Dengan segala tantangan yang ada dan terus bertambah-tambah kini, akhir zaman merupakan masa yang sangat penting bagi Gereja. Pernahkah Anda merenungkannya; Gereja yang bagaimana sesungguhnya yang Tuhan maksudkan dan inginkan bagi masa akhir zaman ini?
“Lalu Yesus bertanya kepada mereka: ‘Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?’ Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di surga.” – Matius 16:15, 18-19, TB
Tuhan Yesus merancang dan mendirikan Gereja-Nya sebagai suatu komunitas perwakilan-Nya sendiri sekaligus perwakilan Kerajaan Surga di bumi, yang mampu bertahan dan menaklukkan alam maut melalui pekerjaan Kerajaan Surga yang dilakukannya di dunia. Inilah Gereja yang Tuhan maksudkan dan inginkan, terutama bagi masa akhir zaman ini. Gereja akhir zaman perlu menjadi Gereja pemenang, yang kuat dan mampu menyelesaikan tanggung jawabnya dalam menghadirkan Kerajaan Allah di bumi. Gereja akhir zaman yang dibangun dan dikepalai oleh Kristus sendiri akan dibawa-Nya untuk memiliki kualitas yang demikian, sehingga kerajaan kegelapan tidak akan bertahan menghadapinya.
Lalu, tantangan apa saja yang seharusnya takluk oleh Gereja pemenang ini?
Pada intinya, tantangan akhir zaman datang dari tiga sumber: dunia, Setan, dan kedagingan. Wujudnya bisa bermacam-macam, tetapi semuanya merupakan tantangan yang sangat berat yang belum pernah terjadi sebelumnya di sepanjang sejarah, sekaligus sangat berbahaya bagi Gereja jika tidak dihadapi dengan tepat. Hanya Gereja yang senantiasa dipimpin oleh Kristuslah yang sanggup menaklukkan tantangan-tantangan ini. Mari kita melihat tantangan-tantangan utama yang sedang dihadapi oleh Gereja masa kini, serta bagaimana Gereja harus bersikap menghadapinya.
- Tantangan fisafat post-modern yang anti-Kristus
Filsafat yang menguasai dunia pada masa kini adalah filsafat post-modern yang sangat kontra atau anti terhadap Kristus. Sifatnya nyata sangat menentang otoritas serta kebenaran mutlak Alkitab, dengan penekanan kuat pada paham relativitas dari kebenaran. Kaum muda masa kini telah dipengaruhi, bahkan dikuasai, oleh filsafat tersebut, sehingga banyak dari mereka sangat anti terhadap tatacara ibadah yang formal dan tradisional. Sulit bagi Gereja untuk menjangkau mereka dengan cara yang konfrontatif, tetapi Gereja dapat memanfaatkan peluang dari kehausan mereka terhadap kehidupan berkomunitas yang asli dan tanpa topeng. Sikap dan cara yang tepat untuk merangkul generasi akhir zaman ini ialah pelayanan komunitas. Gereja harus hadir sebagai sahabat dan komunitas yang menerima sekaligus mengasihi mereka. Ketika mengalami diterima dan dikasihi dalam hidup berkomunitas, mereka akan melihat cara hidup yang berbeda dalam komunitas itu sebagai standar ideal dan kebutuhan, sehingga mereka menjadi terbuka untuk belajar dari kebenaran. Inilah peluang Gereja untuk mengajarkan Firman Tuhan, yang akan makin luas terbuka pada akhir zaman ini. Nabi Yesaya telah menubuatkan bahwa saat makin mendekati hari Tuhan, dunia akan makin gelap, tetapi kegelapan ini merupakan kesempatan emas untuk orang-orang muda datang ke rumah Tuhan (komunitas, Gereja) untuk menerima pengajaran Firman Tuhan. Mereka akan datang berduyun-duyun kepada kita, sebagai komunitas Gereja yang siap, untuk belajar mengenal Tuhan.
“Sebab sesungguhnya, kegelapan menutupi bumi, dan kekelaman menutupi bangsa-bangsa; tetapi terang Tuhan terbit atasmu, dan kemuliaan-Nya menjadi nyata atasmu. Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terangmu, dan raja-raja kepada cahaya yang terbit bagimu. Angkatlah mukamu dan lihatlah ke sekeliling, mereka semua datang berhimpun kepadamu; anak-anakmu laki-laki datang dari jauh, dan anak-anakmu perempuan digendong.” – Yesaya 60:2-4, TB
“Akan terjadi pada hari-hari yang terakhir: gunung tempat rumah Tuhan akan berdiri tegak di hulu gunung-gunung dan menjulang tinggi di atas bukit-bukit; segala bangsa akan berduyun-duyun ke sana, dan banyak suku bangsa akan pergi serta berkata: ‘Mari, kita naik ke gunung Tuhan, ke rumah Allah Yakub, supaya Dia mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya, dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan keluar pengajaran dan firman Tuhan dari Yerusalem.’” – Yesaya 2:2-3, TB
- Tantangan kesibukan dan ketergesaan
Tuhan Yesus mengingatkan kita agar pada akhir zaman ini hati kita jangan dikuasai oleh pesta pora (hedonisme, kenikmatan hidup), kemabukan (kecanduan/adiksi), maupun kepentingan-kepentingan duniawi. Apa maksudnya?
“Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat. Sebab dia akan menimpa semua penduduk bumi ini. Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia.” Lukas 21:34-36, TB
Hedonisme dan adiksi mungkin cukup jelas terlihat sebagai ancaman yang tidak baik. Namun, perhatikan secara khusus peringatan tentang kepentingan-kepentingan duniawi. Kepentingan duniawi adalah hal-hal yang secara manusiawi penting bagi kehidupan di dunia ini, seperti mencari nafkah/uang, kesuksesan karier/usaha, kemakmuran dan kesejahteraan finansial, kesehatan fisik, hubungan dengan sesama, dan banyak lagi. Semuanya ini memang baik dan penting, bahkan perlu diusahakan, tetapi Yesus ingin agar hati kita tidak dikuasai atau dikendalikan olehnya. Mengapa demikian? Hati yang dikuasai oleh kepentingan duniawi akan membuat fokus kita menjadi duniawi pula; kita tidak lagi punya waktu, konsentrasi, dan hasrat untuk kepentingan Kerajaan Allah, kita menjadi malas merenungkan dan mengejar kebenaran-Nya, serta kita mulai menyisihkan pekerjaan kasih dan misi Allah dari prioritas kehidupan kita. Seluruh kehidupan dan hari-hari kita pun akan dipenuni dengan kesibukan dan ketergesaan yang tidak wajar, sehingga setiap kegiatan kita dikejar oleh kepentingan-kepentingan duniawi itu di atas segalanya.
Kesibukan dan ketergesaan merupakan fenomena “normal” yang melanda banyak orang pada akhir zaman ini. Akibatnya, manusia harus melakukan kegiatan hidupnya melebihi batas kemampuan sehingga terserang burn out (kelelahan lahir batin), stres, depresi, dan gangguan-gangguan psikis lainnya. Manusia yang harus melakukan terlalu banyak hal dalam waktu terlalu singkat terpaksa mempercepat laju pekerjaannya sehingga selalu tergesa-gesa. Ini bukanlah maksud Tuhan bagi Gereja-Nya. Gereja akhir zaman perlu melekat pada pimpinan Kristus sebagai Kepala, agar menang mengatasi tantangan ini.
“Ketergesaan adalah musuh besar kerohanian kita pada masa kini. Anda harus mengeliminasi ketergesaan dengan kejam dan keras dari hidup Anda.” – Dallas Willard
“Ketergesaan bukanlah dari Setan; ketergesaan itulah Setan.” – Carl Jung
“Setan tidak dapat membuat Anda berdosa, tetapi Setan akan membuat Anda sibuk.” – Corrie Ten Boom
- Tantangan kedurhakaan dan kehilangan kasih
Peringatan penting lainnya dari Tuhan Yesus bagi Gereja-Nya pada akhir zaman ini ialah agar kita tidak hidup di dalam kedurhakaan atau membiarkan kasih kita menjadi dingin.
“Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin. Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.” – Matius 24:12-13, TB
Kedurhakaan yang dimaksud adalah “hidup tanpa hukum” (lawlessness), yaitu cara hidup yang tidak memandang aturan dan keberadaan Tuhan. Akibat cara hidup yang demikian, kasih manusia satu sama lain pada akhir zaman ini pun menjadi dingin. Seluruh perintah Allah pada dasarnya adalah kasih, bahkan esensi diri-Nya adalah kasih itu sendiri. Tidak peduli akan keberadaan Tuhan dan mengabaikan segala aturan/hukum-Nya akan mematikan kasih manusia. Gereja akhir zaman tidak boleh demikian. Gereja akhir zaman justru harus menghangatkan dunia dengan kasih Tuhan. Bagaimana caranya? Salah satu ucapan bijak dalam bahasa Inggris menyatakan, “Love is spelled T-I-M-E,” yang berarti kasih perlu diterjemahkan dalam wujud waktu yang nyata. Kita secara pribadi maupun sebagai Gereja perlu selalu menyediakan waktu untuk bertumbuh dalam kasih, dengan giat menerima sekaligus memberi kasih dengan Tuhan maupun sesama dalam komunitas. Tanpa memberi waktu untuk menerima dan memberi kasih, mustahil kita bertumbuh dalam kasih.
“Ketergesaan merampas kemampuan kita untuk menerima dan memberi kasih.” – John Mark Comer
“Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.” – 1 Yohanes 4:10, TB
“Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Dia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita.” – 1 Yohanes 3:16, TB
Kasih berasal dari Allah dan adalah pribadi Allah sendiri. Allahlah yang terlebih dahulu mengasihi kita sehingga rela menyerahkan nyawa-Nya bagi kita. Agar kita dapat mengasihi dengan standar kasih Allah itu (“menyerahkan nyawa” atau memberi hidup kita) kepada sesama, kita pun terlebih dahulu harus mengalami kasih dari Allah, lalu mempraktikkan kasih itu bersama sesama di dalam kehidupan berkomunitas. Dalam komunitas yang demikian, kita akan bertumbuh dalam kasih dan menjadi Gereja yang bertahan sampai kesudahannya (Ibr. 10:24-25).
Anda dan saya adalah bagian dari Gereja yang telah didirikan oleh Yesus Kristus. Tetaplah setia hidup dalam pimpinan-Nya sebagai Kepala kita, agar kita dibawa-Nya menjadi Gereja pemenang yang sanggup menghadapi segala tantangan akhir zaman ini.