///Kembali ke yang Mula-Mula

Kembali ke yang Mula-Mula

Mungkin tanpa kita sadari awalnya, melalui pandemi Covid-19, kita orang-orang percaya sebenarnya dibawa oleh Tuhan untuk kembali ke pola gereja mula-mula, sesuai rancangan-Nya. Kita patut bersyukur untuk tuntunan Tuhan ini. Gereja masa kini memang kembali ke pola standar gereja mula-mula, karena inilah pola gereja yang dibangun oleh Kristus sebagai model bagi kita di sepanjang zaman. Sejak tahun pertama pandemi, 2020, kita bersama-sama telah mulai mempelajari lagi serta mempraktikkan kembali pola gereja mula-mula; mayoritas dari kita telah melakukannya. Namun, hendaknya kita tidak puas dan berhenti di titik ini. Tuhan ingin membawa kita semua untuk terus-menerus kembali menjadi gereja zaman akhir yang siap untuk kedatangan-Nya. Gereja demikianlah yang dalam masa menantikan kedatangan Tuhan akan menjadi dewasa, tegar di masa sukar, dan menyelesaikan Amanat Agung di bumi.

 

Untuk lebih memahami pola gereja zaman akhir, kita harus mempelajarinya dari ajaran Petrus, sebab dialah orang pertama dalam Perjanjian Baru yang mendapatkan pewahyuan tentang Ekklesia (baca: Matius 16:13-20). Petrus bernubuat dalam 1 Petrus 4:7-19 tentang apa saja yang harus dilakukan oleh gereja pada zaman akhir. Mari kita mempelajarinya. Apa saja ciri-ciri gereja zaman akhir yang ditulis oleh Petrus itu?

 

 

Ciri pertama: Berdoa senantiasa (coram Deo)                   

Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa.” (1 Ptr. 4:7, TB)

Petrus menasihati kita supaya dalam situasi yang mendekati kesudahan segala sesuatu ini kita menguasai diri, sehingga kita menjadi tenang, dan dengan demikian kita dapat berdoa. Mengapa hal ini penting? Pada zaman akhir, kedatangan Yesus semakin dekat dan banyak guncangan terjadi dengan hebat. Manusia jelas membutuhkan hubungan dengan Tuhan, yaitu doa. Sayangnya, banyak orang tidak dapat berdoa adalah karena telanjur berada dalam kondisi “tidak tenang”. Kata “tenang” dalam bahasa aslinya di ayat ini mempunyai arti “waras”. Memang kita tahu bahwa pada zaman akhir ini banyak orang dilanda pengaruh banjir informasi dan globalisasi hingga kewalahan sendiri. Inilah kondisi “tidak tenang” atau “tidak waras” itu: manusia tidak mampu mengenali benar vs salah, baik vs buruk, asli vs palsu, tenggelam dalam kecemasan, depresi, dikuasai oleh hawa nafsu dan kenikmatan hidup, dan sebagainya.

Banyak ahli jiwa menyatakan bahwa kondisi mayoritas manusia dalam hal kesehatan jiwa pada zaman sekarang ini sudah dapat dikategorikan sebagai gangguan jiwa. Namun, karena begitu tingginya persentase jumlah manusia yang mengalaminya, gangguan jiwa itu dianggap normal, selain kurang terdeteksi/tertangani. Kondisi ini juga dialami oleh banyak orang Kristen, sehingga mereka tidak dapat berdoa. Akibat banjir informasi dan globalisasi, apalagi setelah penemuan ponsel pintar (smartphones), manusia diperbudak oleh kesibukan hidup dan kenikmatan hawa nafsu, yang menyebabkan “ketergesa-gesaan”, khususnya untuk mengejar kepuasan dalam berbagai bentuknya. Tidak ada lagi waktu yang khusus untuk Tuhan, yang sebenarnya menyehatkan jiwa kita dan menghasilkan perubahan baik dalam hidup kita. Kita lupa untuk tetap tinggal di dalam hadirat-Nya setiap saat. Melalui perkembangan zaman, setan berhasil mengubah prioritas hidup manusia hingga tidak lagi hidup di hadirat Tuhan (coram Deo).

Solusi yang tersedia bagi gereja di zaman akhir ini tertulis di dalam nasihat Petrus, yaitu “menguasai diri”. Apa artinya? Kata “menguasai diri” yang dipakai dalam bahasa Yunani di ayat ini berarti “mengontrol diri terus-menerus dengan disiplin yang keras”. Inilah maksudnya: melatih diri terus-menerus untuk hidup di dalam hadirat Tuhan. Mari kita mempraktikkan gaya hidup coram Deo, agar kita dapat berdoa dan bertahan, bahkan menang, di zaman akhir yang memabukkan ini.

