggungjawaban hidup (akuntabilitas) dalam menjalankan ibadah mereka setiap hari. Penulis kitab Ibrani mengingatkan agar mereka yang telah menjadi orang percaya, seperti teladan para rasul, harus hidup dalam kelompok kecil seperti ini, yang di dalamnya ada akuntabilitas yang paling efektif. Praktikan havruta (kelompok kecil, kelompok sepakat/kompak, atau sebutan-sebutan lainnya) sebagai gaya hidup sehari-hari.
- Mengajar/memuridkan orang lain.
“Tentang hal itu banyak yang harus kami katakan, tetapi yang sukar untuk dijelaskan, karena kamu telah lamban dalam hal mendengarkan. Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras.” (Ibr. 5:11-12, TB)
Jika proses bertumbuh menuju kedewasaan mulai berjalan, itulah waktu yang tepat untuk kita pun mulai memuridkan orang lain. Saya sendiri percaya bahwa kita jangan menunggu waktu sampai kita mencapai pertumbuhan rohani yang matang (Kristen Bapa) untuk mulai memuridkan. Kita boleh mulai memuridkan orang baru, asalkan kita pun tetap dan terus dimuridkan dan proses pertumbuhan rohani kita tetap berjalan ke arah kedewasaan. Kita dapat melihat contohnya pada rasul-rasul. Mereka pun diminta untuk memuridkan orang-orang baru pada saat mereka diutus berdua-dua oleh Yesus, dalam kondisi masih sedang bertumbuh dan sebagai murid Yesus yang belum dewasa rohani sepenuhnya (belum menjadi pemimpin setelah Yesus bangkit dan kembali ke surga). Ini terjadi baik pada 12 rasul maupun 70 murid Yesus. Pada saat itu, Yesus telah memberi tanggung jawab kepada mereka atas orang-orang baru. Justru dengan sambil dimuridkan dan memuridkan orang lain, kita akan semakin mengalami pertumbuhan rohani yang lebih pesat lagi. Dengan kita bertanggung jawab atas pertumbuhan rohani orang lain, kita pun bertumbuh semakin dewasa.
- Tertanam dan hidup dalam komunitas dasar gereja
“Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.” (Ibr. 10:24-25, TB)
Unsur pendorong perubahan yang terakhir yang ada dalam pertumbuhan rohani kita adalah komunitas dasar gereja. Kita harus tertanam dan hidup dalam komunitas dasar gereja. Apakah gereja itu? Gereja jelas bukanlah program-program, acara, atau gedung. Gereja adalah komunitas yang terikat janji sepakat, seperti yang di jelaskan di ayat 24-25 sebelumnya. Inilah unit dasar gereja. Apabila gereja tidak dibangun berdasarkan unit dasar tersebut, itu bukanlah gereja perjanjian baru seperti yang Kristus bangun. Gereja adalah komunitas yang semua anggotanya terlibat dalam mempraktikkan gaya hidup “saling”: saling mendorong, saling menasihati, saling membangun, dsb. Kita tidak boleh membiasakan diri untuk meninggalkan perhimpunan yang demikian, bahkan kita diminta agar semakin giat melakukannya menjelang kedatangan Yesus.
Tanpa tertanam dan hidup dalam komunitas dasar gereja yang demikian, kita tidak akan bertahan dan bertumbuh dewasa menjelang kedatangan Tuhan yang kedua kali. Orang yang tidak tertanam dalam komunitas rumah Tuhan, tidak akan sanggup bertahan menghadapi guncangan dahsyat yang sedang terjadi, yang akan semakin keras menjelang kedatangan-Nya.
Demikianlah, senantiasa bertumbuh menuju kedewasaan rohani sangatlah penting, apalagi pada masa menjelang kedatangan Yesus kembali ini. Untuk bertumbuh dewasa dan tidak terlempar akibat murtad, pastikan bahwa kita memiliki keempat unsur pendorong pertumbuhan ini. Selamat bertumbuh.