Para Penatua atau Gembala Tunggal? – Pengkhotbah 4:9-12
Prinsip yang diutarakan oleh Raja Salomo dalam Pengkhotbah adalah bahwa pemimpin yang melayani sendirian mudah dikalahkan. Hal ini saya sudah lihat terlalu banyak kali. Pelayan yang harus bergumul sendirian, memikul tanggung jawab sendirian, berhadapan dengan berbagai tekanan sendirian, mencari kehendak Tuhan sendirian, menggembalakan kawanan domba sendirian, dan melakukan penginjilan sendirian terlalu sering gagal, jatuh, putus asa, atau lari karena tidak kuat lagi. Pemimpin yang melayani berdua atau yang lebih baik lagi bertiga, akan saling menguatkan, saling memanaskan, saling membangun iman, dan menemukan strategi Tuhan bersama. Inilah hikmat Tuhan dan inilah yang sesuai dengan pola Allah sendiri; karena Tuhan pun adalah ketigaan dalam keesaan!</p>
Kebiasaan dalam Sejarah
Ada beberapa paham yang muncul dalam sejarah Gereja. Dalam abad pertama kita melihat usaha pertama seorang pelayan yang ingin menjadi gembala tunggal: Diotrefes. Diotrefes melakukan kudeta dalam salah satu sidang jemaat di dekat Efesus dengan tujuan mengambil alih kepemimpinan jemaat secara tunggal.
“Aku telah menulis sedikit kepada jemaat, tetapi Diotrefes yang ingin menjadi orang terkemuka di antara mereka, tidak mau mengakui kami. Karena itu, apabila aku datang, aku akan meminta perhatian atas segala perbuatan yang telah dilakukannya, sebab ia meleter melontarkan kata-kata yang kasar terhadap kami; dan belum merasa puas dengan itu, ia sendiri bukan saja tidak mau menerima saudara-saudara yang datang, tetapi juga mencegah orang-orang, yang mau menerima mereka dan mengucilkan orang-orang itu dari jemaat.” (3 Yoh.9-10)
Dalam abad kedua sejarah Gereja telah muncul paham “uskup rajani”, yaitu harus ada satu orang sebagai “yang pertama di antara orang-orang yang sederajat” (dalam tima tau dewan kepemimpinan). Dalam prosesnya seiring dengan waktu, sistem itu berhasil menggantikan pelayanan para penatua dan lima jawatan di Perjanjian Baru dengan sistim episkopal yang bersifat tunggal dan bertingkat, yaitu seorang pastor sebagai pemimpin jemaat lokal, seorang uskup sebagai pemimpin kota, seorang uskup agung sebagai pemimpin bangsa, seorang kardinal sebagai pemimpin kawasan bangsa-bangsa, dan seorang paus sebagai pemimpin di seluruh dunia.
Pada zaman Reformasi, terjadi sedikit perubahan sehingga sebagian hirarki kepemimpinan Gereja yang lama tidak dipertahankan. Namun, sistem kepemimpinan tunggal atas jemaat lokal tetap dipertahankan. Sebagaimana kebenaran demi kebenaran yang sempat hilang dicuri oleh kuasa kegelapan dari umat Tuhan kini dipulihkan, demikian pula kita melihat proses ini tetap berjalan dalam pemulihan pola pelayanan dan kepemimpinan jemaat. Kebenaran keselamatan oleh iman berdasarkan kasih karunia dipulihkan lewat Martin Luther pada tahun 1517. Kebenaran baptisan air untuk orang dewasa yang percaya dan baptisan secara selam sudah dipulihkan pada abad ke-16 sampai abad ke-18. Kebenaran baptisan dan karunia-karunia Roh Kudus mulai dipulihkan pada tahun 1900 dalam gerakan Pentakosta dan Karismatik. Kemudian, kini kita sedang melihat pemulihan kebenaran imamat semua orang percaya, Imamat Rajani, fungsi dan kegerakan apostolik dan profetik, lima jawatan, pelayanan kepenatuaan, dan lain-lain. Semua ini adalah bagian dari kegerakan pemulihan segala sesuatu di akhir zaman sebagai persiapan kedatangan kembali Yesus (Kis. 3:19-21).
