///Jonathan Edwards : Sang Pembawa Kebangkitan Besar

Jonathan Edwards : Sang Pembawa Kebangkitan Besar

Jonathan Edwards lahir pada tanggal 5 Oktober 1703 di East Windsor, Connecticut, Amerika Serikat. Ayahnya, Timothy Edwards (1668-1759), ialah seorang pendeta di East Windsor (daerah yang kini disebut South Windsor), sedangkan ibunya, Ester Stoddard, ialah putri dari pendeta bernama Salomo Stoddard dari Northampton, Massachusetts. Jonathan merupakan satu-satunya anak laki-laki dari sebelas anak pasangan itu.

 

Timothy Edwards melatih semua anaknya untuk menerima pendidikan yang baik, termasuk putri-putrinya, meski banyak orang pada masa itu tidak mementingkan Pendidikan bagi kaum perempuan. Jonathan sendiri, sebagai satu-satunya anak laki-laki, sudah belajar bahasa Latin pada usia 6 tahun. Pada usia 13 tahun, ia pun sudah fasih berbahasa Yunani dan Ibrani. Ia bahkan masuk Yale College tahun 1716, ketika masih di bawah usia 13 tahun, dan akhirnya menerima gelar sarjana, gelar magister, serta dua tahun menetap di kampus Yale College sebagai dosen. Pada usia 17 tahun, ia melanjutkan karya menjadi tutor di Yale University. Pada usia 24 tahun, ia menjadi pendeta di jaringan gereja Kristen Congregational, yaitu kumpulan gereja-gereja Kristen lokal otonom yang menganut doktrin Reformed. Di sepanjang hidupnya, Jonathan Edwards kemudian dikenal sebagai filsuf, teolog, pendeta, pengajar (dosen, tutor), dan misionaris.

 

Seluruh karya-karya Jonathan Edwards, termasuk yang tidak dipublikasikan untuk umum, kini tersedia di situs web resmi The Jonathan Edwards Center at Yale University*. Karya-karya proyek Jonathan selama di Yale telah menghasilkan 26 jilid jurnal ilmiah, yang ditulis berdasarkan trankripsi langsung dari manuskripnya sejak tahun 1950-an. Banyak karya Jonathan yang juga masih dicetak ulang secara teratur. Masa-masanya berkarya di Yale diselingi dengan tugas penggembalaan jemaat yang singkat di New York City.

 

Di dunia pelayanan Kristen, pada tahun 1727 Jonathan menjadi asisten pendeta di Northampton, Massachusetts. Pada tahun yang sama ia pun menikah dengan Sarah Pierrepont. Sebagai pemimpin Kristen dan ahli teologi, Jonathan Edwards berkembang menjadi teolog Amerika yang memengaruhi kebangunan rohani di Amerika. Ia membela ajaran Calvinis tentang predestinasi melalui khotbah-khotbahnya dan berbagai tulisannya. Doktrin yang diajarkan John Calvin ini didukungnya dengan menulis tentang kehendak bebas manusia yang terbatas, dengan pengertian bahwa manusia bebas menurut kehendak mereka masing-masing, termasuk manusia yang beriman ialah manusia yang telah ditentukan untuk diselamatkan oleh Tuhan. Pada tahun 1734, ia gencar mewartakan pesan tentang kebenaran atas dasar iman. Akibatnya, dalam waktu setahun saja, hampir seluruh penduduk Massachusetts, Northampton, menjadi Kristen. Salah satu khotbahnya yang paling terkenal berjudul “Sinners in the Hand of an Angry God” (Orang-orang Berdosa di Tangan Allah yang Murka), yang memberi penekanan khusus terhadap murka Allah atas dosa dan atas manusia yang berdosa. Rangkaian pesan-pesan tegas yang diberitakannya baik secara tertulis maupun melalui khutbah menjadi api yang menyalakan kebangkitan rohani yang besar, dengan masa khusus yang dikenal sebagai The Great Awakening (Kebangunan Rohani Besar), yang meluas di seluruh gereja-gereja lokal di Amerika Utara. Kemudian, ia pindah ke kota perbatasan Stockbridge, Massachusetts, untuk melayani sebagai misionaris kepada suku Mohican dan Mohawk. Selama tujuh tahun di sana, ia menulis risalah-risalah yang membela sekaligus mengkritik kebangunan rohani. Kiprah pelayanan Kristen Jonathan Edwards membuatnya hingga kini disebut-sebut sebagai salah satu teolog terbesar yang pernah hidup di Amerika.

