/, Teaching/Hidup baru di dalam Kristus

Hidup baru di dalam Kristus

Setelah pada bulan lalu kita belajar di dalam Injil Lukas tentang murid Kristus sebagai penjala manusia, kali ini kita akan berlanjut kepada Injil Yohanes. Injil Yohanes ditulis kepada murid-murid Kristus yang mulai terkontaminasi oleh pengajaran-pengajaran sesat yang tidak percaya bahwa Yesus adalah Allah 100% dan Manusia 100%, sehingga pemahaman mereka menjadi keliru. Pemahaman yang keliru ini sangat berbahaya, sampai-sampai Yohanes menuliskan tujuan ditulisnya Injil Yohanes dalam Yohanes 20:31:”…tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.”

Jadi, tujuan penulisan kitab Injil Yohanes adalah supaya murid-murid Yesus yang telah tercemar oleh pengajaran sesat tersebut mengerti bahwa Yesus adalah Mesias dan Anak Allah. Mesias artinya Raja penyelamat yang diurapi, dan Anak Allah artinya Yesus adalah Allah. Dengan pemahaman yang benar tersebut, para pembaca dapat memperoleh iman yang olehnya mereka memperoleh hidup yang kekal.

Firman Memperanakkan, Menjelma, dan Berdiam di Antara Manusia

Oleh sebab tujuan itu, kitab Injil Yohanes dimulai dari sebelum dunia diciptakan: “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah,” (Yoh. 1:1). Orang -orang yang menerima Yesus sebagai Mesias dan Anak Allah pasti akan dilahirkan kembali oleh Firman untuk menjadi anak-anak Allah (Yoh. 1:12-13). Bahkan selanjutnya, Firman itu dikatakan telah menjelma menjadi manusia dan berdiam di antara manusia (Yoh. 1:14). Akhirnya, kita tahu bahwa tujuan penjelmaan Yesus bukan hanya untuk menebus manusia dari dosa tetapi agar kita dapat menjadi tempat kediaman Allah, yaitu Allah berdiam di dalam dan di antara manusia (Yoh. 2:19-22; 14:1-23).

Sekarang kita dapat melihat bahwa karena dilahirkan oleh Firman, kita telah diciptakan sebagai manusia baru yang didiami oleh Kristus baik secara pribadi maupun secara korporat. Secara pribadi, kita diciptakan kembali sebagai ciptaan baru yang serupa dengan Kristus (2 Kor. 5:16-17). Namun, secara korporat kita juga diciptakan sebagai manusia baru yang serupa Kristus (Ef. 2:15; Kol. 3:8-11). Bagaimana proses menjadi ciptaan/manusia baru itu terjadi? Hal itu tidak dapat dihasilkan oleh usaha manusia, tetapi hanya oleh proses kelahiran baru. “Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah,” (Yoh. 3:5).

Manusia Baru Hidup dalam Kasih

Selanjutnya, mari kita melihat bagaimana gaya hidup manusia baru itu dan membandingkan apa perbedaan manusia baru dan manusia lama itu. Manusia lama adalah siapa kita di dalam persekutuan dengan Adam (1 Kor. 15:22). Dahulu sebelum kita lahir baru, kita bersekutu erat dengan Adam, dan ini berarti boleh dikatakan kita adalah anggota tubuhnya Adam. Akibat persekutuan dengan Adam (kepala kita), apa yang terjadi pada Adam terjadi pula pada kita. Ketika Adam jatuh ke dalam dosa, kita semua ikut jatuh ke dalam dosa. Ketika Adam terputus hubungannya dengan Allah Sang Kasih itu, kita pun terputus dari Sang Kasih itu. Akibat terputusnya kita dari kasih Allah, kita menjadi haus untuk dikasihi, sementara kita tidak mampu lagi mengasihi orang lain dengan kasih Allah. Inilah ciri manusia lama.

Manusia lama selalu menuntut untuk dikasihi sedangkan ia tidak mampu mengasihi dengan kasih Allah. Kasih manusia lama adalah kasih bersyarat, yaitu kasih yang timbal balik (Mat. 5:46). Kita sering kali tanpa disadari selalu mempraktikkan kasih manusia yang timbal balik, atau kasih yang egois. Kita berpikir hal itu adalah normal. Itu semua adalah ciri-ciri manusia lama. Seharusnya kita hidup dengan cara hidup yang baru, yaitu cara hidup manusia baru. Apakah gaya hidup manusia baru itu? Manusia baru itu tidak butuh dikasihi oleh manusia, sebab sejak ia lahir baru ia telah dikasihi sepenuhnya oleh Allah. Jadi, sebagai manusia baru marilah kita berhenti menuntut dikasihi. Sifat manusia baru adalah mengasihi. Sama seperti garam, ia tidak perlu digarami, tetapi memiliki sifat dan kemampuan untuk menggarami. Terang tidak perlu diterangi, tetapi justru menerangi. Itulah sebabnya, Yohanes banyak menguraikan ciri-ciri manusia baru yang adalah mengasihi.

Bila kita menuntut untuk dikasihi, kita pasti akan mudah terluka, kecewa, takut dan mengalami suasana neraka di bumi. Semua problem emosi dalam hubungan datang dari tuntutan untuk dikasihi. Suami istri yang saling menuntut untuk dikasihi tanpa mengasihi dengan kasih Allah pasti hidup dalam luka, kecewa, takut dan akhirnya berakhir dengan perceraian. Orang yang menuntut dikasihi di dalam gereja tanpa mau mengasihi dengan kasih Allah pasti berakhir dengan perpindahan atau perpecahan gereja.

Dimulai dengan Iman, Bukan Perbuatan

Lebih jauh lagi, kita akan melihat bagaimana caranya kita dapat berhenti menuntut untuk dikasihi dan mulai praktik mengasihi dengan kasih Allah. Ternyata, kita tidak dapat memulainya dengan perbuatan terlebih dahulu. Memulainya dengan perbuatan justru pasti akan gagal total. Mengapa? Menjadi manusia baru dan menanggalkan kelakuan manusia lama, adalah pekerjaan kasih karunia oleh iman: “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah,” (Ef. 2:8).

Demikianlah, hidup sebagai manusia baru adalah berdasarkan pekerjaan kasih karunia. Bagaimanakah kita mengalami pekerjaan kasih karunia itu? Caranya adalah oleh iman.
Karena itulah, Yohanes menulis kitab Injil Yohanes supaya kita yang merenungkannya mendapatkan peneguhan iman (Yoh. 20:31). Materi renungan kita pada bulan ini ditulis dari Injil Yohanes dan berfokus pada hidup baru di dalam Kristus, agar kita memiliki iman untuk hidup mengasihi sebagai manusia baru.

2020-04-22T14:35:42+07:00