///Gereja yang Rela Menderita

Gereja yang Rela Menderita

Pada bulan lalu kita sudah membahas bahwa penting bagi gereja zaman akhir untuk giat mempraktikkan seluruh karunia dari Allah untuk saling membangun di dalam Tubuh Kristus, sehingga Tubuh Kristus secara keseluruhan bertumbuh dewasa hingga mencapai kedewasaan penuh. Pada bulan ini, kita akan melanjutkan pembahasan tentang ciri gereja zaman akhir yang berikutnya, yaitu rela menderita.

 

Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu. Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya. Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu.” – 1 Petrus 4:12-14, TB

 

Jelas sekali, Firman Tuhan dalam surat Rasul Petrus ini menegaskan bahwa penderitaan yang dimaksud adalah yang merupakan bagian kita, orang-orang percaya, yang sudah selayaknya kita tanggung tanpa heran, dengan bersukacita, dan sambil menantikan kemuliaan Allah dinyatakan. Penderitaan yang dimaksud bukanlah yang terpaksa kita tanggung sebagai akibat dosa atau kesalahan kita sendiri. Prinsip ini memang telah dijelaskan juga oleh Yesus sendiri semasa hidup-Nya di bumi, bahwa siapa pun yang mengikut Dia harus “menyangkal diri dan memikul salib”. Sayangnya, meski demikian, secara umum kita dapat melihat bahwa kebanyakan gereja masa kini telah kehilangan kerelaan untuk menderita bagi Kristus. Jarang sekali kita lihat bahwa gereja masa kini mengajarkan teologi penderitaan; justru kebanyakan gereja sarat dengan ajaran-ajaran kemakmuran ekstrem yang cenderung menghindari atau bahkan mengutuki penderitaan. Akibatnya, gereja kehilangan kesempatan untuk mengalami kemuliaan Allah dalam pertumbuhan dan pelipatgandaan di tengah-tengah dunia yang penuh dengan situasi sukar pada akhir zaman. Baiklah kita tidak berlaku demikian, tetapi menjadi orang-orang percaya sejati yang menikmati kesempatan berharga ini, dengan rela menderita demi kemuliaan Allah.

 

 

Berbagai Penderitaan yang Harus Dialami oleh Orang Kristen Sejati

Petrus menulis dalam suratnya yang pertama tentang penderitaan yang harus dialami oleh setiap orang percaya sejati. Penderitaan bukan hanya dikhususkan bagi orang-orang tertentu seperti para rasul atau martir-martir, melainkan wajar, biasa, dan normal bagi orang-orang percaya di segala zaman dan di segala tempat. Memang, bentuknya berbeda-beda karena konteks situasi dan zaman; kita tidak boleh menyamakan atau membanding-bandingkan bentuk penderitaan bagi setiap orang; tetapi pada prinsipnya semua orang percaya pasti akan menderita karena Kristus.

 

Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia, dalam pergumulan yang sama seperti yang dahulu kamu lihat padaku, dan yang sekarang kamu dengar tentang aku.” – Filipi 1:29-30, TB

 

Di dalam seluruh surat pertama Petrus, ada lima jenis penyebab penderitaan yang pasti dialami oleh setiap orang percaya. Memahaminya akan membantu kita rela menanggungnya, karena kita menyadari kemuliaan yang ada di baliknya.

 

  1. Penderitaan karena ujian iman (1 Ptr. 1:6-7)

Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu – yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api – sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.” 1 Petrus 1:6-7, TB

Sebagian penderitaan orang percaya terjadi dalam konteks pencobaan dan ujian iman. Ketika kita dicobai dan diuji, tentu secara manusiawi (daging) kita merasa tidak nyaman. Ada berbagai perasaan yang harus kita kalahkan (“menyangkal diri”) demi menang dalam pencobaan/ujian itu. Senantiasa menyadari tujuan dari penderitaan jenis ini membuat kita rela menerimanya dan melewatinya dengan penuh sukacita. Penderitaan ini menurut Petrus hanya bersifat “seketika” dibandingkan dengan kekekalan, meski memang ada proses dan durasi waktu yang mungkin terasa berat. Seperti emas yang dimasukkan ke dalam api sehingga zat-zat yang tidak murni gugur terpisah dari emas murni, kita masuk ke dalam “perapian ujian iman” agar segala unsur kedagingan gugur dan iman kita makin murni. Kalau kita menghindar atau lari dari berbagai ujian iman dan pencobaan-pencobaan, kita tidak dapat bertumbuh dewasa dalam iman.

