//Henokh : Orang Beriman yang Berkenan kepada Allah

Henokh : Orang Beriman yang Berkenan kepada Allah

Dalam Perjanjian Lama, nama Henokh mungkin tidak terlalu berpengaruh terhadap kehidupan kita. Namun, sebenarnya ada dua nama Henokh yang tertulis dalam kitab Kejadian. Henokh yang tertulis dalam Kejadian 4:16-18 adalah anak laki-laki Kain, yang pergi menjauh dari hadapan Tuhan. Nama “Henokh” berarti “dedikasi”, “prakarsa”, dan “guru”. Henokh anak Kain hidup tak jauh dari sifat ayahnya, yang menjauh dari Tuhan. Ibarat membelakangi matahari, Henokh anak Kain hidup dengan bayangan gelap berada di depan langkahnya. Terang dari cahaya matahari tidak dapat dilihatnya di depan, karena dia tidak berbalik dan memandang serta berjalan ke arah matahari itu. Nama yang seharusnya didedikasikan untuk memuliakan Tuhan berubah menjadi kebanggaan diri sendiri. Henokh yang berarti prakarsa kebaikan, berubah menjadi egois, keras kepala, dan fasik.

 

Sosok yang kedua ialah Henokh yang sering dibahas di kalangan orang Kristen sebagai teladan iman, yang kita bahas pula di sepanjang kelanjutan artikel ini. Sosok ini tertulis dalam Kejadian 5:21-24. Henokh yang diangkat ke surga tanpa mengalami kematian fisik. Henokh lahir dari keturunan Set dan menyerahkan diri kepada Tuhan, bahkan hidup bergaul akrab dengan Tuhan. “Setelah Henokh hidup enam puluh lima tahun, dia memperanakkan Metusalah. Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah selama tiga ratus tahun lagi, setelah dia memperanakkan Metusalah, dan dia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. Jadi Henokh mencapai umur tiga ratus enam puluh lima tahun. Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu dia tidak ada lagi, sebab dia telah diangkat oleh Allah,” (Kej. 5:21-24).

 

Ayah Henokh adalah Yared (Kej. 5:18). Anak laki-laki Henokh adalah Metusalah, yang menjadi manusia tertua di dunia karena meninggal saat berusia 969 tahun. Henokh disebut sembilan kali di dalam Alkitab. Yang pertama kali ialah dalam Kejadian 5:18, untuk menjelaskan kelahirannya; juga dalam 1 Tawarikh 1:3, untuk menjelaskan silsilahnya; serta dalam Lukas 3:37, untuk meyakinkan orang Yahudi tentang garis keturunan Yesus dari Maria, bahwa Mesias adalah keturunan Abraham. Yang jelas, Henokh merupakan salah satu pahlawan iman dan teladan iman yang luar biasa, yang oleh karena imannya itu berkenan kepada Allah. Kita akan mempelajari iman yang Henokh miliki itu, agar kita pun dapat memilikinya.

 

Iman Henokh membuat hidupnya bergaul akrab dengan Allah

Hidup Henokh benar-benar luar biasa karena dia hidup sesuai arti namanya: “berserah”, “patuh”. Dia menyerahkan diri kepada Tuhan dengan cara yang amat nyata, yaitu “hidup bergaul dengan Allah”. Pada awalnya, Henokh hidup seperti orang biasa sampai usia 65 tahun. Lalu, ada sesuatu yang terjadi ketika dia memperanakkan Metusalah, dan selanjutnya dia hidup bergaul dengan Allah selama 300 tahun. Seperti layaknya seorang kekasih yang setiap hari tidak pernah absen untuk berbincang-bincang dengan pujaan hatinya, demikianlah Henokh selalu berbincang-bincang dengan Allah setiap saat. Baginya, tiada hari tanpa perbincangan akrab dengan Allah. Iman Henokh bahwa Allah ada, Allah hidup, dan Allah ingin berhubungan akrab dengan dirinya membuatnya hidup bergaul dengan Allah.

