///Kerajaan yang Tak Terguncangkan

Kerajaan yang Tak Terguncangkan

Apa rencana Allah pada masa sukar di akhir zaman ini? Mari kita amati bersama. Semua hal yang terjadi, termasuk saat ini, tidak luput dari rencana Allah untuk mengembalikan kita umat-Nya ke dalam rencana pendirian kerajaan-Nya di akhir zaman.

 

Waktu itu suara-Nya mengguncangkan bumi, tetapi sekarang Ia memberikan janji: “Satu kali lagi Aku akan mengguncangkan bukan hanya bumi saja, melainkan langit juga.” Ungkapan “satu kali lagi” menunjuk kepada perubahan pada apa yang dapat diguncangkan, karena ia dijadikan supaya tinggal tetap apa yang tidak terguncangkan. Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak terguncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut. Sebab Allah kita adalah api yang menghanguskan. – Ibrani 12:26-29, TB

 

Ada “satu kali” yang disebutkan bahwa Allah akan mengguncangkan bukan hanya bumi, tetapi langit juga. Satu kali itu adalah ketika Allah mencurahkan murka-Nya atas dunia ini. Jika kita membaca nubuatan-nubuatan akhir zaman, kita dapat melihat bahwa saat Allah mencurahkan murkanya itu berwujud keguncangan yang terjadi di langit, lalu bumi mengalami dampak yang sangat mengerikan. Allah mencurahkan murkanya dalam serangkaian peristiwa yang dikenal dalam Alkitab sebagai tujuh sangkakala dan tujuh cawan murka Allah. Ini berarti guncangan apa pun saat ini tidak akan berhenti sampai guncangan terakhir nanti menjelang kedatangan Tuhan yang kedua kali. Tuhan memang sedang mengguncang segala sesuatu yang dapat diguncangkan, dan tujuan-Nya ialah supaya tinggal tetap yang tidak terguncangkan. Apa yang tidak terguncangkan itu? Kerajaan Allah. Ini erat berkaitan dengan kehidupan Gereja. Allah sedang mengguncangkan Gereja-Nya supaya Gereja-Nya dipastikan berorientasi pada Kerajaan Allah, karena hanya Kerajaan Allah-lah yang akan tinggal tetap. Lalu secara praktis di bumi ini, bagaimana kita dapat menjadi tidak terguncangkan? Perhatikan dua ayat berikut secara khusus.

Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak terguncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut. Sebab Allah kita adalah api yang menghanguskan. – Ibrani 12:28-29, TB

Ternyata, hal kunci yang perlu kita lakukan ialah mengucap syukur dan beribadah. Perintah yang lebih spesifik mengenai caranya diberikan dalam hal beribadah, yaitu cara beribadah yang berkenan kepada Allah ialah dengan hormat dan takut. Apa artinya? Inti atau esensi Kerajaan Allah ialah pemerintahan Allah atas rakyat-Nya, dan pemerintahan Allah berkaitan dengan sikap pengabdian diri kita kepada Allah sebagai Raja kita, dengan rasa hormat dan takut yang benar. Inilah beribadah yang berkenan kepada Allah.

 

Arti Ibadah 

Konsep ibadah pertama kali dinyatakan dalam Alkitab, pada saat Allah menempatkan manusia di taman Eden.

Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. – Kejadian 2:15, TB

Kata “mengusahakan” (bahasa Ibrani: abad) berarti “beribadah”. Beribadah berarti berusaha dalam hidup sehari-hari, atau melakukan segala pekerjaan hidup sehari-hari sebagai bentuk pengabdian atau penyembahan kepada Tuhan. Ibadah adalah melakukan segala sesuatu untuk kemuliaan Tuhan, yaitu hidup yang berpusatkan Kristus sebagai Raja kita. Inilah konsep dan makna ibadah menurut Alkitab. Ibadah bukanlah aktivitas melakukan ritual keagamaan tertentu secara fisik di acara atau gedung gereja. Jika kita ingin menjadi bagian dari umat Tuhan yang hidup dalam Kerajaan Allah yang tinggal tetap tak terguncangkan, kita perlu mempraktikkan ibadah yang seperti ini, yang juga merupakan cara ibadah yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut. Bagaimana saja caranya?

 

Ibadah Pribadi

Ibadah dimulai dari diri sendiri, yaitu lingkup pribadi. Mari kita lihat konsep ibadah pribadi yang Adam lakukan di taman Eden. Alkitab pun menegaskan bahwa apa pun yang kita lakukan haruslah berpusatkan Kristus sebagai Tuhan dan Raja kita.

Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya. – Kolose 3:23-24, TB

Saat kita melakukan segala sesuatu dengan motif untuk Tuhan, kekuatan kasih karunia Tuhan akan menyertai kita, dan Tuhanlah pula yang akan memberi upah kepada kita. Mulailah mempraktikkan segala kegiatan hidup kita sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan, yang dalam bahasa Latin disebut coram Deo (“di hadapan wajah Allah”). Orang yang sadar bahwa segala sesuatu dalam kehidupannya senantiasa terpampang di hadapan wajah Allah tentu akan melakukan segala sesuatu itu dengan hormat dan takut kepada Allah. Inilah ibadah. Demikian pula dalam hal upahnya. Jika kita melihat perkataan berkat para imam bagi orang Israel dalam Perjanjian Lama, jelaslah bahwa berkat-berkat Allah diberikan kepada orang-orang yang hidup di hadapan wajah Tuhan pula. Inilah upah untuk ibadah itu.

Berbicaralah kepada Harun dan anak-anaknya: Beginilah harus kamu memberkati orang Israel, katakanlah kepada mereka: Tuhan memberkati engkau dan melindungi engkau; Tuhan menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; Tuhan menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera. Demikianlah harus mereka meletakkan nama-Ku atas orang Israel, maka Aku akan memberkati mereka. – Bilangan 6:23-27, TB

 

Kita perlu melatih diri kita beribadah (1 Timotius 4:7-8), karena ibadah itu mengandung janji baik untuk hidup yang sekarang maupun untuk hidup yang akan datang.

Mungkin pada awalnya kita baru sanggup beribadah secara reaktif, yaitu berhubungan dengan Tuhan ketika ada faktor pemicunya (situasi, pencobaan, ujian, masalah, penderitaan, penyakit, dll). Ini wajar bagi kebanyakan manusia, tetapi hasilnya hanya sementara. Namun, lanjutkan perjalanan kita untuk beribadah secara aktif, yaitu berinisiatif sendiri untuk berhubungan dengan Tuhan setiap saat terlepas dari apa pun situasinya (sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari). Kita perlu berlatih mempraktikkan hidup di hadirat Tuhan (coram Deo) dalam setiap situasi dan kondisi hidup, baik atau tidak baik. Pada tingkat ini, ibadah kita menghasilkan keintiman aktif dengan Tuhan yang menetap dan terbangun. Aktiflah beribadah kepada Tuhan dalam segala hal, misalnya waktu pagi hari kita bersaat teduh, waktu sedang mengendarai mobil kita berkomunikasi dengan Tuhan dengan pengucapan syukur, pujian dan penyembahan melalui berbagai nyanyian maupun doa dalam bahasa roh, dan waktu bekerja kita berdoa dan bertanya hikmat serta tuntunan Tuhan bagi pekerjaan kita. Bila kita terus-menerus melatih diri kita beribadah baik secara reaktif maupun aktif, kita akan mencapai tingkat ibadah otomatis (sebagai gaya hidup yang berjalan dengan sendirinya). Untuk mencapai tingkat ini, menurut Caroline Leaf (seorang ahli di bidang saraf otak manusia yang juga merupakan penulis), kita perlu terus mempraktikkan latihannya tanpa berhenti sampai 3 kali 21 hari (63 hari) berturut-turut. Setelah latihan pada porsi dan frekuensi ini, Caroline Leaf berkata bahwa hal yang kita latih itu akan menjadi sesuatu yang kita kecanduan/ketagihan (addicted). Kita pun justru tak mau berhenti beribadah dan tak sanggup berhenti beribadah. Kita hidup dengan otomatis senantiasa beribadah. Inilah tingkat keintiman dengan Tuhan yang paling tinggi.

 

Ibadah Keluarga 

Selain beribadah secara pribadi, ibadah jenis kedua yang harus kita praktikkan dalam kerajaan yang tak terguncangkan ialah ibadah dalam lingkup keluarga. Konsep keluarga berasal dari Allah Tritunggal yang adalah komunitas yang sempurna, maka ibadah berkaitan erat dengan hubungan kita dengan sesama anggota keluarga Kerajaan Allah.

Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita. – Kolose 3:17, TB

 

Ayat ini ditujukan kepada kita (jamak), untuk dipraktikkan bersama-sama. Apa artinya melakukan segala sesuatu “dalam nama Tuhan Yesus”? Nama Yesus berasal dari kata “YHVH”, yaitu “yang menyelamatkan”. YHVH (Yahweh/Yehovah) adalah nama Tuhan yang diperkenalkan oleh-Nya sendiri kepada Musa, yang berarti “Aku Ada” atau “Aku Hadir”. Mengenal Allah yang hadir beserta kita setiap saat berarti hidup dalam hadirat-Nya setiap saat pula dan melakukan segala sesuatu dalam nama Tuhan Yesus. Sekali lagi, inilah coram Deo. Perintah Tuhan melalui nasihat Paulus ini berarti kita harus melakukan peran kita di keluarga dan komunitas kecil dalam hidup di dalam hadirat Tuhan sebagai ibadah: sebagai istri (ayat 18), suami (ayat 19), anak (ayat 20), ayah (ayat 21), dsb. Saya percaya bahwa ini akan membuat keluarga kita mengalami transformasi yang luar biasa. Mari pergunakan kesempatan masa karantina di rumah ini untuk beribadah bersama dalam lingkup keluarga dengan berbagai cara, yang pada intinya adalah segala sesuatu sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan (coram Deo).

                      

Ibadah Korporat (Gereja)

Mengacu pada pembersihan dan penyucian yang Allah lakukan terhadap Bait-Nya, kita dapat memahami bahwa guncangan yang terjadi saat ini pertama-tama ditujukan ke Gereja, yaitu agar umat Tuhan teruji serta kembali berpusatkan Kristus. Segala guncangan yang ada akan membawa Gereja untuk kembali berorientasikan Kerajaan Allah. Pada zaman ini, banyak doktrin teologi tentang Allah dan keselamatan telah direformasi, tetapi sayangnya cara kita bergereja belumlah mengalami pemulihan. Banyak gereja masa kini masih berfokus pada acara, program, organisasi, denominasi, gedung, dan sebagainya. Gereja tidak lagi berfokus pada kehidupan Kerajaan Allah sebagai komunitas yang senantiasa “saling” dan bertumbuh menuju Kristus. Padahal, Gereja mula-mula justru merupakan komunitas yang bergerak dari rumah ke rumah dan mempraktikkan gaya hidup Allah Tritunggal, yaitu komunitas yang sempurna. Yesus telah berdoa supaya kita murid-murid-Nya dapat mengalami persekutuan seperti yang ada pada Allah Tritunggal itu.

 

Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku. – Yohanes 17:20-23, TB

 

Yesus tidak memulai Gereja dengan 5.000 orang, 500 orang, atau 100 orang. Yesus memulai Gereja dengan sebuah havruta (pertemanan 2 orang), dan lingkup ini bertumbuh dalam 1,5 tahun menjadi komunitas 12 orang. Inilah pola atau model yang dipraktikkan oleh Gereja mula-mula. Kita pun perlu menyadari bahwa Allah ingin mengembalikan Gereja kepada bentuk dan fokus aslinya sebagai komunitas tempat kediaman Allah. Gereja seperti inilah yang tidak terguncangkan pada akhir zaman. Lalu, bagaimana cara hidup kita beribadah dalam Gereja yang tak terguncangkan?

 

Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.” – Ibrani 10:24-25, TB

 

Inilah ibadah Gereja mula-mula, yaitu mempraktikkan pertemuan dengan setiap orang berfungsi sesuai karunianya atau perannya masing-masing. Kita yang tidak berkeluarga mungkin tidak berkesempatan beribadah dalam lingkup keluarga, tetapi kita harus beribadah dalam komunitas kecil sesama orang percaya. Dalam Gereja, kita harus saling mendorong, saling menasihati, saling mengajar, saling menyanyikan mazmur, saling bernubuat (1 Kor. 14:24-26), dan bersama-sama hidup dalam Kerajaan Allah. Komunitas seperti inilah yang akan menjadi perlindungan bagi kita dari guncangan dahsyat di akhir zaman. Saat ini, kita harus semakin giat melakukannya menjelang kedatangan Tuhan yang kedua kali.

 

Mari kita terus mempraktikkan ibadah yg berkenan kepada Allah; secara pribadi, dalam keluarga, maupun bersama-sama dalam komunitas Gereja. Hiduplah dalam kerajaan yang tinggal tetap tak terguncangkan.

2020-06-26T17:28:25+07:00