Malam itu adalah perayaan Paskah. Seperti biasanya, Jenny mengikuti ibadah youth, meskipun secara online saja melalui YouTube.
“Ihh… Kesel!” gerutu Jenny saat melihat temannya yang sedang melayani sebagai dancer di panggung. “Kenapa sih aku gak bisa kayak dia? Dia bisa ‘nari, aku bisa apa?” pikirnya. Makin keren gerakan temannya itu, makin resah perasaan yang bergejolak di dalam diri Jenny. Memang, seperti remaja pada umumnya, insecure* menjadi sebuah persoalan “rumit” yang harus dibenahi di dalam diri Jenny.
Youth, seringkah kamu merasa seperti Jenny? Merasa tidak bisa apa-apa, merasa tidak bertalenta sama sekali, atau merasa tidak memiliki karunia yang cukup “wah”. Ketika melihat orang lain yang lebih ahli atau memiliki bakat yang lebih bersinar, seketika muncul rasa insecure di dalam diri. Mungkin, kamu seperti Jenny juga dalam hal ini…
Sebenarnya, Tuhan tidak mungkin lupa memberi kita masing-masing talenta dan karunia. Setiap orang pasti memiliki talenta dan karunianya masing-masing dari Tuhan. Ada yang jago menggambar, ada yang mahir bernyanyi, ada juga yang pandai menari. Bahkan, ada juga yang sangat terampil mengurus dan bermain dengan anak-anak kecil. Itu juga merupakan talenta, lho! Kenapa ya, Tuhan memberikan talenta dan karunia yang unik-unik itu?
Kalau kita membaca penjelasannya di dalam Alkitab, Tuhan memberi kita talenta dan karunia dengan tujuan yang jelas. Dia ingin kita menggunakan talenta dan karunia kita untuk melayani dan membangun orang lain. Ingat, bukan hanya untuk disimpan sendiri atau dibangga-banggakan di hadapan para pengagum! Rupanya, maksud Tuhan adalah dengan kita melayani orang lain menggunakan talenta dan karunia yang kita miliki dari Dia, nama-Nya akan makin dipermuliakan. Singkatnya, makin banyak orang yang akan kagum kepada Tuhan (sekali lagi, bukan kagum kepada kita!). Firman Tuhan bilang tentang maksud Tuhan ini, “Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah. Jika ada orang yang berbicara, baiklah dia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah; jika ada orang yang melayani, baiklah dia melakukannya dengan kekuatan yang dianugerahkan Allah, supaya Allah dimuliakan dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus. Ialah yang empunya kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya! Amin.” (1 Ptr. 4:10-11)
Talenta dan karunia banyak sekali macamnya. Untuk melayani orang lain, kita tidak harus menjadi pendeta atau pengkhotbah yang punya karunia berbicara atau harus menjadi worship leader yang jago bernyanyi dan punya suara merdu. Coba perhatikan perkembangan zaman. Sekarang ini, ada banyak sekali cara untuk melayani Tuhan. Di mana atau dalam hal apa kamu terampil dan bisa memberi manfaat untuk orang lain? Misalnya, selagi masa pandemi, kamu bisa melayani jemaat dengan menjadi operator acara ibadah di Zoom atau menjadi usher alias penyambut jemaat di acara ibadah di YouTube. Mungkin, kamu juga bisa menggambar berbagai desain keren untuk dijadikan konten promosi acara-acara diskusi online di gereja yang diunggah di berbagai media sosial, atau meracik minuman dan makanan ringan yang dikirimkan ke tim yang membuat rekaman acara ibadah di gereja supaya seluruh jemaat bisa mengikuti versi online-nya. Banyak sekali caranya.
Nah, bisa jadi, dengan segala pembahasan soal melayani ini, kamu justru jadi bertanya-tanya, mengapa kita harus melayani? Well, sebenarnya alasannya jelas: karena salah satu bentuk kasih yang adalah melayani. Tuhan Yesus sendiri, semasa hidup-Nya di dunia pun, melayani orang lain. Dia bahkan pernah berkata tentang misi hidup-Nya sebagai manusia, “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang,” (Mrk. 10:45). Sebagai pengikut Yesus, pasti kita akan mengikuti teladan Yesus, bukan teladan yang lain. Yesus saja yang adalah Tuhan mau turun tangan dan mengorbankan diri dalam melayani, mengapa kita belum rela melakukan yang sama?
