///Financial Health

Financial Health

 Sebelumnya kita telah membahas bagian pertama dari The Eight-Dimension Matrix of Self Developmental Quotient, yaitu Love in the Family; bagaimana kasih di tengah-tengah keluarga merupakan hal yang sangat penting untuk dibangun pada masa-masa ini, karena situasi sekarang sangat berbeda dengan situasi sebelumnya, dengan semua anggota keluarga berada di dalam rumah setiap waktu akibat pandemi Covid-19.

Kali ini, kita akan membahas bagian kedua, yaitu Financial Health, atau kesehatan keuangan kita. Bagaimana membangun kesehatan keuangan kita?

 

1. Work as you worship (jadikan kerja sebagai ibadah Anda)

Bekerja (atau berusaha/berbisnis) adalah suatu bentuk aktivitas yang melibatkan kesadaran manusia untuk bertransaksi supaya mencapai hasil yang sesuai dengan target atau harapannya. Kesadaran untuk melakukan aktivitas itu dan pemahaman akan tujuan untuk mendapatkan hasil bagi pemenuhan kebutuhan hidup. Dalam transaksi bidang pekerjaan atau usaha apa pun, tujuannya ialah mendapatkan imbalan dari aktivitas yang sudah dikerjakannya itu. Dalam prinsip keuangan yang sehat, kita perlu memandang pekerjaan dan usaha kita lebih dari sekadar usaha mendapatkan imbalan transaksional; kita perlu memandangnya sebagai ibadah.

 

Banyak orang, apalagi orang Kristen, setuju bahwa bekerja adalah sebuah ibadah kepada Tuhan. Kita tahu bahwa Alkitab menyatakan bahwa Tuhanlah “Tuan” dan kita/pekerja ialah “hamba-Nya”. Pemahaman ini merupakan suatu motivasi yang baik dalam bekerja, apa pun bidangnya. Kesadaran bahwa Tuhan adalah Tuan yang kepada-Nya kita bekerja dan mempertanggungjawabkan pekerjaan kita akan memberikan rasa takut dan hormat yang luar biasa dalam bekerja. Kita menjadi makin giat, makin meningkatkan diri, makin bekerja keras, dan makin bekerja cerdas. Selain itu, kita pun menjadi terlatih untuk mensyukuri penghasilan kita, yaitu upah yang kita terima dari Sang Tuan. Alhasil, kita menjadi pekerja yang makin berkualitas dan sebagai konsekuensinya, menerima upah yang terbaik sesuai isi hati Tuan kita. Inilah yang dimaksud oleh Firman Tuhan dalam Kolose 3:23-24, “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya.”

 

2. Make bigger income than your lifestyle (pastikan penghasilan Anda lebih besar daripada gaya hidup Anda)

Financial health tidaklah terlepas dari kecerdasan finansial, yaitu kemampuan untuk bisa memahami, membedakan, dan menarik kesimpulan dari kondisi keuangan pribadi dan keluarga yang ada. Ini bukanlah sekadar berapa besar penghasilan yang kita peroleh setiap bulannya, tetapi lebih dari itu, justru berapa besar penghasilan itu dibandingkan dengan keperluan untuk pemenuhan kebutuhan hidup pribadi dan keluarga. Idealnya, tentu penghasilan harus lebih besar daripada biaya gaya hidup, atau dengan kata lain, biaya gaya hidup harus lebih kecil daripada penghasilan. Inilah salah satu ciri penting kesehatan keuangan yang baik.

 

3. Give as an investment in truth (berilah sebagai bentuk investasi Anda di dalam kebenaran)

Ada istilah “tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah” yang mungkin sering kita dengar saat ini. Demikian pula, ayat ini mungkin terdengar tidak asing bagi kita, “Adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima,” (Kis. 20:35). Hal ini mengarah kepada satu maksud dan tujuan, yaitu “memberi”.

Di sisi lain, pernahkah kita memikirkan kebenaran dari perkataan itu? Bukankah pesannya terdengar kurang masuk akal? Ketika kita memberi, kita mengurangi apa yang kamu miliki (entah itu berupa benda fisik, uang, waktu, atau tenaga); bukankah jauh lebih baik jika kita menerima daripada memberi? Lagipula, siapa yang tidak suka menerima sesuatu seperti hadiah, perhatian, atau penerimaan? Namun, semua itu bukanlah yang Yesus maksud. Yang Yesus maksud adalah meskipun kita berbahagia ketika menerima, kita akan lebih berbahagia ketika memberi.

Kadang, kita mungkin berpikir tentang betapa mustahilnya memberi di saat kita sendiri sedang berada dalam kekurangan. Hal ini adalah pikiran yang wajar dan manusia. Namun, ketika kita merenungkannya lebih dalam, pada akhirnya kita akan menemukan bahwa masalahnya bukanlah pada apa dan seberapa yang bisa kita berikan tetapi lebih kepada “hati dan pikiran” kita sendiri. Ketika dalam kondisi kekurangan kita berpikir bahwa kita perlu untuk menerima lebih banyak dari orang lain, tentu seberapa pun yang sudah kita miliki tidak akan menggerakkan kita untuk bisa memberi. Sebaliknya, ketika dalam kondisi kekurangan yang sama kita merasakan betapa banyaknya anugerah yang sudah kita terima dari Tuhan, betapa pemeliharaan dan kasih-Nya sempurna, tentu pikiran untuk memberi mudah saja muncul. Bahkan saat melihat orang lain yang kekurangan (juga), kita justru memiliki dorongan yang kuat untuk memberi, walaupun kapasitas kita terbatas. Selanjutnya, kita pun akan bisa bersyukur dan bersukacita karena telah memberi, bukan khawatir atau kecewa. Hanya ketika kita benar-benar mengerti bahwa Allah dalam kekayaan-Nya telah memberikan kepada kita segala sesuatu untuk kita nikmati (1 Tim. 6:17), kita dapat “memberi dengan sukacita” dan menyenangkan hati Tuhan (2 Kor. 9:7).

Memberi menolong kita untuk belajar rasa cukup dan membuat kita percaya pada pemeliharaan Tuhan. Memberi adalah anugerah dari Tuhan, ungkapan rasa syukur kepada Tuhan, dan wujud kasih kepada sesama. Itulah sebabnya Tuhan berkata lebih berbahagia memberi daripada menerima. Kita hidup dari apa yang kita terima, tetapi makna hidup kita dapatkan dari apa yang kita berikan.

Pertumbuhan pribadi tidak bisa lepas dari pertumbuhan kesehatan keuangan. Tanpa memperhatikan aspek keuangan, meski kita mungkin bertumbuh atau ahli dalam aspek-aspek lainnya, pertumbuhan dan perkembangan kita dalam kehidupan akan terlumpuhkan. Selamat menyehatkan keuangan Anda!

2020-09-26T16:45:24+07:00