Angel adalah seorang ibu rumah tangga dengan tiga anak perempuan yang masih sangat kecil. Suaminya, Roy, amat sibuk dengan pekerjaannya di kantor, apalagi sejak dipromosikan menjadi kepala cabang. Pada suatu malam, seperti biasanya ketika menanti suaminya pulang dari bekerja, dengan menahan kantuk dan lelah yang luar biasa Angel merapikan pakaian-pakaian sambil menemani anak-anaknya beranjak tidur. Sama dan biasa saja, seperti malam-malam lainnya.
Tiba-tiba, terdengar suara pintu rumah diketuk dengan sangat keras. Mengenali irama ketukan pintu itu, Angel segera berlari dan mengintip dari jendela, lalu menggumam senang, “Ah, ternyata suamiku pulang…” Ia membukakan pintu dan menyambutnya Roy dengan senyum hangat.
“Lama sekali kamu membukakan pintu! Sudah lama saya berdiri di depan pintu memanggil kamu, kenapa kamu baru muncul?!” sambut Roy dengan ketus kepada Angel. Bersama ucapan ketus itu, tercium pula aroma alkohol dari mulutnya, seperti yang sudah pernah terjadi beberapa kali sebelumnya. Namun, Angel hanya terdiam dan tidak menjawab sepatah kata pun; ia sudah terlalu lelah dan mengantuk untuk bertengkar.
Diambilnya pakaian kotor yang dilemparkan Roy begitu saja di sekitar pintu kamar tidur mereka. Saat Angel memungut kemeja Roy, samar tercium aroma parfum wanita yang bukan miliknya… Tubuh Angel memang tetap bergerak membereskan pakaian kotor itu dan menyediakan minuman hangat untuk Roy, tetapi hatinya seketika terasa tak menentu. Seiring gerakan jarum jam di dinding yang menunjukkan malam makin larut, pikirannya pun makin kacau. Malam itu, nyaris saja Angel tidak dapat memejamkan matanya sama sekali. Yang diulang-ulang di dalam hatinya hanya doa yang penuh kebingungan, “Oh Tuhan, jauhkan semua pikiran burukku ini, berikan aku damai sejahtera-Mu, ya Tuhan…”
Hari-hari berikutnya datang silih berganti, dan suasana rumah tangga yang mereka jalani tidak makin baik, justru memburuk. Sikap Roy berubah makin jelas dan sikapnya makin dingin terhadap Angel; bahkan sekadar duduk bersama untuk berbincang-bincang dengan istri dan anak-anaknya pun hampir tak ada waktu lagi. Tidak hanya pulang larut malam, pulang saat menjelang fajar, bahkan tidak pulang sama sekali dengan seribu satu alasan, kian kerap terjadi. Semuanya menjadi jeritan yang senyap di dalam hati Angel, hingga pada suatu hari oleh terkuaknya bukti yang pasti, yakinlah Angel bahwa Roy memang memiliki wanita lain.
Sebagai seorang istri, Angel tentu tidak rela diduakan. Sejak bukti itu terkuak, hatinya terus-menerus menjerit soal apa yang salah dengan dirinya sebagai seorang istri. Suatu hari, mereka akhirnya tiba pada titik puncak kekacauan itu; terjadi pertengkaran hebat yang berakhir dengan Roy mengusir Angel sambil berkata hendak menceraikannya. “Aku sudah tidak mencintai kamu lagi, pulang saja ke rumah orang tuamu dan aku segera mengurus surat cerai kita,” kata-kata Roy demikian menyakitkan terdengar, seolah sengaja melukai hati Angel agar meninggalkannya. Untuk ketiga anak mereka yang masih kecil-kecil itu pun Roy tak menampakkan tanda-tanda belas kasihan atau sisa-sisa kasih sayang. Tak punya pilihan lain, Angel pun pergi sambil membawa ketiga anak yang belum mengerti mengapa mereka tidak bisa lagi tinggal di rumah itu.
