Salah satu kebenaran yang jarang dibahas tentang gereja adalah tentang keterkaitan antara gereja dengan “imamat semua orang percaya” (the priesthood of all believers). Pada zaman kini, banyak gereja pada umumnya percaya prinsip “imamat semua orang percaya”, tetapi secara praktis tidak sungguh-sungguh mempraktikkannya. Banyak gereja masih mempraktikkan “imamat yang terbatas”, yaitu bahwa imam adalah “kelompok-kelompok” tertentu di dalam gereja, sedangkan yang lain disebut “orang awam”. Pikiran bawah sadar jemaat di gereja-gereja masih menganggap bahwa yang menjadi imam adalah mereka yang memiliki status atau peran tertentu yang “resmi”, misalnya pendeta (gembala jemaat), orang yang melayani di mimbar (pemimpin penyembahan, penyanyi, pemusik), pemimpin komunitas sel, dan sebagainya, sementara yang lain hanyalah anggota jemaat biasa, yang pasif dan dilayani saja. Mengapa prinsip “imamat semua orang percaya” tidak dipraktikkan sungguh-sungguh?
Mari kita belajar memahami kebenaran tentang praktik “imamat semua orang percaya” dengan lebih utuh dan jelas, agar kita sebagai Gereja Kristus akhir zaman ini dapat menghidupinya.
Kebenaran tentang kita yang telah dijadikan Kerajaan Imam
Dalam kitab Wahyu, Kristus sendiri saat menyatakan rencana-Nya pada akhir zaman mengatakan bahwa semua orang yang ditebus-Nya, telah dijadikan imam-imam di dalam kerajaan-Nya.
“… dan dari Yesus Kristus, Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja bumi ini. Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya — dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, Bapa-Nya, — bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin.” (Why. 1:5-6)
Semua orang yang ditebus Kristus, yang termasuk kita masing-masing, telah “dibuat” atau “dijadikan” imam-imam yang berkerajaan, atau imamat yang rajani. Terjemahan Alkitab bahasa Inggris versi New King James Version (NKJV) menggunakan istilah “raja-raja dan imam-imam”. Ini rupanya cenderung memunculkan pengertian yang kurang tepat bahwa “raja” dan “imam” yang dimaksud berbeda satu sama lain, sehingga tersebar pengajaran yang menyatakan bahwa “raja-raja” adalah pemimpin-pemimpin Kristen di dunia usaha (pengusaha), sedangkan “imam-imam” adalah pemimpin-pemimpin di dalam gereja (gembala jemaat, pelayan lima jawatan). Dalam Alkitab Perjanjian Lama, memang jelas digambarkan ada pemisahan antara peranan raja-raja, imam-imam, dan nabi-nabi pada kehidupan zaman itu. Namun, di dalam Perjanjian Baru, jelas dinyatakan bahwa semua orang percaya adalah imam-imam yang berkerajaan, imamat rajani, dan status ini bersifat profetik. Pemahaman yang utuh dan lebih tepat tentang “imamat rajani” ialah bahwa Tuhan telah menjadikan semua orang tebusannya imam-imam di dalam Kerajaan Allah. Kerajaan Allah disebut juga “kerajaan imam”, artinya kerajaan yang semua anggotanya adalah imam, dengan semua imam itu ikut memerintah bersama Tuhan.
Praktik beribadah dalam Kerajaan Imam
Pemahaman bahwa Gereja adalah komunitas kerajaan imam sangat berpengaruh pada cara kita beribadah. Nah, bagaimanakah praktik ibadah gereja sebagai komunitas kerajaan imam ini seharusnya dilakukan?
- Semua jemaat berfungsi sebagai imam
Tugas imam adalah berdoa, memuji, dan menyembah Tuhan, dan ini semua hanya dapat dimulai dari hubungan pribadi imam itu dengan Tuhan di dalam hadirat-Nya. Sudahkah kita sendiri memelihara dan memperdalam hubungan pribadi kita dengan Tuhan? Mungkin kadang kita merasa kesulitan atau kebingungan untuk masuk ke dalam hadirat Tuhan, sehingga kita merasa bahwa hubungan pribadi dengan Tuhan harus digerakkan oleh “bantuan eksternal” seperti pelayanan para pemimpin penyembahan. Padahal, kita semua telah dijadikan imam, dan ini berarti kita telah diberi anugerah serta kemampuan untuk masuk secara pribadi ke dalam hadirat Tuhan, lalu menyembah Dia. Apa kuncinya? Darah Yesus. Bagaimana caranya? Sederhana; kita “hanya” perlu berfungsi sebagai imam, dengan darah Yesus itu. Seorang imam perlu mengerti bahwa darah Yesus sudah membawanya untuk bebas masuk dan tinggal di dalam hadirat Tuhan senantiasa (Ibr. 10:19-23), dan perlu berfungsi dalam menyatakan hadirat Tuhan itu kepada orang lain. Jika makin banyak anggota jemaat yang berfungsi sebagai imam, makin nyata pula hadirat Tuhan bagi semua orang.