 

  1. Penderitaan karena Kristus yang ditanggung meski tidak harus ditanggung (1 Ptr. 2:18-19; 3:1)

Hai kamu, hamba-hamba, tunduklah dengan penuh ketakutan kepada tuanmu, bukan saja kepada yang baik dan peramah, tetapi juga kepada yang bengis. Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung.” – 1 Petrus 2:18-19, TB

Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu.” – 1 Petrus 3:1-2, TB

Ada penderitaan tertentu yang sebenarnya tidak harus kita tanggung, tetapi jika kita tanggung dengan rela akan menjadi kesaksian Kristen yang indah. Yang dimaksud seperti misalnya seorang hamba yang mempunyai tuan yang jahat dan tidak adil, atau seorang istri yang mempunyai suami yang kejam dan tidak mengasihi dia. Kalau hamba demikian tetap tunduk kepada tuannya dan istri demikian tetap menjalankan peran yang baik sesuai Firman Tuhan, meski si tuan dan si suami tidak baik dan tidak adil, hamba dan istri tersebut oleh karena Kristus telah menderita penderitaan yang tidak harus dia tanggung. Dalam hal ini, hamba dan istri itu masing-masing memiliki iman akan kehendak Allah dalam penderitaan mereka, sehingga mereka rela menderita dan menerima kasih karunia khusus dalam penderitaan itu. Pada akhirnya, penderitaan seperti ini akan menghasilkan pesan hidup yang sangat hebat untuk memuliakan Tuhan.

 

  1. Penderitaan karena hidup dalam kebenaran (1 Ptr. 3:13-14)

Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik? Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar.” – 1 Petrus 3:13-14, TB

Menjadi pelaku Firman sama sekali tidak mudah. Ketika kita hidup benar, banyak orang di sekitar kita menentang, memfitnah, bahkan mungkin menganiaya kita. Inilah penderitaan yang dialami karena hidup dalam kebenaran. Mazmur 73 menceritakan contohnya, bagaimana Asaf menderita ketika dia hidup benar. Ketika Asaf membandingkan dirinya dengan orang-orang fasik yg hidupnya kelihatan lebih baik dari orang-orang benar, dia tidak mengerti. Akhirnya Asaf baru mengerti kemuliaan di balik penderitaannya ketika menggunakan perspektif Allah: betapa beruntungnya dia yang hidup benar dibandingkan dengan orang-orang fasik, setelah dia masuk ke tempat kudusnya Allah, dan betapa mengerikannya hidup orang fasik karena berada di luar tempat kudus Allah. Hal ini berlaku pula bagi kita. Ketika kita melihat penderitaan hidup ini dari perspektif Allah, penderitaan hidup akan kita jalani dengan rela, bahkan bersemangat dan bersukacita.

 

  1. Penderitaan karena dinista/dianiaya sebagai pengikut Kristus (1 Ptr. 4:12-14)

Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu.” – 1 Petrus 4:14, TB

Setiap orang yang sungguh-sungguh mengikut Yesus akan menderita penistaan dan penganiayaan, walaupun dalam bentuk yang berbeda-beda. Ada yang dianiaya secara mental, verbal, tetapi ada pula yang dianiaya secara fisik. Firman Tuhan menyatakan bahwa kita bisa berbahagia di dalam penistaan dan penganiayaan ini, karena Roh kemuliaan Allah ada atas kita yang mengalaminya.

Terimalah nasihat Firman Tuhan ini dan percayalah, penistaan dan aniaya tidak akan pernah membinasakan gereja, tetapi justru melalui aniaya gereja bertumbuh baik secara kualitas maupun kuantitas.

 

  1. Penderitaan karena serangan Iblis (1 Ptr. 5:8-11)

Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama. Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya. Ialah yang empunya kuasa sampai selama-lamanya! Amin.” – 1 Petrus 5:8-11, TB

 

Jika kita sungguh-sungguh mengikut Yesus, kita tidak mungkin terluput dari serangan-serangan Iblis. Mengapa? Karena kita berada di kubu yang berlawanan dengan kubu Iblis. Penderitaan karena serangan Iblis ini pasti dialami oleh semua saudara seiman kita di seluruh dunia. Kita harus melawan musuh kita dengan iman yang teguh dan meraih kemenangan yang telah dijamin Kristus bagi kita. Ingatlah, ada janji Tuhan yang luar biasa. Setelah kita mengalami serangan Iblis, kita akan mengalami kemuliaan Tuhan yang akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan, dan mengokohkan kita, sesudah kita menderita seketika lamanya. Ini berarti, jika kita jalani dengan teguh dan rela, serangan Iblis justru membuat kita makin kuat, bertumbuh dan berlipat ganda.

 

Apa pun penyebab penderitaan yang sedang kita alami masing-masing sebagai pengikut Kristus, marilah kita jangan menghindar, lari, atau bahkan menolaknya. Marilah kita merangkul penderitaan itu dengan rela, karena senantiasa ada kasih karunia Kristus yang dinyatakan atas setiap orang percaya sejati. Bersama-sama, melalui setiap penderitaan, kita akan bertumbuh makin dewasa sebagai Gereja-Nya yang kuat di akhir zaman.

2021-06-27T21:20:07+07:00