Christmas atau hari Natal, yang memperingati kelahiran Yesus pada tanggal 25 Desember setiap tahun, dirayakan bukan saja oleh orang Kristen tetapi juga oleh orang-orang non Kristen. Diperkirakan ada sekitar lebih dari 3 milyar penduduk dunia yang merayakan Natal setiap tahun, mulai dari benua Eropa, Amerika, dan Australia sampai ke Afrika dan Asia. Jadi, perayaan Natal sudah menjadi sebuah kebudayaan atau kebiasaan di seluruh dunia.
Selain Natal menjadi sebuah sukacita bagi yang merayakannya, Natal juga mendatangkan isu-isu yang kontroversial. Apakah benar Yesus lahir di tanggal 25 Desember? Apakah Natal berasal dari perayaan orang kafir? Mengapa kita merayakan kelahiran Yesus padahal tidak diperintahkan di Alkitab? Orang-orang yang menolak merayakan Natal memberi beberapa alasan:
1. Ketika Yesus lahir, Alkitab mencatat bahwa malaikat-malaikat menampakkan diri pada para gembala yang tinggal di padang rumput menjaga kawanan ternak (Lukas 2:8). Jika Yesus lahir di bulan Desember akhir, itu adalah musim dingin di Yudea, di mana para gembala sudah tidak lagi membawa kawanan domba ke padang rumput. Mereka menduga Yesus kemungkinan lahir di April atau Mei.
2. Gereja mula-mula tidak merayakan kelahiran Yesus karena tidak ada catatan demikian di kitab Perjanjian Baru. Perayaan kelahiran Yesus dimulai pada tahun 300-an di Kerajaan Romawi karena Kristen menjadi agama negara. Kaisar Konstanstin pada waktu itu menjadikan kelahiran Yesus sama dengan hari perayaan dewa matahari: “Solar Invicti“ (Surya tak terkalahkan), yang jatuh pada tanggal 25 Desember. Jadi gereja Tuhan tidak boleh merayakan hari Natal, apalagi Alkitab tidak memberi instruksi untuk merayakannya.
Sebaliknya, mereka yang pro Natal mengatakan hari kematian Yesus atau Paskah pun tidak dirayakan hari yang tetap setiap tahun. Sama seperti Paskah, Natal hanyalah peringatan akan kelahiran Yesus dan tidak penting memastikan kapan Yesus lahir. Sekalipun Alkitab tidak pernah memerintahkan kita untuk merayakan hari kelahiran Yesus, bukan berarti Alkitab melarangnya, seperti Alkitab tidak melarang perayaan ulang tahun manusia. Memang Yesus adalah anak Allah tetapi Ia juga anak manusia.
Bagaimana sikap kita menghadapi pertentangan antara dua pendapat ini?
Seperti yang sudah dijelaskan di awal, Christmas atau perayaan Natal sudah menjadi budaya yang mendunia. Budaya merayakan Natal tidak bisa dihapus, tetapi kita bisa memakai budaya ini untuk tujuan yang benar. Paulus berkata di dalam 1 Korintus 9 : 19 – 20 “Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang. Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat.”
Sekalipun Paulus seorang Yahudi, ia tidak lagi hidup di bawah Hukum Taurat. Ia mempunyai prinsip: demi memenangkan orang yang hidup di bawah hukum Taurat atau budaya Taurat, ia mau menjadi seperti orang yang hidup menurut budaya Taurat. Artinya, Paulus memahami, merasakan, dan tidak mau menjadi batu sandungan buat orang yang hidup di bawah hukum Taurat. Tujuannya adalah supaya ia dapat memenangkan sebanyak-banyaknya orang yang hidup di dalam budaya Taurat.
Menghadapi budaya Natal yang dirayakan oleh jutaan sampai milyaran orang, kita sebagai gereja Tuhan bisa memakai momen Natal untuk memenangkan lebih banyak jiwa. Kita bisa undang teman-teman yang belum kenal Tuhan untuk hadir dalam perayaan Natal yang dibuat baik di komsel, di rumah maupun di gedung. Sebagian orang yang belum percaya sebenarnya suka dengan lagu-lagu Natal dan acara Natal, sehingga mereka tidaklah keberatan untuk hadir dalam kebaktian Natal. Komsel-komsel bisa membuat kebaktian natal di rumah juga agar tercipta kesempatan informal untuk membangun hubungan dengan orang yang belum percaya. “Apakah Yesus sudah lahir di hatimu?” menjadi sebuah tantangan untuk mereka yang hadir.
Selain untuk momen penjangkauan, Natal bagi kita yang percaya menjadi “Christ Celebration”, bukan sekedar mengucapkan ‘Merry Christmas’ atau ‘Selamat Hari Natal”. Natal menjadi sukacita umat Tuhan karena Yesus sudah menjadi Tuhan dan Kristus (Christ). “Kristus” artinya “yang diurapi”, Ia juga yang mengurapi kita untuk memasuki tahun 2012, mengurapi kita untuk menceritakan kasih Kristus, menjadi saluran menyatakan kuasa Kristus bagi jiwa-jiwa yang terhilang. Let us celebrate our Christ Jesus..!