 

 

Ciri kedua: Saling mengasihi dengan radikal

Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa. Berilah tumpangan seorang akan yang lain dengan tidak bersungut-sungut.” (1 Ptr. 4:8-9, TB)

Banyak orang salah memahami arti “kasih menutupi banyak dosa” ini; seolah-olah kitab oleh saja menutup-nutupi dosa dan menganggapnya sebagai aib belaka, atas nama “kasih”. Sebenarnya, kata “menutupi” di ayat ini harus dipahami dalam kaitannya dengan konteks peraturan Perjanjian Lama, yaitu dosa harus dihapuskan dengan cara ditutupi/disalut dengan darah binatang yang dikorbankan. Maka, kata “menutupi” lebih tepat berarti “mengampuni” dan “menghapuskan” (seperti yang dituliskan oleh beberapa versi terjemahan Alkitab). Sekarang di Perjanjian Baru, dosa-dosa kita sudah “ditutupi oleh darah Yesus”, dan kita pun dapat “menutupi” (mengampuni, menghapukan) dosa-dosa orang lain kepada kita. Inilah maksud dan perintah Tuhan yang sebenarnya, yang terlihat dari terjemahan BIMK berikut:

Lebih daripada segala-galanya, hendaklah kalian sungguh-sungguh mengasihi satu sama lain, sebab dengan saling mengasihi kalian akan bersedia juga untuk saling mengampuni.” (1 Ptr. 4:8, BIMK)

 

Gereja zaman akhir adalah gereja yang saling mengasihi dengan radikal. Gereja demikian berisi komunitas orang percaya yang bukan mempraktikkan kasih manusia yang terbatas dan penuh persyaratan, tetapi kasih agape yang ilahi dan sempurna. Kasih agape bukan hanya sanggup mengasihi orang yang sulit dikasihi, tetapi juga sanggup mengasihi musuh. Gereja zaman akhir saling mengasihi dengan begitu dalam dan begitu total sehingga mereka saling memberi tumpangan (memberi pertolongan sesuai kebutuhan orang yang ditolong) tanpa bersungut-sungut.

Kasih adalah budaya kerajaan Allah yang harus kita praktikkan di tenngah-tengah masyarakat, termasuk kepada mereka yang tidak berada di dalam komunitas gereja, agar semua orang di sekitar kita dapat melihat Allah, yang adalah Kasih itu sendiri. Jika kita terus mendemonstrasikan kasih agape di dunia ini, makin banyak orang akan menjadi percaya kepada Tuhan. Mari kita menjadi gereja yang makin sungguh-sungguh saling mengasihi dengan radikal.

 

Ciri ketiga: Mempraktikkan semua karunia

Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah.” (1 Ptr. 4:10, TB)

Karena setiap orang telah menerima karunia, pergunakanlah itu untuk melayani satu dengan lainnya sebagai pelayan yang baik atas berbagai karunia dari Allah.” (1 Ptr. 4:10, AYT-2008)

Di dalam Alkitab versi AYT (Alkitab Yang Terbuka), ditambahkan satu kata yang tidak terdapat di dalam versi Terjemahan Baru (TB), yaitu kata “berbagai” (“poikilos”). Artinya, jika karunia itu bersama-sama digabungkan di dalam Tubuh Kristus, kita semua secara kolektif dapat mempraktikkan “berbagai-bagai/bermacam-macam” karunia, bukan hanya satu atau sedikit. Tubuh Kristus hanya dapat mencapai kedewasaan penuh jika dibangun terus-menerus dengan berbagai macam karunia (baca: Efesus 4:7-16; 1 Korintus 12:4-6).

 

Pada masa kini, ada kecenderungan bahwa orang Kristen salah memahami karunia-karunia atau meremehkan perannya. Banyak pengertian keliru yang menganggap karunia tidak perlu, dan yang paling penting adalah kasih dan karakter Kristus. Memang tanpa kasih dan karakter Kristus, karunia itu sia-sia; tetapi tanpa mempergunakan karunia-karunia untuk membangun, Tubuh Kristus juga tidak mungkin mencapai kedewasaannya yang penuh. Di sisi lain, kasih Kristus di antara kita pasti menghasilkan dorongan untuk saling melayani dengan karunia-karunia itu. Yang benar bukanlah menggantikan peran karunia-karunia dengan kasih. Kasih bukanlah saingan karunia-karunia, tetapi sumber dan pengisi karunia-karunia. Jadi yang tepat adalah kita harus mempergunakan semua karunia yang dipercayakan Tuhan untuk saling membangun tubuh Kristus dengan motivasi kasih, sehingga tubuh Kristus mencapai kedewasaannya yang penuh. Selain itu, ada sebagian orang Kristen yang menganggap karunia hanyalah pengalaman para rasul pada zaman Alkitab, yang tidak terjadi/berlaku secara nyata lagi saat ini. Ini pun salah, karena gereja pada akhir zaman justru dinasihati untuk mempergunakan berbagai karunia dalam konteks saling membangun dan menopang demi pertumbuhan seluruh Tubuh Kristus.

