///Hidup Bersama

Hidup Bersama

Physical distancing dan social distancing menjadi kata-kata yang sering terdengar di telinga kita sejak awal pandemi tahun ini. Aku pun mengalaminya. Dari hari-hari yang biasa kunikmati sambil bertemu dengan ibu-ibu di sekolah pada jadwal mengantar-jemput anak, dengan ibu-ibu sesama pembelanja di pasar, dengan ibu-ibu di sekitar lingkungan kompleks rumah, kini hari-hari kujalani sambil mengisolasi diri di dalam rumah bersama keluarga saja.

 

Sejak 16 Maret lalu, saat pertama kalinya Indonesia menerapkan kebijakan yang membuat kita semua “di rumah saja”, aku mulai menghitung hari, lalu menghitung minggu, dan akhirnya menghitung bulan. Tanpa sadar, isolasi atau jaga jarak dengan manusia lainnya selain keluarga telah membawa perubahan tertentu dalam ritme kehidupanku. Tiba-tiba, rasa cemas mulai sering muncul, seiring penantianku akhir dari situasi ini. Perlahan, perasaan itu beranjak ke tingkat yang lebih tinggi; aku mulai merasa tidak aman dalam segala hal sehari-hari. Ketika akhirnya sebuah istilah baru keluar di berbagai publikasi, new normal, segala asa di benakku selama masa isolasi ini pun patah. Kehidupan normalku yang dulu tak akan kembali lagi.

 

Ya, segalanya memang tidak akan kembali, termasuk hari-hariku yang penuh kebersamaan dengan orang lain. Aku harus mempersiapkan diri untuk suatu kehidupan dan kenormalan yang baru, yang sepertinya akan terasa lebih sepi karena isolasi tetap harus dijalani.

 

Tak lama setelah kesadaran itu muncul, tibalah hari Minggu. Anganku pun melayang. Aku teringat akan masa ketika bertemu saudara-saudari seiman di gereja: melayani bersama, bercengkrama dan bercanda, saling menguatkan, dan menikmati hadirat Tuhan bersama-sama. Kini, semua itu tak akan pernah kembali sama lagi. Hubungan-hubungan yang dulu terbangun secara alamiah oleh pertemuan langsung secara fisik, kini tergantikan dengan hubungan secara virtual. Rasanya sepi itu semakin mendalam…

 

Namun, bukankah Tuhan selalu ada dalam setiap masa?

Yesaya 43:1-4 berkata, “…Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, atau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau… Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau.

 

Aku belajar bahwa situasi tidak boleh mengontrol imanku kepada Tuhan. Menerima semuanya yang Tuhan berikan hari ini dan mensyukurinya menjadi kunci untuk bisa bangkit, karena janji-Nya tetap sama: Dia selalu baik, pekerjaan-Nya sempurna, dan yang Dia berikan pastilah yang terbaik. Masalahnya, percaya, menerima, dan mensyukuri inilah yang sulit…

 

Dalam Kisah Para Rasul, dikatakan bahwa jemaat mula-mula (dengan segala situasi dan tekanan kehidupan yang mereka sendiri alami pada masa itu, yang tentu sangat berbeda daripada yang kita alami pada masa ini) “bertekun… dalam persekutuan” (Kis. 2:42). Rupanya, inilah rahasianya! Tak seorang pun yang sanggup berjuang dalam iman sendirian, dan jemaat mula-mula menyadarinya. Mereka hidup bersama dalam persekutuan, secara tekun, setiap hari dan setiap saat, bahkan dalam hampir segala hal. Mereka memiliki kesetiakawanan yang sangat tinggi sehingga harta benda milik pribadi menjadi milik bersama. Mereka sehati berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka berkumpul dan memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah (Kis. 2:44-47). Kehidupan jemaat mula-mula menjadi teladan bagiku untuk hidup bersama di dalam tubuh Kritus, karena mereka tidak puas hanya melakukan hal-hal religius bersama-sama. Tak heran, jika jumlah mereka terus bertambah…

 

Situasi baru dan kehidupan normal baru semestinya tak mengurangi rasa kebersamaan kita di dalam komunitas sel dan kelompok pemuridan. Aku yang dulu “mengandalkan” kebersamaan langsung secara fisik dengan mereka dalam berbagai aktivitas religius di gedung gereja atau program gereja, kini belajar menikmati kebersamaan dalam pertemuan virtual yang rutin kami adakan. Yang kami lakukan bersama bukanlah hanya “memindahkan” aktivitas religius dari cara langsung ke media jarak jauh, tetapi kami belajar hidup bersama sebagai sesama saudara/i seiman, sebagai sesama anggota Tubuh Kristus. Kami saling menguatkan dalam pergumulan sehari-hari, saling memberi ide kegiatan yang harus dilakukan untuk anak-anak kami, saling memberi ide peluang baru dalam usaha dan pekerjaan masing-masing. Pertemuan-pertemuan virtual ini pun berkembang menjadi “keluarga iman” bagiku. Hidup di rumah saja ternyata tidak harus berarti kesepian!

 

Hidup dalam komunitas sejati sebagai Tubuh Kristus memang sangatlah berbeda, sukacita terasa lebih meresap karena dinikmati bersama, dan beban terasa lebih ringan karena ditanggung bersama. Saat ada salah satu di antara kami ada yang akan melahirkan, kami tak hanya mendoakan; kami semua memastikan kebutuhan makan ibu melahirkan ini beserta keluarganya tercukupi selama berada proses persalinan dan pemulihan di rumah sakit, membantu mempersiapkan perlengkapan sang bayi, dan melakukan banyak hal praktis untuk saudari seiman kami ini. Meski pandemi dan kami terpisah oleh lokasi, dalam komunitas Tubuh Kristus kami saling menolong dan mengalami Dia bersama-sama.

 

Hari ini, jika Anda sendiri masih merasa sepi dan terisolasi, bergabunglah dengan orang-orang yang dapat membuat iman Anda semakin bertambah setiap hari. Temukan saudara/I seiman, “keluarga iman”, yang sesungguhnya memang Anda butuhkan. Di tengah-tengah situasi yang sulit akibat wabah ini, berjalanlah bersama dan bergeraklah bersama; Anda akan melihat sekaligus turut mengambil bagian dalam perkara-perkara ajaib yang Tuhan kerjakan di tengah-tengah komunitas sejati, yaitu komunitas Tubuh Kristus.

 

Pertanyaan Refleksi:

  1. Apa itu komunitas sejati menurut Anda sendiri? Renungkan contohnya di Kisah Para Rasul 2:42-47.
  2. Apakah Anda sudah memiliki komunitas seperti itu saat ini? Jika belum, apakah yang menghalangi Anda memiliki komunitas seperti itu?
  3. Berdoalah dan usahakanlah agar Anda memiliki komunitas sejati yang hidup bersama sebagai Tubuh Kristus. Lalu, lakukan bagian Anda sebagai anggota dari komunitas sejati itu.
2020-08-29T09:11:54+07:00