 

Iman Henokh mengecam perbuatan dosa

Rasul Yudas menulis pula tentang Henokh, “Juga tentang mereka Henokh, keturunan ketujuh dari Adam, telah bernubuat, katanya: ‘Sesungguhnya Tuhan datang dengan beribu-ribu orang kudus-Nya, hendak menghakimi semua orang dan menjatuhkan hukuman atas orang-orang fasik karena semua perbuatan fasik, yang mereka lakukan dan karena semua kata-kata nista, yang diucapkan orang-orang berdosa yang fasik itu terhadap Tuhan,’” (Yud. 1:14-15). Kekudusan Henokh terlihat dari perilakunya yang menjaga kesalehan hidup serta menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak berkenan kepada Tuhan. Dia mengecam orang-orang fasik yang hidupnya penuh dosa dan gaya hidupnya tidak benar di hadapan Tuhan. Oleh imannya akan kekudusan Allah, dia memberi peringatan bahwa ada hukuman Tuhan atas setiap perbuatan dosa.

 

Iman Henokh menjadikan hidupnya berkenan kepada Allah

Ada tertulis, “Karena iman Henokh terangkat, supaya dia tidak mengalami kematian, dan dia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya. Sebab sebelum dia terangkat, dia memperoleh kesaksian, bahwa dia berkenan kepada Allah. Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, dia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia,” (Ibr. 11:5-6). Hidup Henokh yang terus-menerus bergaul dengan Allah dan terjaga kesalehannya membuat Allah berkenan kepada Henokh. Allah sangat disenangkan atas hidup Henokh.

 

Iman Henokh membangun keintiman dengan Allah

Nama Henokh tercantum dalam Kitab Ibrani 11 sebagai salah satu pahlawan iman karena dia adalah orang yang sungguh-sungguh beriman kepada Allah. Dia beriman bahwa Allah ada dan bahwa Allah memberi upah kepada dia yang mencari dan yang membangun keintiman dengan Dia. “TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka,” (Mzm. 25:14). Iman memang perlu dibangun. Iman tidak bisa diperoleh dengan cepat. Henokh membangun hubungan yang intim dengan Tuhan dari waktu ke waktu dan mencapai puncaknya saat dia diangkat ke surga.

 

 

Secara khusus mengenai keintiman hubungan dengan Allah, dari proses iman Henokh kita dapat melihat bahwa membangun keintiman dengan Allah perlu dilakukan melalui tiga level keintiman:

 

  1. Keintiman reaktif

Umumnya, manusia bereaksi terhadap sesuatu yang menghalangi tujuan atau keinginannya; tak peduli orang tersebut adalah rohaniawan atau awam, Kristen dewasa atau anak-anak. Keintiman pada level ini adalah keintiman reaktif, yaitu situasi, masalah, atau kebutuhan membuat seseorang mencari Tuhan. Contohnya mudah kita lihat sehari-hari. Ada orang yang mencari Tuhan bila perusahaan atau bisnisnya mengalami kebangkrutan. Ada juga yang panik dan berdoa dengan sungguh-sungguh ketika suami atau isteri meminta cerai. Ada juga yang berdoa mencari petunjuk Tuhan ketika anggota keluarga yang sakit dan menderita atau berbagai masalah hidup yang lain. Ini semua merupakan bentuk keintiman yang reaktif. Keintiman reaktif tidak salah, tetapi sifatnya tidak menetap serta tidak bisa kita andalkan untuk pertumbuhan iman/spiritual kita. Kita tahu bahwa sebelum Henokh memperanakkan Metusalah pada usia 65 tahun, dia pun belum membangun keintiman yang sungguh-sungguh dengan Tuhan. Musa menuliskannya, “Setelah Henokh hidup enam puluh lima tahun, dia memperanakkan Metusalah,” (Kej. 5:21). Rupanya, sebelum kelahiran Metusalah, Henokh hidup normal seperti orang lain. Henokh awalnya hanya mencari Tuhan dari hal-hal yang dia dengar tentang Tuhan serta sangat dipengaruhi oleh jiwa kedagingannya sebagai manusia.

 

  1. Keintiman aktif

Tentunya, hingga tiba pada level yang luar biasa dan dipandang berkenan oleh Tuhan, Henokh tidak puas dengan level keintiman reaktif saja dengan Tuhan. Tercatat oleh Musa bahwa Henokh aktif bergaul dengan Allah dalam kurun waktu ratusan tahun, ”Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah selama tiga ratus tahun lagi, setelah dia memperanakkan Metusalah, dan dia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. Jadi Henokh mencapai umur tiga ratus enam puluh lima tahun,” (Kej. 5:22-23). Dalam level keintiman aktif dengan Tuhan, manusia mengembangkan kebiasaan berdialog dengan Tuhan hingga hubungannya dengan Tuhan menjadi makin lama makin akrab. Ini berarti manusia membangun keintiman yang aktif dengan Allah dengan melibatkan Allah dalam segala hal dalam kehidupannya, termasuk bergantung pada petunjuk Allah dan belajar melakukan kehendak Allah (mempraktikkan Firman-Nya).