Yesus sudah memberikan teladan melayani dan mengasihi yang sangat sempurna. Dalam Alkitab, diceritakan banyak sekali buktinya. Yesus menyuguhkan makanan dan minuman untuk murid-murid-Nya, Yesus mencuci kaki murid-murid-Nya, bahkan Yesus mati dengan cara yang sangat menderita demi menggantikan posisi kita semua yang seharusnya mati karena dosa-dosa kita! Sulit dipercaya, tetapi itulah kasih-Nya: melayani.
Dalam giliran kita sekarang untuk melayani Tuhan dan melayani orang lain, kita bisa mulai melayani dari rumah kita sendiri, kemudian di komunitas bersama teman-teman seiman. Di dalam Gereja, ada istilah “tubuh”, yang merujuk pada arti Gereja adalah Tubuh Kristus, dengan kita adalah anggota Tubuh Kristus dan Kepalanya ialah Tuhan Yesus sendiri. Bagaimana maksudnya?
Korintus 12:12 dan 14 berkata, “Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus. … Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota. Andaikata kaki berkata: ‘Karena aku bukan tangan, aku tidak termasuk tubuh,’ jadi benarkah dia tidak termasuk tubuh?”
Dalam Gereja, pasti kita bertemu dan berinteraksi dengan berbagai macam orang, dengan talenta dan karunia masing-masing yang berbeda-beda. Namun, prinsipnya tetap sama: Tuhanlah yang menjadi Kepala atas semuanya. Kepala di sini berarti “pemimpin” dan “yang utama”. Di dalam tubuh makhluk hidup, kepala merupakan tempat otak dan saraf, sementara saraf pada otak berfungsi untuk memerintah setiap anggota tubuh untuk berfungsi atau bergerak. Kalau tubuh tidak terhubung dengan kepala, secara otomatis anggota tubuh tidak berfungsi seperti semestinya, bahkan tidak bisa bergerak. Ini adalah analogi keberadaan kita dalam konteks saling melayani sebagai anggota-anggota Tubuh Kristus. “Kepala” kita tetaplah Kristus dan kita hanyalah alat-Nya, yang harus berfungsi. Bukan sebaliknya. Sayangnya, tidak sedikit juga di antara kita yang lupa dengan prinsip ini. Seharusnya saling melayani untuk kemuliaan Allah, justru jadi saling insecure atau iri dengan talenta dan karunia orang lain. Seharusnya saling melayani untuk kemuliaan Allah, justru jadi malas dan apatis terhadap kebutuhan orang lain. Seharusnya saling melayani untuk kemuliaan Allah, justru mencari kebanggaan untuk diri sendiri.
Ketika kita terhubung kepada Kristus senantiasa, kita akan punya fokus untuk mengalami kasih-Nya terus-menerus, maka kita tidak akan menghiraukan hal-hal lainnya lagi. Kita tidak lagi peduli siapa punya karunia apa atau talenta siapa yang kelihatan paling keren, kita tidak lagi mementingkan kenyamanan diri sendiri karena sadar dengan talenta dan karunia kita sendiri yang bisa kita pakai untuk melayani orang lain, dan kita tidak lagi menunggu-nunggu orang lain memuji kita dalam pelayanan yang kita lakukan. Semua itu bukan lagi masalah, karena yang terpenting hanya kasih Kristus. Inilah tandanya kita bertumbuh jadi makin dewasa secara rohani, yang artinya kita jadi makin serupa dengan karakter Kristus, Sang Kepala kita. Bayangkan kalau setiap anggota Tubuh Kristus bertumbuh makin dewasa secara rohani, pasti seluruh Tubuh Kristus itu juga bertumbuh makin dewasa, makin kuat, dan makin serupa dengan yang Kristus inginkan!
Kesimpulannya, melayani merupakan respons yang wajar dan pasti dari kesadaran kita bahwa kita telah dikasihi secara utuh, termasuk bahwa kita diberi talenta dan karunia yang khusus dan unik. Sadari kebenaran ini sungguh-sungguh mulai sekarang dan layanilah satu sama lain sebagaimana diri kita yang dianugerahkan Tuhan. Tidak usah merasa insecure lagi dengan talenta atau karunia orang lain, dan jangan merasa bangga juga kalau kamu memiliki talenta atau karunia yang “diidam-idamkan” banyak orang lain. Ingat, semuanya itu berasal dari Allah dan harus kembali digunakan untuk kemuliaan-Nya.
*Insecure: rasa tidak aman karena persepsi pribadi bahwa diri sendiri lebih rendah/buruk daripada orang lain; sering muncul ketika orang membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain yang dianggap lebih hebat atau unggul