Mengamati proses yang terjadi di Gereja sepanjang sejarah, kita perlu melihat bahwa walaupun banyak gereja lokal atau denominasi biasa menggunakan istilah “gembala” sebagai pemimpin jemaat, ini sebenarnya tidak sesuai dengan Firman Tuhan. Yesus berkata, “Aku akan mendirikan jemaat-Ku,” (Mat.16:18), dan gambar yang Dia berikan di dalam Perjanjian Baru adalah pelayanan para pemimpin yang jamak/majemuk di dalam bentuk kepemimpinan jemaat yang disebut “penatua”. Seorang “gembala” adalah salah satu dari lima jawatan yang disebut dalam Efesus 4:11: rasul, nabi, pengajar, penginjil, dan gembala; yang kesemuanya melayani dan melengkapi seluruh Tubuh Kristus. Para penatua adalah para pemimpin yang ditugaskan untuk menggembalakan dan memimpin jemaat lokal (1 Ptr. 5:1-3).
Perhatikan definisi “penatua” dalam Kamus Alkitab dari LAI di bagian belakang Alkitab kita: “Dalam Kisah Para Rasul dan surat-surat para rasul, penatua-penatua (kadang-kadang juga disebut: tua-tua jemaat) merupakan para pemimpin yang bertanggung jawab atas kehidupan jemaat. Tugas mereka ialah ‘menggembalakan kawanan domba Allah… sebagai teladan bagi kawanan domba itu’, dalam tanggung jawab kepada “Gembala Agung” (1 Ptr. 5:1-4).” Kamus Alkitab tepat mengungkapkan bahwa para penatua memimpin dan menggembalakan jemaat lokal dalam tanggung jawab kepada Yesus sebagai Gembala Agung.
Yesuslah Kepala Gereja. Para penatua adalah para pemimpin yang dewasa rohani yang tunduk kepada misi dan kehendak Yesus dalam pelaksanaan tugas penggembalaan, pendewasaan dan persatuan jemaat lokal. Bila terjadi pertumbuhan dalam jemaat lokal sudah pasti akan ada keperluan munculnya lebih banyak penatua; supaya penggembalaan, pembinaan, dan pembangunan jemaat itu sehat.
Kepemimpinan Para Penatua dalam Setiap Jemaat Perjanjian Baru
Allah Tritunggal adalah Ketigaan dalam Keesaan dan merupakan pola asli kepenatuaan yang majemuk. Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah Kepenatuaan Majemuk di alam semesta. Pola kepemimpinan Allah itu adalah teladan kepemimpinan dan gaya hidup Allah sendiri yang seharusnya tercermin/terekspresi dalam setiap jemaat lokal. Itulah sebabnya, pola Allah inilah yang diajarkan dan dipraktikkan para rasul pada waktu mengembangkan Gereja di zaman Perjanjian Baru.
• Yudea (Kis. 11:29-30): “…mengirimkannya kepada saudara-saudara yang diam di Yudea. …kepada penatua-penatua.”
• Yerusalem (Kis. 15:2): “…rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem.”
• Efesus (Kis. 20:17): “Karena itu [Paulus] menyuruh seorang dari Miletus ke Efesus dengan pesan supaya para penatua jemaatdatang ke Miletus.”
• Seluruh Turki (1 Ptr. 1:1; 5:1): “Dari Petrus, rasul Yesus Kristus, kepada orang-orang pendatang, yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia.”; “Aku menasihatkan para penatua di antara kamu.”