Singkatnya, Angel bersama ketiga anaknya akhirnya tinggal di sebuah kamar mungil yang disewanya bulanan. Setiap hari, Angel masih sulit melupakan rangkaian peristiwa yang membawanya ke kamar sewaan itu. Batinnya didera oleh perasaan betapa malangnya dirinya dan anak-anaknya. Ia sering menangis, bahkan sampai kesulitan untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari. Tak tahan didera tekanan itu, ia memutuskan untuk berbicara dengan pemimpin di komunitas kecilnya mengenai kondisi kehidupannya. “Namaku Angel, tapi aku bukan malaikat, aku tidak sanggup hidup seperti ini sendirian…” demikian kata hatinya.
Suatu sore, dalam perkumpulan rutin kelompok kecil, Angel akhirnya berani berbagi secara terbuka. Perlahan, ia bercerita tentang hal-hal yang dialaminya dan pergulatannya menghadapi tekanan hidup saat ini. Perlahan pula, ia mengizinkan dirinya menerima dukungan, kasih, serta penguatan dari Tuhan melalui saudara-saudarinya di komunitas kecil itu. Tanpa benar-benar dipahaminya, semangat Angel mulai bangkit kembali. Ia merasakan masih ada orang-orang yang mengasihinya dan memberinya kekuatan, dan yang terutama, setiap Firman Tuhan yang berbicara di hatinya selalu membangkitkan iman dan kekuatan yang baru di dalam dirinya.
Angel bangkit dan mulai meninggalkan kondisi mengasihani diri sendiri. Berbekal informasi dari teman-temannya di komunitas kecil, ia mulai mencari pekerjaan untuk menghidupi dirinya dan anak-anaknya. Diingat-ingatnya dan diasahnya kembali keterampilan apa pun yang pernah dimilikinya. Kadang, kelemahan itu datang menyerang batinnya kembali, tetapi komunitas kecil Angel tidak pernah bosan dan lelah untuk terus menguatkannya. Di tengah kesibukannya bekerja dan mengurus anak-anaknya sendirian, Angel mendapati dirinya makin rajin dan bersemangat bersekutu di dalam komunitas. Secara pribadi, ia pun makin giat bersekutu dengan Tuhan melalui Firman yang dibaca dan direnungkannya tiap hari. Angel yang tadinya begitu menderita karena terluka dan tersakiti oleh perilaku pria yang ia cintai, kini sanggup mengampuni perbuatan pria itu. Angel bahkan mengasihi Roy dalam bentuk doa-doanya yang tulus bagi Roy. Tak hanya itu, Angel kini juga mudah bersukacita dalam hari-harinya bersama ketiga anaknya, dan sering mengajak anak-anaknya berdoa dan membaca cerita-cerita Firman Tuhan bersama, termasuk mendoakan ayah mereka.
Manusiawi tentu, jika Angel memilih melupakan Roy, memutuskan untuk tetap membencinya, atau membalas perbuatan Roy dengan melakukan hal yang sama, yaitu mencari pria lain dalam hidupnya. Lagi pula, status perceraiannya tak kunjung diurus hingga tuntas oleh Roy. Namun, perjalanan kebangkitan Angel oleh anugerah Tuhan melalui kehidupannya di dalam komunitas kecil membuatnya memilih untuk tetap berpegang pada kebenaran. Kebenaran itu ialah Firman Tuhan; Angel memilih untuk senantiasa taat, takut, dan hormat akan Allah yang ia percaya, serta menjaga kesetiaannya sebagai istri se-perjanjian dengan Roy, yaitu menjadi covenant keeper.
Banyak teman-teman barunya di pekerjaan berkata bahwa Angel berhak membenci, melupakan, meninggalkan, dan menggantikan suaminya. ‘Toh Angel memang diperlakukan tidak adil, dan Roy tidak layak untuk diampuni, apalagi dikasihi, sebagai seorang suami. Kasarnya, Roy tidak perlu dianggap sebagai suami lagi… Namun, ini semua bukanlah kebenaran yang Angel imani. Bagi Angel, imannya jelas: Roy dan dirinya telah dipersatukan di hadapan Tuhan dalam pernikahan yang kudus serta diberkati, dan Tuhan memegang kendali penuh atas mereka berdua, apa pun situasi yang sedang terjadi. Angel pun belajar untuk merendahkan dirinya di bawah kendali tangan Tuhan itu sebagai bentuk ketaatannya. Angel tahu, Tuhan bekerja dengan cara dan waktu yang sempurna, dan rancangan-Nya atas keluarganya semata-mata baik dan indah.