 

Sebagai filsuf, Jonathan Edwards disebut sebagai filsuf terbesar pula, karena karyanya, “Freedom of Will” (Kemerdekaan Berkehendak). Pada tahun 2003, menandai peringatan 300 tahun sejak kelahiran Jonathan Edwards, diadakan perayaan kenangan yang menghargai warisan Jonathan Edwards. Sepanjang ratusan tahun, Jonathan terus-menerus mempertahankan posisinya sebagai teolog terkemuka Amerika dan dicintai generasi demi generasi baru di dunia gereja. Para sarjana dari bidang kesusasteraan, sejarah, dan filsafat, para teolog, pendeta, misionaris, bahkan juga kaum awam Kristen, mempelajari dan membaca karya-karya Jonathan Edwards. Tiap risalahnya tersebar luas sepanjang dua ratus tahun sesudah diterbitkan pertama kali.

 

Secara pribadi, Jonathan merupakan tokoh abadi yang menarik perhatian dan menjadi teladan bagi banyak orang karena penyerahan dirinya yang total kepada Tuhan: segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan. Ia tertarik pada alam, dan pada usia 17 tahun, ia pernah menulis tentang kebiasaan laba-laba terbang. ada tahun 1757, Yayasan Perguruan Tinggi Princeton mengangkatnya menjadi President (Ketua Perguruan Tinggi). Ia memulai jabatan itu pada bulan Januari dan melayani di sana hanya dalam waktu singkat, hingga kematiannya yang tidak disangka-sangka. Akibat komplikasi setelah menjalani prosedur vaksinasi penyakit cacar, kondisi Jonathan memburuk dengan cepat dan ia akhirnya meninggal. Namun, bahkan menjelang kematiannya yang telah jelas dan pasti, Jonathan terus beriman teguh dan menguatkan iman orang-orang lain di sekitarnya. Suratnya kepada salah satu putrinya, Lucy, menunjukkan pesan yang tegas tentang iman kepada Tuhan:

 

Dear Lucy, it seems to me to be the will of God that I must shortly leave you; therefore give my kindest love to my dear wife, and tell her, that the uncommon union, which has so long subsisted between us, has been of such a nature, as I trust is spiritual, and therefore will continue forever: and I hope she will be supported under so great a trial, and submit cheerfully to the will of God. And as to my children, you are now like to be left fatherless, which I hope will be an inducement to you all to seek a Father, who will never fail you. And as to my funeral, I would have it be like Mr. Burr’s; and any additional sum of money that might be expected to be laid out that way, I would have it disposed of to charitable uses.

 

(Lucy yang terkasih, sudah jelas bagiku bahwa kehendak Allah menginginkanku untuk meninggalkan dirimu sebentar lagi. Maka, sampaikan kasihku yang terdalam kepada istriku yang kusayangi, dan katakan kepadanya bahwa ikatan kesatuan yang tidak biasa yang telah lama terjalin di antaraku dengannya, memiliki sifat yang khusus, yang kuyakini sebagai sifat suatu ikatan yang rohani dan akan terjalin selama-selamanya. Kuharap ia juga tetap mengalami topangan dalam masa pencobaan yang berat, lalu bisa bersukacita menerima kehendak Allah. Untuk semua anakku, memang kalian akan segera menjadi yatim, tetapi kuharap hal ini mendorong kalian semua untuk mencari pribadi Bapa sendiri, yang tidak akan pernah mengecewakan kalian. Untuk penguburanku nanti, lakukan saja seperti penguburan Pak Burr dulu, dan kalau ada uang yang tersisa setelah urusan penguburan seperti itu selesai, aku ingin menyerahkannya untuk kepentingan amal.)

 

Saat itu pun, ketika teman-teman dan kerabat yang menjenguk sibuk mengkhawatirkan dampak kematian sang Ketua Perguruan Tinggi terhadap pihak kampus serta sang pengkhotbah besar terhadap wilayah-wilayah koloni Amerika, Jonathan yang terbaring lemah di ranjang justru berteriak menyahut, “Percaya saja kepada Tuhan, kalian semua tak perlu takut.”

 

Jonathan Edwards akhirnya meninggal pada tanggal 22 Maret 1758, di Princeton, New Jersey. Jasadnya dikuburkan di Princeton Cemetery. Istri dan seluruh keluarganya bersukacita dan merasa damai sejahtera menerima kehendak Allah atas Jonathan, dan warisannya terus berlanjut, tersebar melintasi wilayah dan generasi.

* Dapat diakses di: http://edwards.yale.edu/

 

Sumber referensi:

  1. https://plato.stanford.edu/entries/edwards/
  2. https://en.wikipedia.org/wiki/Jonathan_Edwards_(theologian)
  3. https://en.wikipedia.org/wiki/Congregational_church
  4. http://scriptoriumdaily.com/how-jonathan-edwards-died/
2020-05-25T13:22:43+07:00