//Boldness (keberanian)

Boldness (keberanian)

 

* Tolmao – bertindak melakukan perkara-perkara besar bagi Allah di luar keterbatasan diri, karena mengenal/memahami tujuan-tujuan dan rencana-rencana Allah (misalnya: Ibr. 11:32-34)

Alkitab menceritakan kisah-kisah keberanian yang luar biasa dari tokoh-tokoh di zaman sebelum kita hidup. Rasul Paulus adalah salah satunya. Ia menghadapi deraan, aniaya, dan karam kapal tanpa rasa takut mati. Ia berkali-kali mengalami situasi yang mangancam nyawa, yang akan membuat manusia pada umumnya takut serta panik, namun ia tetap menuntaskan tanggung jawabnya dengan berani. Keberanian Rasul Paulus dalam menghadapi semua ini terletak pada kepastiannya bahwa ia tidak akan mati sebelum tugasnya selesai, serta kesiapannya untuk kembali kepada Allah setelah tugasnya selesai. Bagi Rasul Paulus, “hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Fil. 1:21-23), dan karena itulah, ia tidak takut mati.

Selain Rasul Paulus, Daniel juga dikisahkan memiliki keberanian yang sangat mengagumkan. Daniel datang ke Babilonia sebagai tawanan dan kemudian ia melayani empat orang raja. Sebelum tiba di Babilonia, ia telah bertekad untuk tidak menajiskan dirinya dan tidak melanggar hukum-hukum Allah. Karena tekadnya ini, ia tetap menyembah Allah walaupun dilemparkan ke gua singa (Dan. 6:26), serta ia menyampaikan kebenaran kepada Raja Belsyazar saat sang raja dan para pemukanya berpesta-pora  menggunakan perkakas kudus dari Bait Allah (Dan. 5:29). Sama seperti Paulus, Daniel pun tidak takut mati dan tetap teguh memperkatakan kebenaran. Hati nuraninya yang murni membuahkan keberanian, karena ia menjaga dirinya untuk senantiasa hidup dalam kebenaran.

Contoh lainnya adalah Gideon. Gideon yang sebenarnya tidak memiliki modal/alasan keberanian apapun dari dirinya sendiri (latar belakangnya adalah orang dari kaum dan suku yang terkecil serta tidak terpandang), justru melakukan tindakan yang sangat berani untuk meruntuhkan mezbah berhala ayahnya dan kemudian memimpin 300 tentara melawan musuh. Sebagai manusia biasa, Gideon awalnya takut, tetapi setelah melalui proses komunikasi dengan Allah melalui malaikatNya (termasuk meminta tanda-tanda supranatural dari malaikat itu), ia menjadi mengerti rencana Allah bagi bangsanya, serta bagian apa yang menjadi tanggung jawabnya dalam rencana tersebut. Itu sebabnya, Gideon berani melakukan perkara yang besar bersama Allah (Hak. 6-7).

Di masa sekarang, kita perlu selalu melakukan evaluasi pribadi untuk memeriksa “kadar” keberanian kita sebagai pengikut Kristus. Evaluasi ini dapat dilakukan dengan merenungkan beberapa pertanyaan mengenai diri kita sendiri. Apakah saya masih takut menghadapi kematian? Bagaimana pemikiran dan kepercayaan saya tentang kematian? Apakah saya benar-benar yakin bahwa kematian akan membawa saya kembali kepada Allah?  Apakah saya mudah dan rajin bersaksi kepada orang-orang yang belum mengenal Kristus? Apakah saya hanya menunggu dengan pasif atau saya proaktif menciptakan kesempatan untuk bersaksi? Apakah saya masih menyimpan dosa/kelemahan/kegagalan tertentu yang membuat hati nurani saya tertuduh saat akan bersaksi? Apakah saya sungguh-sungguh memahami rencana Allah bagi hidup saya? Apakah saya telah mengejar atau menghidupi panggilan hidup saya?

Keberanian yang besar tidak mungkin muncul dengan tiba-tiba, melainkan perlu dibangun melalui hidup kita sehari-hari. Pertanyaan-pertanyaan di atas berguna agar kita bertumbuh dalam karakter keberanian, dan pada akhirnya keberanian kita akan membuahkan hal-hal yang bermanfaat bagi Kerajaan Allah di lingkungan kita serta di zaman kita.  (my)

 

2019-10-04T10:06:03+07:00