Akhirnya, sang surya mengundurkan diri, hari berganti malam; pertanda bagi diriku untuk menyudahi segala yang telah dikerjakan sepanjang hari. “Mengapa waktu melaju dengan cepat?” tanyaku dalam hati. Rasanya tugas tak pernah tuntas, selalu ada dan ada lagi. Membuat tubuh berteriak keras dan pikiran habis terkuras. “Ah, adakah yang dapat memahamiku? Memahami hari-hariku? Memahami jeritan hati yang tak pernah kuungkapkan demi kedamaian orang-orang di sini? Aku benar-benar lelah…”
Seperti sudah menjadi rutinitas, kuambil Alkitab di sudut tempat tidurku. Kali ini aku bertekad, aku ingin mendapatkan sesuatu yang lebih! Aku mau lebih dari sekadar membaca. Aku ingin setiap kata-kata di dalam bacaan Firman Tuhan hari ini menjadi air yang mengalir menyejukkan hatiku dan pikiranku hingga lelah ini terangkat pergi.
Aku pun mulai menaikkan doa permohonan, meminta kepada Tuhan agar Ia menjamah hatiku yang gersang bak tanah kering ini kembali menjadi tanah yang lembut dan subur, supaya benih Firman itu bertumbuh lebat dan aku kembali memahami rencana-Nya di dalam hari-hariku.
Kata demi kata dalam Alkitab kubaca… Roh yang lembut yang telah kukenal itu menuntun dan mempertemukanku dengan sederetan wanita-wanita biasa yang rupanya memancarkan teladan hidup luar biasa. Pertama-tama, aku bertemu dengan Marta – wanita yang penuh iman. Namanya disebut tiga kali dalam Alkitab. Ia tinggal di Betania bersama saudara lelakinya, Lazarus, dan saudarinya, Maria. Saat itu, Lazarus jatuh sakit parah dan meskipun pesan kepada Yesus telah dikirimkan untuk meminta bantuan, Lazarus akhirnya meninggal sebelum Yesus datang. Namun, keteguhan iman Marta pada Yesus terus terpancar ketika dia berlari menyambut kedatangan Yesus, hingga berujar, “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati. Tetapi sekarang pun aku tahu, bahwa Allah akan memberikan kepada-Mu segala sesuatu yang Engkau minta kepada-Nya,” (Yoh. 11:22). Betapa menakjubkannya kekuatan iman Marta, ia begitu yakin akan penyediaan dan kuasa Allah tanpa peduli apa yang terjadi pada semesta. Meskipun ternyata Marta mengira Lazarus akan dibangkitkan nanti pada hari kebangkitan di akhir zaman, ia tetap sangat percaya bahwa Yesus berkuasa atas kehidupan dan kematian. Melalui kisah Marta ini aku belajar pentingnya memercayai Tuhan bahkan ketika semuanya tampak hilang dan tak ada. Benar saja, di akhir kisahnya, Yesus membangkitkan Lazarus dari kematian.
Kisah pertama tadi membuatku semakin ingin mencari lebih banyak lagi. Kini kubaca kisah keduaku, tentang seorang wanita bernama Abigail – seorang wanita yang kuat. Kebijaksanaan dan keindahan, keduanya ditemukan dalam pribadi Abigail. Terlepas dari keadaannya sebagai istri dari seorang yang kasar dan jahat kelakuannya (1 Sam. 25: 3), Abigail tetap memiliki integritas dan kepribadian yang sangat kuat. Ketika nyawa orang-orang di sekitarnya ditempatkan dalam bahaya, Abigail segera bertindak dengan hikmat untuk menyelamatkan mereka. Betapa aku ingin meneladani Abigail!
Tak terasa, satu jam telah berlalu. Aku pun mengakhiri waktu pembacaan Firman hari ini dengan kisah seorang wanita yang mengabdikan hidupnya kepada Firman Allah, Hana namanya. Kehidupan Hana hanya digambarkan dalam tiga kalimat, tetapi gambaran singkat itu menunjukkan kepadaku bahwa ia wanita yang memiliki pengabdian iman yang luar biasa. Hidupnya dipenuhi cinta akan Tuhan. Ia seorang nabi perempuan yang berusia 84 tahun. Hana telah mengakui Yesus sebagai Mesias karena beriman pada nubuatan-nubuatan tentang Mesias dan ia menjadi salah satu misionaris Kristen pertama, pergi untuk membagikan kabar baik tentang kedatangan Yesus sebagai Mesias (Luk. 2:36-38). Selama delapan puluh empat tahun Hana setia menunggu, menyembah, dan tetap percaya kepada sosok Mesias yang dicintainya dengan iman itu. Setiap hari Hana memilih untuk memegang teguh imannya, apa pun kondisinya. Ia mengabdikan seluruh hidupnya untuk memercayai penyediaan Allah dan tahun-tahun penantiannya yang lama itu akhirnya dihargai dengan bisa menatap langsung wajah Yesus. Kubayangkan, tentu sungguh indah pertemuan langsung dengan Yesus seperti itu, kalau aku terus memelihara cintaku kepada-Nya dalam hati yang teguh beriman.
Membaca kisah-kisah tentang ketiga wanita ini membuat aku bersyukur bahwa Allah juga memilih aku untuk menjadi kepunyaan-Nya. Di tengah0tengah sisa keletihan, persungutan hatiku tentang perasaan lelah dan tak pernah dimengerti memudar. Aku kembali merasakan Firman yang berubah menjadi iman di dalam hatiku. Ada kekuatan dan kepastian untuk menghadapi hari esok. Aku akan kuat oleh kasih-Nya dan anugerah-Nya hari demi hari, cinta-Nya menuntunku dan mengajarku senantiasa! Setiap Firman yang keluar dari mulut Allah tidaklah sia-sia, “…ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya,” (Yer. 55:11); dan aku mau berpegang teguh kepada kebenaran ini!
Sudahkah hari ini Anda juga mengalami Firman-Nya yang menjadi iman di hati Anda?