 

Dalam Tubuh Kristus yang bertumbuh menuju kedewasaan, kita pun sebagai anggota bertumbuh dewasa makin serupa Kristus. Bagaimana caranya kita membangun diri dan Tubuh Kristus untuk mencapai kedewasaan? Jawabannya ialah mempraktikkan semua karunia. Kita harus mempraktikkan lima pelayanan Kristus (Apostolik, Profetik, Penggembalaan, Pengajaran, Penginjilan – baca Efesus 4:7-12); tujuh kemampuan dari Bapa untuk melakukan lima pelayanan (baca: Roma 12:5-8); serta sembilan “alat” supraalami untuk melakukan lima pelayanan dalam membangun Tubuh Kristus (baca: 1 Korintus 12:7-11).

 

Ciri keempat: Rela menderita

Penderitaan adalah salah satu hal yang banyak ditolak atau dihindari oleh gereja masa kini. Padahal, kita tidak dapat mencapai kesempurnaan tanpa penderitaan. Tanpa penderitaan, gereja akan menjadi lemah dan berhenti bertumbuh. Perhatikan beberapa ayat yang jelas menegaskan prinsip penderitaan ini.

Kata-Nya kepada mereka semua: ‘Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.’” (Luk. 9:23, TB)

Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu. Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya.” (1 Ptr. 4:12-13, TB)

Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya, sedangkan orang jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan.

(2 Tim. 3:12-13, TB)

Di tempat itu mereka menguatkan hati murid-murid itu dan menasihati mereka supaya mereka bertekun di dalam iman, dan mengatakan, bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara.” (Kis. 14:22, TB)

Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia.” (Fil. 1:29, TB)

Sejalan dengan prinsip yang diulang-ulang di dalam Alkitab ini, Petrus menuliskan bahwa orang Kristen pasti akan mengalami berbagai jenis penderitaan – namun, penderitaan ini akan membawa mereka kepada kesempurnaan (baca: 1 Petrus pasal 1-5). Sebagai orang percaya, janganlah kita menghindari atau menolak penderitaan; terimalah penderitaan yang Tuhan izinkan dengan iman dan kerelaan penuh. Pada zaman akhir, gereja akan mengalami kebangunan rohani yang luar biasa di tengah-tengah penderitaan yang menyempurnakannya.

 

Ciri kelima: Siap dimurnikan

Karena sekarang telah tiba saatnya penghakiman dimulai, dan pada rumah Allah sendiri yang harus pertama-tama dihakimi. Dan jika penghakiman itu dimulai pada kita, bagaimanakah kesudahannya dengan mereka yang tidak percaya pada Injil Allah? Dan jika orang benar hampir-hampir tidak diselamatkan, apakah yang akan terjadi dengan orang fasik dan orang berdosa?” (1 Ptr. 4:17-18, TB)

Gereja zaman akhir akan dihakimi (diuji) dengan api yang menghanguskan (baca: Ibrani 12:28-29). Tuhan saat ini sedang mengguncang gerejanya, agar gereja yang telah jauh merosot dari pola gereja mula-mula, dimurnikan. Allah adalah api yang menghanguskan. Proses pemurnian ini digambarkan seperti kualitas kerja tukang bangunan, yang hasilnya akan diuji dengan api.

Karena tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.” (1 Kor. 3:11-15, TB)

 

Mari kita menguji diri kita sendiri sebagai sebuah komunitas. Apakah kita adalah gereja yang dibangun dengan bahan emas, perak, batu permata (prinsip dan pola dari Allah, yang tahan uji), ataukah dengan bahan kayu, rumput kering, jerami (prinsip dan pola dari manusia, yang tidak tahan uji)? Tujuan ujian atas gereja pada zaman akhir adalah supaya gereja dapat dibangun menuju pola geraja yang sempurna, seperti yang ada pada Wahyu 4-5. Dalam pasal-pasal itu, dikisahkan bahwa Rasul Yohanes sudah tua, dan pada kira-kira tahun 95-96 Masehi ia sangat sedih melihat kondisi gereja mula-mula dalam Wahyu 2-3, yang sudah merosot jauh dari standar gereja mula-mula. Namun, Tuhan menghibur Yohanes dengan menunjukkan kepadanya pola gereja zaman akhir yang penuh kemuliaan pada Wahyu 4-5. Anda dapat mempelajari pola gereja zaman akhir pada Wahyu 4-5 itu pula secara lebih mendetail dalam buku New Wine yang ditulis oleh Bapak Jeff Hammond (Apostolic Team Ministry dan Penatua Jemaat kita).

 

Pada akhirnya, jangan berhenti melangkah di tengah pandemi Covid-19. Janganlah kita menunggu sampai pandemi ini berhenti, lalu baru mulai melangkah dan berusaha bertumbuh agar siap menghadapi zaman akhir. Mari kita bersama-sama sebagai gereja membangun Tubuh Kristus menurut pola yang ditunjukkan Tuhan mulai sekarang. Salam persaudaraan dan salam kegerakan.

2021-02-24T08:31:04+07:00