Happy Ending

Kalau kita menonton film atau sandiwara, biasanya alur kisah dimulai dengan adegan ketika kondisi baik-baik saja. Kemudian, barulah muncul situasi yang tidak ideal: ada konflik, ada perjuangan, terjadi drama-drama, dan akhirnya masalah selesai dengan baik, alias happy ending. Memang ada kisah-kisah yang tidak berakhir dengan happy ending, tetapi umumnya lebih banyak kisah yang memiliki happy ending. Jarangnya kisah yang menyuguhkan kondisi akhir yang tidak ideal ini karena alur seperti ini cenderung kurang disukai penonton, yang sudah terbiasa menonton kisah dengan happy ending.

Dalam kehidupan manusia di seluruh dunia, kebanyakan orang juga sering kali mendambakan hidup yang berujung pada happy ending. Bercermin pada kisah-kisah film dan sandiwara, tanpa sadar kita pun banyak berharap sebuah akhir yang baik dalam kondisi kehidupan ini. Padahal kenyataannya, happy ending itu tidak kunjung datang, karena kehidupan memang belum selesai dan kita belum tiba di titik akhir. Belum ada ending. Tak sabar dan frustrasi menunggu datangnya happy ending, tak sedikit juga orang di dunia yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan memutus nyawanya sendiri karena berpikir itulah satu-satunya cara pasti untuk mengakhiri segala yang tidak happy di dalam hidupnya.

Kisah Yusuf, anak Yakub, juga dicatat di Alkitab sebagai kisah perjalanan yang penuh kesulitan dan perjuangan tetapi berujung pada happy ending. Kita melihat bahwa Yusuf akhirnya menjadi bahagia karena menjadi orang yang paling berkuasa di Mesir. Perjalanan Yusuf untuk menjadi penguasa Mesir penuh dengan kisah ketidakidealan dan kesulitan, tetapi karena keteguhannya memegang visi yang Allah nyatakan, Yusuf tetap setia memelihara iman dan menjaga visi dari Allah.

Selain Yusuf, kisah perjalanan Paulus juga penuh dengan ketidakidealan. Perjalanan pemberitaan injil yang dilakukan Paulus penuh dengan ancaman siksaan dan penjara yang selalu menantinya ketika Paulus berkunjung ke kota-kota tertentu. Akhir perjalanan hidup Paulus tidak menjadi penguasa seperti Yusuf, tetapi Paulus tetap mengatakan bahwa kehidupannya berakhir dengan bahagia, Paulus mengalami happy ending, sesuai suratnya kepada Timotius menjelang akhir hidupnya, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.”

Dari kehidupan Yusuf dan Paulus, kita dapat melihat perbedaan cara pandang dunia dengan visi Bapa. Sementara dunia melihat kebahagiaan itu dari yang dialami dan dirasakan saat ini juga, dalam bentuk memiliki kuasa, memiliki harta, memiliki kesehatan, memiliki hubungan dengan pasangan, dan sebagainya, bahagia sesuai visi Bapa adalah mengerjakan panggilan-Nya dan memelihara iman. Dan, happy ending dalam visi Bapa adalah kita kembali ke hadapan-Nya kelak sebagai orang yang disambut-Nya dan dipuji-Nya karena kesetiaan kita.

Dari perspektif visi Bapa, sesungguhnya hidup kita bisa bahagia (happy) meskipun belum selesai atau mati secara fisik (ending). Untuk mengalaminya, bagian yang penting adalah kita harus selesai dengan ego kita. Sumber konflik dalam relasi kita dengan sesama adalah karena ego yang dipertahankan, sehingga muncul rasa mengasihani dan membela diri sendiri. Kalau hidup kita berfokus pada visi Bapa, mengerti bahwa ada kasih karunia Bapa yang menyertai hidup kita dalam setiap kondisi, tentu kita akan rela untuk mematikan ego.

Kita sebagai anak-anak Bapa Surgawi tidak perlu menunggu sampai mati untuk bisa bahagia. Kita bisa mematikan ego dalam kehidupan di dunia ini sehingga kita bisa bahagia sesuai visi-Nya. Inilah happy ending yang sesungguhnya yang tersedia bagi setiap anak Tuhan. Jika kita mau bahagia, sederhana saja resepnya: fokuskan hidup kita pada visi Bapa yang penuh dengan kasih karunia, selesaikan semua ego, dan nikmati hidup yang happy dalam kasih karunia itu. Inilah happy ending sejati kita.

“Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.”  – 2 Timotius 4:7-8, TB

2023-05-24T15:04:28+07:00