Lambat laun, Angel yang awalnya menjadi “target bersama” untuk menerima dukungan, kasih, dan penguatan dari teman-temannya di komunitas kecil, kini justru makin sering menjadi inspirasi dan teladan bagi mereka semua. Lewat kehidupan Angel, komunitas kecil itu makin mengerti bahwa semua manusia di seluruh dunia ini memang menanggung penderitaan, baik orang percaya maupun bukan, tetapi iman di dalam Tuhan Yesus Kristus akan membuat pengalaman kita berbeda, karena di dalam penderitaan itu kita punya kekuatan untuk melawan intimidasi iblis. Seperti salah satu ayat Alkitab yang menjadi favorit Angel (1 Ptr. 5:9), “Lawanlah ia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama,” komunitas kecil itu menjadi saksi hidup betapa Angel telah menang mengalahkan segala intimidasi iblis: kemarahan, kebencian, mengasihani diri, fokus pada ego, dan bahkan mempertahankan haknya sebagai pihak yang disakiti.
Bagi Angel, penderitaan yang ia alami tidak sebanding dengan penderitaan Kristus yang telah menyelamatkan hidupnya. Angel tidak mau menyia-nyiakan hidupnya akan hal yang sementara seperti asal mencari pria yang baru untuk menemani hari-harinya, tetapi ia memilih untuk terus melihat yang tidak kelihatan yaitu keindahan yang kekal bagi keluarganya (1 Ptr. 4:1-2; 2 Kor. 4:17). Memang, kehidupannya kini penuh dengan perjuangan, dengan pekerjaan yang baru dan tanggung jawabnya mengurus anak-anak sambil menjalani semuanya sebagai ibu tunggal. Namun, melewati seluruh perjalanan panjang pemulihannya yang terus berlangsung itu, Angel sadar, lebih baik dirinya menderita karena berbuat baik dan hidup benar, jika hal itu merupakan hidup yang sesuai dengan kehendak Allah. “Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat. Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah …” (1 Ptr. 3:17-18b).
Sampai hari ini, keadaan rumah tangga Angel dan Roy belum pulih. Mereka belum bersatu kembali dan Roy tetap tidak mau berhubungan dengan Angel sama sekali, apalagi ikut mendukung biaya hidup ketiga anak mereka yang diasuh oleh Angel. Yang luar biasa, Angel tak berhenti memegang teguh imannya akan kebenaran Firman Tuhan dan ketaatan melakukan kehendak Tuhan. Ia tetap menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik, ia tetap mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya dengan berbagai cara, dan ia percaya Tuhan tidak pernah meninggalkan dirinya sekeluarga, “sebab mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada permohonan mereka yang minta tolong,” (1 Ptr. 3:11-12a).
(Kisah ini ditulis dari inspirasi berdasarkan kisah nyata, dengan perubahan detail seperlunya tanpa mengubah pesan dan inti kisah.)
Refleksi Pribadi:
1. Adakah penderitaan yang sedang Anda alami hari-hari ini? Jika ada, penderitaan apakah itu?
2. Bagaimana respons dan sikap Anda dalam menghadapi penderitaan itu? Firman Tuhan ataukah keadaan yang biasanya menguasai Anda?
3. Renungkan apa arti penderitaan Kristus bagi hidup Anda, khususnya dalam situasi penderitaan itu. Apa keputusan Anda setelah merenungkannya?
4. Temukan komunitas kecil yang dapat membangun diri Anda dalam perjalanan Anda meraih kemenangan atas situasi penderitaan itu.