 

Pada level keintiman aktif dengan Allah, kita perlu mengembangkan beberapa kebiasaan berikut:

  1. Memiliki pikiran Kristus

Salah satu aspek iman yang perlu kita percaya ialah bahwa kita memiliki pikiran Kristus. Aktiflah berlatih dengan tekun untuk membangun persekutuan pribadi dengan Allah di dalam pikiran. Tentang hal ini, Paulus berkata, “Sebab: ‘Siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan, sehingga dia dapat menasihati Dia?’ Tetapi kami memiliki pikiran Kristus,” (1 Kor. 2:16). Allah menolong kita untuk membangun keintiman aktif dengan Dia di dalam pikiran. Bagaimana caranya? Kita harus merenungkan dan memikirkan Firman Tuhan setiap saat di dalam situasi apa pun, karena Firman itu adalah Kristus, yang hidup dan berkuasa untuk membangun iman kita.

 

  1. Mengucapkan perkataan Kristus

Dalam keintiman yang aktif dengan Tuhan, kita melatih diri untuk terbiasa mempraktikkan perkataan Kristus. “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu,” (Kol. 3:16). Mulut kita perlu dilatih untuk mengucapkan perkataan Kristus, karena perkataan Kristus ialah Firman kebenaran yang menumbuhkan iman setiap kali didengar oleh telinga.

 

  1. Melakukan perbuatan yang mencerminkan Kristus       

Hidup dalam iman akan menjadi karakter jika kebiasaan iman dibangun terus-menerus. Hal ini seperti segala keahlian manusia. Jika seseorang terus-menerus berlatih menyetir mobil, dia akan mahir menyetir mobil; olahragawan menjadi ahli karena terus-menerus berlatih; dan demikian pula halnya dengan segala keahlian lainnya. Jangan putus asa jika hubungan pribadi Anda dengan Allah belum maksimal. Tetaplah bertekun dalam iman untuk terus mengikuti teladan Yesus dengan terus-menerus membiasakan diri melakukan perbuatan-perbuatan yang mencerminkan Kristus sendiri. Salah satunya ialah mengasihi. Setialah melakukan berbagai tindakan kasih yang aktif, dengan iman bahwa Anda adalah cerminan Kristus, Sang Kasih itu sendiri. “Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna,” (Mat. 5:45-48).

 

  1. Keintiman Otomatis

Inilah puncak keintiman Allah dengan manusia: keintiman yang otomatis, atau yang terus-menerus ada dengan sendirinya sebagai sesuatu yang wajar dan permanen. Inilah level iman Henokh dalam hubungannya dengan Allah. Henokh biasa bergaul akrab dengan Tuhan dan inilah cara dia menjalani kehidupannya sehari-hari setiap saat. Saat usia Henokh berakhir, Allah membawa Henokh kembali ke surga langsung tanpa melewati proses kematian, karena Allah tidak mau berpisah sama sekali dengan Henokh. “Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu dia tidak ada lagi, sebab dia telah diangkat oleh Allah,” (Kej. 5:21-24). Level keintiman dengan Allah yang otomatis ini terjadi adalah keintiman yang bukan sekadar terpicu oleh situasi atau kesulitan, atau yang masih harus diusahakan susah-payah dengan aktif, melainkan hubungan akrab yang pribadi dan tidak hilang/rusak oleh apa pun.

 

 

Iman Anda pun bisa menjadi seperti iman Henokh

Untuk mencapai level hubungan yang intim secara otomatis dengan Allah, kita tidak bisa hanya sesekali berusaha bergaul dengan Allah atau kadang-kadang saja mempraktikkan iman saat mengalami kesulitan. Iman perlu dibangun setiap saat dan terus-menerus, di dalam segala situasi. Iman bertumbuh menjadi dewasa dalam proses ini. Seperti Henokh, kita perlu membangun persekutuan dengan Tuhan melewati tiga level keintiman. Melaluinya, iman Anda pun bisa menjadi seperti iman Henokh. Berjalanlah dengan Tuhan setiap hari, alami perjumpaan dengan Tuhan dalam setiap fase kehidupan Anda, hingga Anda dewasa dalam iman dan menjadi orang yang berkenan kepada Allah.

2021-04-28T10:39:10+07:00