• Tiap kota (Tit. 1:5): “Aku telah meninggalkan engkau di Kreta dengan maksud ini, supaya engkau mengatur apa yang masih perlu diatur dan supaya engkau menetapkan penatua-penatua di setiap kota, seperti yang telah kupesankan kepadamu.”
• Tiap jemaat lokal (Kis. 14:23): “Di tiap-tiap jemaat rasul-rasul itu menetapkan penatua-penatua bagi jemaat.”
• Yesus sendiri (Why. 4:4): “Sekeliling takhta itu ada dua puluh empat takhta, dan di takhta-takhta itu duduk dua puluh empat tua-tua, yang memakai pakaian putih dan mahkota emas di kepala mereka.”
Siapakah yang Disebut Penatua? Apa Saja Persyaratan Menjadi Penatua?
Ada dua kata Yunani yang dipakai untuk mengungkapkan siapakah seorang penatua. Yang satu menjelaskan sifat kedewasaannya, yaitu “presbuteros”, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “penatua”. Kata yang kedua menjelaskan tugas seorang penatua, yaitu “episkopos”, yang diterjemahkan menjadi “penilik”, yaitu orang-orang yang aktif menangani kepemimpinan sehari-hari dalam fungsi pengawasan, pembinaan, dan pimpinan bagi jemaat lokal. Seorang penatua bukanlah orang yang baru bertobat (1 Tim. 3:6), tetapi seorang yang karakter, panggilan, dan kemampuannya sudah tahan uji serta yang sanggup menjadi teladan bagi jemaat. Seorang penatua harus tampak memiliki hati Bapa, hati gembala, hati misi, dan hati persatuan Tubuh Kristus. Karena itu, seorang penatua haruslah orang yang dewasa rohani, yang sanggup memimpin, membina, mengajar, menginspirasi, dan mempersatukan jemaat, supaya potensi setiap anggota dapat dimaksimalkan dan jemaat lokal itu bertumbuh dengan sehat.
Selain persyaratan karakter dan kemampuan sebagai pemimpin yang dijelaskan dalam 1 Timotius 3:1-7 dan Titus 1:5-9, ada beberapa sifat yang sangat penting yang harus ada dalam kehidupan seseorang sebelum orang itu benar-benar dapat disebut sebagai seorang penatua:
- Seorang penatua harus memiliki hati Bapa dan hati gembala. Seorang penatua akan sangat mencintai domba-domba dalam jemaat lokal, sehingga dia bersedia menyerahkan hidupnya baginya (Yoh. 10:10-15). Dia bukanlah pekerja upahan yang hanya mencari kepentingan diri.
- Seorang penatua harus memiliki hati persatuan Tubuh Kristus di kotanya. Seorang penatua ditetapkan untuk kotanya (Tit. 1:5), sehingga dia tentulah ingin mengumpulkan domba-domba ke dalam satu kawanan di bawah pimpinan satu gembala, yaitu, Yesus (Yoh. 10:16). Keinginan dan kerinduannya bukanlah membesarkan atau meninggikan satu organisasi gereja, tetapi bersatu hati sebagai satu organisme Tubuh Kristus. Tiap penatua lokal di dalam satu kota yang sama perlu membangun persatuan dalam visi dan misi supaya mereka menjadi berkat bagi kota itu dan bukan menjadi penyebab perpecahan. Pemimpin-pemimpin yang sepakat untuk bekerja sama dalam persatuan Tubuh Kristus di kotanya itulah yang menjadi para penatua bagi kota itu.
- Seorang penatua harus memiliki hati misi. Seorang penatua harus mempunyai hati Amanat Agung dan ingin membawa Injil kepada setiap suku, kaum, bangsa, dan bahasa (Why. 5:8-9), bukan memiliki hati yang eksklusif atau menjauhi mereka yang belum percaya. Para penatua akan berdoa bersama dan membuat perencanaan bersama agar Tubuh Kristus di dalam kota itu mempunyai dampak dalam membawa terang kasih Kristus serta menjadi berkat kepada setiap orang di dalam kota itu.
