//Ketika Tuhan Bersuara

Ketika Tuhan Bersuara

Ia bergumul, antara taat atau abai. Berbagai alasan berkecamuk di pikiran. Pemilik barang itu tidak lagi sekelas dengannya. Alat penghapus tinta pun hanya barang murah. Pemiliknya sudah pasti tidak mengingatnya. Pembelaan-pembelaan terus muncul, tapi satu kata melunturkan semuanya itu – taat. Ia harus taat kepada Tuhan, bukan karena takut tapi karena mengasihi. Ia mengasihi Tuhan, ia ingin melakukan apa saja bagiNya, tapi yang satu ini berat sekali untuk dipenuhi.

 

Sementara dalam pergumulan, Roh Kudus terus menerus menguatkan. Remaja lugu ini ingin sekali menyenangkan Tuhannya. Ini adalah sebuah tantangan yang besar, tapi ia tahu bahwa inilah kehendak Tuhan. Roh Kudus dengan lembut membawanya kepada suatu penyerahan sehingga kasih karunia Tuhan pun bekerja. Sebuah tekad membulat dalam hatinya. Dengan keteguhan ia datang kepada Tuhan, memandangNya lalu menganggukkan kepala. Ia setuju dengan permintaan tersebut. Ia tahu bahwa Tuhan hendak memurnikannya.

Kalimat apa yang akan disampaikan, bagaimana caranya, mulai dari mana, semuanya diberitahukan lewat hikmat yang mengalir dalam hatinya. Dengan uang yang didapatnya dari orang tua, ia pergi ke toko dekat rumah membeli satu alat penghapus tinta serupa sebagai penebus salah yang rencananya akan diberikan kepada temannya itu. Rian namanya. Ia adalah seorang teman yang berbeda agama. Mereka tidak pernah punya hubungan yang dekat, apalagi kini sudah berbeda kelas. Waktu itu yang ada di pikiran anak sekolah menengah ini hanya satu, ia harus taat. Ia memiliki kepercayaan bahwa Tuhan sendiri yang akan mengatur pertemuannya bersama Rian.

Betul juga! Siang itu tepat Rian berdiri di depan kelas. Cepat-cepat ia mengambil dua alat penghapus tinta yang ada di tasnya, lalu mengambil langkah untuk menghampiri anak yang berbadan tegap itu. Takutkah dia? Sangat! Tapi tidak ada pilihan lain selain taat. Ia maju juga karena ada sebuah kekuatan yang memantapkan langkah kakinya. Rian yang saat itu sedang menghadap ke lapangan, kemudian menoleh ketika namanya dipanggil.

Berkata perlahan dengan raut penyesalan, “Rian…. gue minta maaf, ya? Gue pernah ambil barang lo dulu, tapi gua nyesel, dosa…. Ini gua ganti juga sekalian sama yang baru…. Sori, ya….”
Rian terlihat kebingungan, “Hah? Kapan lo ambilnya? Gua gak inget sama sekali….”
“Dulu, satu tahun lalu..”
“Hah?”, Rian semakin bingung.
“Ini….”, sambil ia menyodorkan kembali alat penghapus tinta itu.
“Udah, gak usah…. Gak apa-apa….”, kata Rian sambil mendorong pelan.
“Iya, gak apa-apa. Ini lo ambil aja. Ini punya lo. Sori, ya….”, ia pun meletakkan dua benda itu di tangan Rian lalu buru-buru meninggalkannya.
Rian melongo, masih keheranan. Sedangkan remaja perempuan itu melangkah kembali ke kelas dengan penuh kemenangan. Sukacita mengalir deras di hatinya, upah dari sebuah ketaatan.

Tahun-tahun berlalu dan sekarang remaja itu telah bertumbuh dewasa. Ia adalah saya sendiri. Cerita ini mungkin kelihatannya biasa, namun saat itu kenyataannya tidaklah semudah membaca/menceritakannya saat ini. Saya bisa dipandang sebagai penguntil di antara semua teman-teman lainnya. Ketakutan membayang di pikiran saya yang berusia 13 tahun kala itu. Tetapi syukurlah, memang kasih mengalahkan ketakutan, sehingga belasan tahun lalu saya memilih mengambil langkah sulit demi melakukan sebuah kebenaran. Saya sendiri membayangkan bila saat ini diperhadapkan dengan situasi yang sama, apakah mampu? Harga sebuah ketaatan memang mahal.

Sekali lagi, kasih mengalahkan ketakutan. Jika hari-hari ini kita sulit melakukan kebenaran, pertanyaan yang sesungguhnya hanya satu, apakah kasih akan Allah masih memenuhi hati kita? Kalau kita “mampu” melakukan sebuah kebenaran, itu pun bukan karena kita hebat, tetapi karena ada kekuatan illahi yang datang dari atas. Kalau hari ini mungkin kita masih gagal melakukan kebenaran, jangan putus asa, itu berarti kita harus mengizinkan kasihNya memenuhi hati kita, bertekun mengandalkan Dia sehingga kasih karuniaNya memampukan kita. Mari terus berjuang menghidupi kebenaran.

Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita (Ibrani 12:1) (yp)

2019-09-29T04:52:35+07:00