///Dua Ibu, Dua Kehidupan

Dua Ibu, Dua Kehidupan

Agrippina Minor adalah seorang permaisuri Romawi dan salah satu wanita terpenting di Romawi pada masa dinasti Kaisar Yulius Klaudius. Catatan sejarah kuno maupun modern menyebut Agrippina sebagai sosok yang ambisius, kejam, dan mendominasi. Banyak sejarawan kuno menuduh Agripina meracuni suaminya, Klaudius, kaisar Romawi keempat, meskipun rincian peristiwanya berbeda-beda. Agrippina juga banyak berperan dalam berbagai konflik pewarisan takhta.

Siapakah Agrippina? Dialah ibu dari kaisar Romawi yang terkenal kejam, Kaisar Nero. Gelar lengkapnya adalah Nero Claudius Caesar Augustus Germanicus; dia kaisar Romawi kelima. Dengan cara-cara ambisiusnya, Agrippina berhasil memastikan agar putranya, Nero, menjadi pewaris takhta kekaisaran Romawi. Demikian pula, Agrippina sangat berpengaruh terhadap diri Nero pada tahun-tahun awalnya Nero berkuasa sebagai kaisar. Dalam sejarah kekaisaran Roma, Nero diakui sebagai seorang yang paling kejam. Oleh pengaruh dan didikan sang ibu, Nero kecil sudah terdidik dengan sifat bengis, serakah, sewenang-wenang, serta haus kekuasaan. Ketika Nero naik takhta di usia belia, dia menganggap Britannicus, sang adik, sebagai musuhnya, sehingga pada sebuah pesta, dia meracuni adiknya yang masih berusia 14 tahun dengan arak beracun.

Agrippina juga sering mengatasnamakan Nero untuk melakukan tindakan kekerasan dan acap kali tampil untuk meraih tujuannya dengan bersenjatakan kedudukannya sebagai ratu. Ini membuat Nero sangat marah sekaligus khawatir kalau-kalau pada suatu hari kekuasaannya sendiri pun akan direbut oleh sang ibu. Maka, Nero berniat menghabisi ibunya sendiri. Lagi-lagi, pengaruh dan didikan Agrippina terhadap Nero “berbuah”. Pada tahun 59 M, Nero mengakhiri riwayat Agrippina dengan memerintahkan pembunuhannya. Tragis, karena anak yang dijadikan penguasa oleh sang ibu akhirnya menewaskan ibunya sendiri. Apalagi, akhirnya Nero pun bunuh diri pada usia 31 tahun di tempat pelariannya, akibat ditentang oleh rakyatnya sendiri karena pemerintahannya yang bengis dan sewenang-wenang.

Lain ibu, lain didikan, lain pula hasilnya.

Eunike adalah seorang wanita Yahudi yang mengenal dan percaya kepada Yesus. Dia menikah dengan seorang pria Yunani dan mempunyai anak laki-laki bernama Timotius. Tidak diceritakan dalam Alkitab siapa suami Eunike, tetapi yang jelas Timotius diasuh oleh Eunike dan neneknya, yang bernama Lois.

Eunike dan Lois adalah dua wanita yang saleh dan taat akan Allah. Alkitab tidak menuliskan bagaimana Eunike lahir, menikah, dan menjalani kehidupannya, bahkan bagaimana akhir dari hidupnya. Namun berdasarkan beberapa tafsiran, Eunike dan Lois menjadi Kristen setelah mereka mendengar khotbah Paulus tentang Yesus saat Paulus singgah di Listra.

Eunike dan Lois merawat Timotius sejak kecil dengan ajaran Firman Tuhan. Mereka percaya bahwa Firman Tuhan akan menuntun Timotius untuk hidup dalam jalan yang benar. Karena itu, mereka giat mengajarkan kitab suci kepada Timotius, memastikan bahwa kitab suci menjadi tuntunan hidup pribadi Timotius. Iman dan teladan yang mereka tanamkan kepada Timotius tidak sia-sia. Timotius tumbuh menjadi anak yang takut akan Tuhan, taat dan penuh iman. Pada usia muda Timoutius, Paulus menjadikan Timotius anak rohaninya.

