Jika kita perhatikan, cara hidup gereja mula-mula ternyata sangat jauh berbeda dari cara hidup gereja masa kini. Pada masa kini, kebanyakan orang Kristen mempraktikkan kehidupan bergereja sebagai pertemuan ibadah seminggu sekali. Banyak dari kita datang ke gedung ibadah untuk menjalankan ritual-ritual ibadah pada hari Minggu, lalu pulang dan menjalani hari-hari lainnya tanpa ada kegiatan ibadah maupun hubungan dengan saudara-saudari seiman. Dalam cara hidup gereja mula-mula, tampak jelas bahwa bergereja adalah gaya hidup orang percaya sehari-hari. Gaya hidup bagaimanakah yang mereka lakukan itu tepatnya?
Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda. Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. – Kisah Para Rasul 2:42-47, TB
Gereja mula-mula ternyata bertemu setiap hari di Bait Allah, dan selalu berkumpul di rumah-rumah secara bergiliran untuk melakukan berbagai aktivitas sehari-hari (makan bersama) bersama-sama. Apa yang mereka lakukan? Saat di Bait Allah, mereka bertekun bersama dalam pengajaran rasul-rasul sambil saling bersekutu. Saat di rumah-rumah, mereka makan bersama dan berdoa bersama. Dalam konteks praktis masa kini, ini berarti orang percaya berkumpul dalam pertemuan besar di gedung/lokasi gereja untuk mendapatkan pelatihan (equipping) dari para pemimpin jemaat dalam hal kebenaran Firman Tuhan, serta berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil di rumah-rumah untuk mempraktikkan pembelajaran yang telah didapat itu bersama-sama saudara/i seiman. Jelaslah, kehidupan orang percaya yang semestinya ialah kehidupan yang demikian: setiap hari beribadah, setiap hari hidup dalam kesatuan Tubuh Kristus, dan setiap hari hidup bersama komunitas orang percaya.
Sebagai analogi, Tubuh Kristus dapat diibaratkan sama seperti tubuh jasmani. Dalam Tubuh Kristus yang satu, tentu semua anggotanya tidak bertemu Kristus atau saling bersekutu hanya seminggu sekali (atau bertemu hanya jika ada acara di gedung gereja). Seperti tubuh jasmani yang anggotanya tetap terhubung dengan kepala sebagai pusat komando segala fungsi tubuh, setiap anggota Tubuh Kristus harus selalu terhubung dengan Kristus sebagai Kepala agar hidup dan dapat berfungsi. Demikian pula, seperti semua anggota tubuh jasmani saling terhubung senantiasa, sesama anggota Tubuh Kristus sudah seharusnya bersekutu terus-menerus setiap saat. Inilah hidup bergereja yang sejati, seperti gereja mula-mula.
Kehilangan Kehidupan Tubuh
Suatu saat, Tuhan menegur gereja di kota Efesus karena mereka telah meninggalkan kasih yang mula-mula (Why. 2:4-5). Menurut catatan sejarahnya, gereja di Efesus awalnya baik-baik saja. Ketika Paulus menulis surat kepada gereja ini, mereka masih mempraktikkan kehidupan Tubuh Kristus, yang dapat dilihat dari tema kitab Efesus, yaitu tentang kehidupan Tubuh (baca: kitab Efesus). Paulus bahkan berkata bahwa mereka mengasihi semua saudaranya (Ef. 1:15), selain sempat memperingatkan mereka tentang bahaya ajaran sesat. Namun, sepeninggalan Paulus gereja di Efesus tidak memperhatikan nasihat-nasihat itu, sehingga mereka mulai kendor dalam hal kehidupan tubuh dan mulai membiarkan ajaran-ajaran sesat merusak kehidupan tubuh di dalam gereja. Gereja di Efesus diperingati oleh Paulus bahwa sepeninggalannya, akan datang baik dari luar maupun dari dalam ajaran-ajaran sesat yang merusak jemaat (Kis. 20:29-30). Ini memang benar. Ajaran-ajaran sesat sungguh merusak gereja, karena menghancurkan atau meniadakan kehidupan tubuh (body life) dalam gereja. Mungkin saja banyak aktivitas atau peristiwa yang terlihat hebat atau spektakuler di tengah-tengah gereja, tetapi oleh pengaruh ajaran sesat yang dibiarkan, gereja perlahan-lahan tidak lagi bergaya hidup senantiasa terhubung dengan Kristus sebagai Kepala dan tidak lagi selalu saling bersekutu dalam komunitas. Selanjutnya, Paulus berkata dalam surat Kolose bahwa inilah cara kerja ajaran sesat, yaitu meniadakan hubungan Tubuh dengan Sang Kepala dan dengan sesama anggota Tubuh.
Janganlah kamu biarkan kemenanganmu digagalkan oleh orang yang pura-pura merendahkan diri dan beribadah kepada malaikat, serta berkanjang pada penglihatan-penglihatan dan tanpa alasan membesar-besarkan diri oleh pikirannya yang duniawi, sedang ia tidak berpegang teguh kepada Kepala, dari mana seluruh tubuh, yang ditunjang dan diikat menjadi satu oleh urat-urat dan sendi-sendi, menerima pertumbuhan ilahinya. – Kolose 2:18-19, TB
Ketika gereja kehilangan hubungan dengan Kristus sebagai Kepala-nya, dan kehilangan hubungan kasih dengan sesama, gereja pasti akan meninggalkan kasih mula-mula, seperti gereja di kota Efesus saat itu. Gereja yang demikian akan kehilangan esensinya, sehingga berubah menjadi sekadar institusi/organisasi, tradisi, korporasi/bisnis, atau bahkan menjadi pusat hiburan (entertainment). Gereja menjadi mati rohani ketika kehilangan esensinya, yaitu kehidupan tubuh, seperti yang dialami gereja di kota Efesus dalam kitab Wahyu.
Kembali ke Gaya Hidup Tubuh Kristus
Lalu, apakah nasihat Tuhan untuk gereja di Efesus yang telanjur meninggalkan kasih yang mula-mula itu? Tuhan memerintahkan agar mereka melakukan perbuatan mula-mula yang dulu mereka lakukan (Why. 2:4-5). Perbuatan apakah itu? Itulah perbuatan yang mereka lakukan saat bergaya hidup Tubuh Kristus. Gereja di Efesus perlu kembali ke gaya hidup Tubuh Kristus. Ketika mereka kembali bergaya hidup Tubuh Kristus, mereka pun pasti kembali kepada kasih yang mula-mula. Inilah yang juga perlu kita lakukan sebagai gereja pada masa sekarang.
Pola gaya hidup gereja mula-mula dalam Kisah 2:42-47 dan seterusnya merupakan pola gaya hidup Tubuh Kristus: senantiasa dan terus-menerus terhubung dengan Kristus sebagai Kepala dan diperlengkapi dengan kebenaran (“bersekutu dalam pengajaran rasul-rasul”) serta senantiasa dan terus-menerus saling terhubung dalam kehidupan bersama komunitas orang percaya (“berkumpul memecahkan roti dan berdoa bersama di rumah-rumah”). Marilah kita melakukannya dan terus menjaganya seperti contoh dari gereja mula-mula. Dengan demikian, kita tentu akan terbangun menjadi gereja akhir zaman yang siap mencapai kesempurnaan serta siap menantikan kedatangan Tuhan.