Orang yang mencari pembapaan atau orang yang mau berhasil dalam hidupnya, perlu mengerti tentang hati anak. Mengapa kebenaran tentang hati anak penting? Yang pertama, syarat agar Tuhan jangan memukul bumi hingga musnah bukanlah hanya hati bapa yang berbalik kepada anaknya, namun juga hati anak yang berbalik kepada bapanya (Maleakhi 4:6). Yang kedua, Yesus bukan saja memberi gambaran tentang hati Bapa (Yoh 14:9), Ia juga memberi gambaran tentang hati anak. Ibrani 5:8 menuliskan bagaimana sebagai anak Ia belajar taat kepada Bapa.
Kisah anak yang hilang di Lukas 15:11-32 sering dikotbahkan untuk menggambarkan hati seorang bapa: Bapa yang menerima dan mengasihi tanpa syarat (walaupun anaknya sudah melakukan kesalahan), Bapa yang memulihkan kondisi seseorang yang sudah terpuruk. Sebenarnya kisah anak yang hilang ini juga menggambarkan hati anak.
Mari kita lihat kualitas hati anak melalui sikap hati, respons dan tindakan dari anak yang sulung dan yang bungsu:
– Hati anak adalah hati yang peduli terhadap apa yang menjadi concern/keperdulian bapanya, artinya hati yang mengerti hati bapanya, (anak sulung tidak mengerti hati bapanya, Luk. 15:31-32)
– Hati anak adalah hati yang mau menundukkan diri terhadap bapanya, (anak bungsu meminta harta bagiannya sebelum waktunya, Luk. 15:12)
– Hati anak adalah hati yang tulus, mengerjakan sesuatu bagi bapanya bukan dengan maksud untuk mencari upah, (anak sulung menuntut upah atas kerja kerasnya selama bertahun-tahun, Luk. 15:26)
– Hati anak adalah hati yang tidak mementingkan dirinya tapi mengusahakan kepentingan yang lebih besar: kepentingan Tuhan, kepentingan bersama (anak sulung dan bungsu memikirkan kepentingan diri)
Yesus memberi contoh bagaimana sebagai anak: Ia belajar taat, memberi waktu dengan bersekutu dengan Bapa, melakukan kepentingan Bapa, menyelesaikan tugas yang dipercayakan, memuliakan BapaNya. Hati anak sangat penting, bukan saja untuk kita pahami, namun juga untuk kita hidupi, supaya ada keseimbangan antara tuntutan terhadap adanya hati bapa dan perlunya kita menjadi seorang anak yang baik terhadap orang yang kita inginkan untuk membapai kita. Sering kita berharap bahwa bapalah yang harus proaktif, padahal Alkitab memberi gambaran bahwa Yosua, Elisa, Timotius, memberi waktu sebagai anak untuk membangun hubungan dengan bapa rohani mereka. Sering kali kita berpikir bahwa bapalah yang harus mendekati kita, peduli dengan kita, membela kita, serta mengerti pergumulan kita, tapi kita jarang menyadari apakah kita sudah menjadi anak yang baik. Apakah kita sudah menjadi anak yang mau mendukung bapanya, anak yang memberi waktu untuk mengerti hati bapanya, dst.?
Saya melihat kualitas hati anak ada pada diri Bp. Oktri, pemimpin jemaat Depok. Ia memberi informasi apa yang sedang dilakukannya, memberi kabar tentang keadaannya, serta memberi waktu untuk bertemu. Bukan saya yang mengejar dia, tapi ia yang mengejar saya untuk mendapatkan nasehat, membangun hubungan, dan untuk mengerti hati saya. Ia memberikan kepada saya, target dan rencana yang ia mau capai untuk jemaat Depok. Saya berkomitmen supaya Bp. Oktri berhasil. Tapi untuk berhasil, ia perlu banyak memberi waktu untuk belajar dari saya dan saya juga memberi waktu untuk dia. Kata kuncinya, harus ada “saling”, sehingga hubungan bapa dan anak bukanlah sebuah ikatan pelayanan atau ikatan organisasi, namun juga ada ikatan emosi, ikatan batin, ikatan hati dan ikatan visi. Kasih menyatukan hubungan dan visi memberi arah bagi hubungan tersebut. Hubungan kami mengarah kepada tujuan agar banyak orang mengenal Tuhan, jumlah murid bertambah, jemaat bertumbuh menjadi semakin kuat dan melahirkan jemaat-jemaat baru. (Sumarno Kosasih, Penatua Jemaat Abbalove Ministries)