- Seorang penatua harus memiliki kesanggupan yang ditetapkan oleh Roh Kudus. Seseorang menjadi penatua bukan karena populer, pintar bicara, kaya, berpengetahuan luas atau berpendidikan tinggi, tetapi karena sudah dewasa rohani, mengenal Bapa dan maksud abadi-Nya “yang ada dari mulanya”, dan diperlengkapi dengan kesanggupan dan panggilan dari Roh Kudus (1 Yoh. 2:13-14; Kis. 20:28). Tanpa kesanggupan dari Roh Kudus, pelayanan kita tidak akan berhasil. Kita berada di dalam medan perang di alam roh dan hanya kuasa Roh Kudus-lah yang memampukan kita untuk menang.
Inilah kualitas sifat, karakter dan pelayanan yang kita cari dalam orang-orang yang akan menjadi penatua-penatua di masa depan. Orang-orang seperti inilah yang kita ingin lihat di tengah-tengah jemaat di tiap-tiap kota supaya mereka ditetapkan menjadi para penatua, sehingga jemaat Tuhan di dalam kota-kota itu boleh menjadi jemaat-jemaat mandiri dalam konteks persatuan Tubuh Kristus. Jangan puas dengan para pemimpin yang asal saja, tetapi berdoalah agar Tuhan membangkitkan, mempersiapkan, dan mendewasakan orang-orang yang tepat seperti persyaratan dalam Alkitab. Kalau Anda sendiri dipanggil Tuhan menjadi seorang penatua, kejarlah sifat-sifat kedewasaan dalam Kristus itu supaya Anda bertumbuh menjadi teladan di tengah-tengah jemaat tentang misi, visi, kasih dan gaya hidup Allah! Jika panggilan Tuhan itu memang ada, pada waktu-Nya sendiri Dia akan memberikan tanggung jawab yang mulia sebagai penatua kepada Anda!
Jadi, Mana yang Benar? Sistem Gembala Tunggal atau Kepenatuaan Majemuk?
Zaman pelayanan tunggal sudah berlalu, dan prinsipnya pun tidak sesuai dengan yang Tuhan sendiri berikan. Jelaslah, pelayanan yang tergantung hanya pada satu orang adalah pelayanan yang belum memaksimalkan potensi jemaat dan meleset dari pola Allah. Masanya sudah tiba untuk Tuhan bekerja memulihkan pelayanan semua orang percaya; kini sedang lahir suatu kegerakan dahsyat, yaitu kegerakan semua orang percaya (imamat rajani). Inilah pola pelayanan yang diinginkan, diajarkan, dan dipraktikkan Yesus. Yesus telah memilih tim 12 murid untuk dimentor, dilatih, dan diutus. Dalam proses mentoring, Yesus telah mengutus mereka berdua-dua (Mrk. 6:7), mengutus 70 murid yang lain, serta mereka pun Dia utus berdua-dua (Luk. 10:1).
Selanjutnya, pada waktu Roh Kudus mengutus para rasul untuk membawa Injil ke bangsa-bangsa, Dia mengutus mereka berdua pula: Paulus dan Barnabas (Kis. 13:1-4). Dalam pelayanan rasuli kita melihat prinsip jamak/majemuk atau pelayanan tim sebagai prinsip dasar pelayanan. Dua orang nabi, Silas dan Yudas, pun melayani bersama (Kis. 15:30-32). Dalam pelayanannya, Paulus membawa serta Timotius, Titus, Silas, dan lain-lain (Kis.18:5; 20:3-4). Barnabas membawa serta Markus (Kis. 15:35-41), sedangkan Petrus dan Yohanes pun melayani bersama (Kis.3:1; 4:1; 8:14). Para rasul dalam menetapkan kepemimpinan dalam jemaat-jemaat lokal telah menggunakan prinsip jamak atau majemuk (Kis. 14:23; Tit. 1:5; 1 Ptr. 5:1-3). Tidak pernah mereka menetapkan kepemimpinan yang satu orang saja.