Di dalam ibadah kerajaan imam, seluruh jemaat seharusnya berfungsi sebagai imam, bukan sekadar menjadi penikmat, penonton, atau pengamat. Jika kita telah sering melakukan ibadah yang konsepnya bukanlah kegiatan penyembahan dan doa, melainkan penyajian hiburan Kristen, kita perlu berubah. Kita perlu kembali ke ibadah yang membawa semua anggota jemaat berfungsi sebagai imam, agar seluruh anggota jemaat kembali mengalami kuasa ibadah yang mengubah hidup jemaat menjadi makin serupa Kristus setiap saat.
- Ibadah oleh “karena”, bukan “supaya”
“Karena itu, Saudara sekalian yang saya kasihi, saya mohon supaya Saudara melayani Allah dengan seluruh hidup kalian, mempersembahkan dirimu sebagai suatu persembahan yang hidup dan suci, suatu persembahan yang menyukakan hati-Nya. Melayani Dia dengan cara ini adalah ibadat sejati dan balasan yang pantas untuk kasih-Nya.” (Roma 12:1)
Motif ibadah yang sejati bukanlah “supaya”, melainkan “karena”. Sebagai imam, seharusnya kita beribadah “karena” kita telah ditebus oleh Kristus dan dijadikan-Nya imam di dalam Kerajaan-Nya, bukan “supaya” kita diberkati, disembuhkan, kaya, sukses, aman, nyaman, dan sebagainya. Kasih dan kemurahan Tuhan yang telah menebus kita dari dosa dan yang telah menjadikan kita milik-Nya (Roma 11:30-36) itulah alasan ibadah kita. Ibadah “karena” adalah ibadah yang berkenan bagi Tuhan, karena kita mempersembahkannya sebagai balasan yang pantas dan masuk akal terhadap kasih-Nya.
- Ibadah yang menjadi “rumah doa bagi segala bangsa”
“Lalu Ia mengajar mereka, kata-Nya: “Bukankah ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa? Tetapi kamu ini telah menjadikannya sarang penyamun!” (Mrk. 11:17)
Fungsi Gereja sebagai komunitas kerajaan imam adalah untuk menjadi rumah doa bagi segala bangsa. Rencana Tuhan memanggil bangsa Israel menjadi umat-Nya adalah agar mereka menjadi kerajaan imam bagi bangsa-bangsa lain (Kel. 19:5-6). Menurut rencana Tuhan, melalui doa syafaat seluruh bangsa Israel, bangsa-bangsa lain di bumi akan datang ke rumah Tuhan. Sayangnya, bangsa Israel gagal berfungsi sebagai imam bagi bangsa-bangsa, bahkan imamat keseluruhan itu diambil dari suku-suku lain dan diberikan hanya kepada suku Lewi. Gereja adalah Israel rohani. Sebagai Israel rohani, seharusnya kita menjadi kerajaan imam bagi dunia ini, tetapi banyak gereja tidak berfungsi sebagai kerajaan imam. Perhatikan kemarahan dan kepedihan hati Yesus tentang hal ini. Ketika Yesus mengunjungi bait Allah, Dia sangat sedih karena rumah Tuhan bukan lagi menjadi rumah doa bagi segala bangsa, melainkan telah menjadi sarang penyamun (tempat jual beli dan mencari untung). Padahal, tujuan Tuhan memberkati orang Israel adalah supaya mereka menjadi berkat bagi bangsa-bangsa.
“Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya, S e l a supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa. Kiranya bangsa-bangsa bersyukur kepada-Mu, ya Allah; kiranya bangsa-bangsa semuanya bersyukur kepada-Mu.” (Mzm. 67:2-4)
Melalui ibadah orang Israel sebagai imam, doa syafaat terjadi dan keselamatan sampai kepada bangsa-bangsa. Inilah perjanjian Tuhan dengan Abraham, yang berlaku sampai ke keturunan Abraham generasi-generasi selanjutnya. Melalui keturunan Abraham yang kini telah menjadi Israel rohani, berkat keselamatan sampai kepada bangsa-bangsa di seluruh bumi. Apabila orang Kristen berfungsi sebagai imam di dalam ibadah mereka, terjadilah doa syafaat dan pengutusan pekerja untuk menjangkau suku-suku bangsa.
Kita semua adalah Gereja; Anda dan saya masing-masing telah dijadikan imam di dalam Kerajaan Allah. Mari hidup sebagai komunitas kerajaan imam bersama-sama, agar rencana Allah tergenapi dan seluruh bumi mengalami berkat keselamatan dari-Nya pula.