Sejak semula Paulus sudah terkesan dengan sifat mulia dari Timotius dan kehidupannya yang takut akan Allah. Walaupun Timotius masih muda, dia berbeda dari anak-anak muda lainnya. Timotius berkarakter unggul dan hidup lurus, serta penuh dengan potensi besar untuk pelayanan bagi Tuhan. Diperkirakan Timotius berusia 20 tahun ketika dia menjadi rekan sekerja Paulus dalam misinya mengabarkan injil Kerajaan Allah.

Dari Agrippina sebagai ibu, bertumbuhkembanglah seorang Nero. Dari Eunike sebagai ibu bersama Lois sebagai nenek, bertumbuhkembanglah seorang Timotius. Hubungan yang amat jelas antara sebab dan akibat, yang mengingatkan kita betapa pentingnya mendidik anak di jalan yang benar dan menjadi teladan bagi anak-anak, baik anak jasmani maupun anak rohani. Bagaimana setiap orang tua jasmani atau rohani mengasuh anak akan menunjukkan hasil saat anak itu tumbuh dewasa.

Agrippina dan Eunike hidup di zaman yang sama, tetapi masing-masing memberi teladan dan mengajarkan prinsip yang berbeda kepada anak-anak mereka.

Kaisar Nero, asuhan Agrippina, tumbuh menjadi orang yang bengis dan kejam. Bahkan dia disebut-sebut “kaisar Romawi yang paling kejam” dan dia juga yang menjatuhkan hukuman mati kepada Rasul Paulus, yang lalu menjadi bapa rohani Timotius. Agrippina sebagai ibu yang mendidik Kaisar Nero telah menanamkan benih yang busuk dan teladan yang buruk kepada anaknya sendiri. Akibatnya Agrippina memakan buahnya sendiri, dia tewas di tangan anaknya sendiri.

Timotius tumbuh besar dalam asuhan Eunike bersama Lois. Pengasuhan Eunike menghasilkan Timotius muda dan dewasa yang menjadi murid yang meneruskan pelayanan Rasul Paulus memberitakan injil Kerajaan Allah, hingga akhirnya Timotius menjadi pemimpin bagi jemaat di Efesus. Keteladanan Eunike sebagai seorang ibu dan iman yang ditanamkannya kepada Timotius telah menghasilkan seorang murid Kristus sejati yang berbuah lebat.

Firman Allah adalah dasar yang teguh dalam hidup kita, tetapi apakah kita telah tumbuh dengan Firman Allah sebagai tuntunan hidup kita? Pula, sudahkah kita memastikan anak jasmani maupun anak rohani kita diajar dan diberi teladan agar Firman Allah menjadi tuntunan hidupnya? Benih apa yang sedang kita tanam saat ini kepada anak-anak kita? Apakah benih yang busuk atau benih yang baik? Jangan menyia-nyiakan kehormatan yang telah Tuhan beri kepada kita untuk menjadi seorang ibu, baik sebagai ibu jasmani ataupun sebagai ibu rohani. Keteladanan iman kita akan memberi dampak kepada anak-anak yang kita bimbing.

Hidup menurut tuntunan Firman Allah dan meneruskan ajaran dan teladan Firman Allah sebagai tuntunan hidup kepada anak jasmani dan rohani berarti kita membangun hidup dengan nilai-nilai kebenaran. Pada akhirnya, nilai-nilai yang dihidupi akan terpancar kepada orang-orang di sekitar.

Hari ini, pastikan bahwa kita memilih untuk memberi teladan yang baik dan mendidik anak-anak kita dengan dasar Firman Tuhan, agar kelak mereka siap mewarnai dunia dengan nilai-nilai Kristus.

Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun dia tidak akan menyimpang daripada jalan itu.” (Amsal 22:6)

 

Refleksi Pribadi:

  1. Apakah engkau masih membangun hidupmu sesuai dengan Firman Allah?
  2. Sudahkah engkau menghidupi Firman Tuhan dalam hidupmu, sehingga engkau menjadi teladan yang baik bagi orang di sekitarmu?
  3. Teladan apa yang sedang engkau perlihatkan kepada anak-anakmu, baik yang jasmani maupun rohani?
2023-01-27T10:15:10+07:00