Gambar asli kepemimpinan adalah Tuhan sendiri dan Tuhan adalah Tritunggal. Prinsip jamak atau kemajemukan adalah pola yang ditetapkan Allah sendiri, bukan buatan manusia atau instruksi gereja belaka. Pola gembala tunggal ditetapkan manusia karena tidak mengerti atau beriman dalam gambar yang diberikan oleh Allah sendiri itu. Hal ini sama seperti seandainya Nuh mengubah ukuran atau desain pembangunan bahtera, atau kalau Musa, Daud, atau Salomo mengubah gambar desain pembangunan Rumah Tuhan, supaya sesuai dengan pikiran modern pada zaman mereka masing-masing. Pasti tidak akan berkenan kepada Tuhan dan pasti hasilnya kacau serta jauh sekali dari yang Tuhan maksudkan! Kalau kita mengubah gambar Tuhan, apa yang kita bangun dengan gambar kita sendiri tidak akan sanggup mencapai hasil yang direncanakan Tuhan. Apakah kita senekad itu? Apakah kita mau berterima kasih kepada Tuhan dengan mengubah gambar-Nya menjadi sesuai dengan pemikiran atau keinginan kita? Bukankah ini akan mengakibatkan musibah dan bencana bagi apa yang kita bangun itu?
Kepemimpinan yang baik dan benar adalah berdasarkan prinsip jamak atau majemuk, bukan prinsip tunggal (Ams. 11:14; 15:22; 24:6). Inilah prinsip kepenatuaan. Inilah pola Allah. Kalau kita ingin melihat Gereja menjadi seperti maksud Allah, Yesus, berhasil dalam Amanat Agung, menang dalam pertempuran terhadap kuasa iblis; kita harus berani beriman pada Firman Tuhan, bertindak sesuai Firman Tuhan, dan melakukan Firman Tuhan. Dengan Firman Tuhan, alam semesta diciptakan. Dengan Firman Tuhan, terjadilah terang. Dengan Firman Tuhan, Israel dimerdekakan dari Mesir. Dengan Firman Tuhan, orang-orang sakit disembuhkan. Dengan Firman Tuhan, Lazarus bangkit. Dengan Firman Tuhan, Petrus berjalan di atas air. Dengan Firman Tuhan, kita lahir baru. Dengan Firman Tuhan pula, kita akan hidup dalam Gereja-Nya dan mencapai maksud-Nya yang abadi sebagai satu Tubuh Kristus!
Inilah sebabnya kita harus memiliki kantong kulit yang baru dan fleksibel dan yang sanggup menerima air anggur yang baru. Akal kita tidak selalu mampu menerima dan mengerti kebenaran, tetapi Firman Tuhan selalu dapat dipercaya. Berjalan di atas air tidak masuk akal, tetapi sesuai Firman Tuhan. Mengambil uang dari mulut ikan tidak masuk akal, tetapi sesuai Firman Tuhan. Memanggil orang mati keluar dari kuburnya tidak masuk akal, tetapi sesuai Firman Tuhan. Memberi makan 5.000 orang dengan hanya lima ketul roti dan dua ekor ikan tidak masuk akal, tetapi sesuai Firman Tuhan. Kepemimpinan jamak/majemuk mungkin tidak masuk akal, tetapi sesuai Firman Tuhan. Pola tunggal memang masuk akal, tetapi tidak sesuai Firman Tuhan. Satu orang yang mengambil keputusan terakhir memang masuk akal, tetapi tidak sesuai Firman Tuhan.
Mari beriman dan melakukan Firman Tuhan dalam pola kepemimpinan jemaat lokal. Bukankah hasil Firman Tuhan jauh lebih hebat dari kemampuan pikiran manusia? Apakah Anda siap untuk bergerak maju sesuai pola yang benar? Inilah waktunya!