//Memberi, Mempersembahkan

Memberi, Mempersembahkan

Belum lama ini, saya teringat masa kecil ketika pergi ke gereja bersama dengan orang tua. Sebagian dari kita mungkin pernah mengalami pula apa yang saya alami, yaitu menjadi “personal assistant” untuk orang tua kita dalam memberi persembahan di gereja. Sebelum ibadah dimulai, biasanya orang tua saya memberikan uang kepada saya dan adik-adik saya, yang kemudian harus dimasukkan ke dalam kantung persembahan.

 

Waktu itu saya tidak mengerti mengapa kami bersaudara harus memberikan uang tersebut, tetapi saya tahu itu hal yang semua orang lain lakukan juga. Akan terasa sangat memalukan jika saya tidak ikut melakukannya; pastilah mata banyak jemaat melihat… Jadilah uang yang masukkan ke dalam kantung persembahan itu adalah uang “ikut-ikutan”, bukan persembahan dari diri saya kepada Tuhan. Lebih tepatnya, itu ongkos membuang rasa malu yang saya bayarkan. Setelah saya memasukkan uang di kantung persembahan, ada perasaan sangat lega karena saya sudah terlihat sama dengan jemaat lainnya di gereja.

 

Kisahnya berubah ketika usia saya bertambah dan sudah mendapat uang saku mingguan. Orang tua saya kemudian menyuruh saya untuk memberi persembahan dari uang saku saya. Kata mereka, saya harus menyisihkan sendiri sejumlah uang dari uang saku mingguan itu untuk dimasukkan ke kantung persembahan saat ibadah Minggu di gereja. Arahan mereka membuat proses perpindahan uang dari jatah saya ke dalam kantung persembahan yang sebelumnya cepat, berubah menjadi sangat rumit.

 

Di masa itu, pikiran saya sering sibuk membangun skenario, “Kalau uang ini tidak saya persembahkan, apa yang saya bisa beli? Apakah saya jadi bisa membeli es krim favorit, jajan di warung langganan, atau malah bermain permainan arcade? Atau, bisa juga saya tabung selama beberapa minggu untuk membeli komik favorit…” Biasanya, uang itu berhasil saya sisihkan dan masukkan ke dalam kantung persembahan (utamanya oleh dorongan rasa takut di bawah pengawasan mata orang tua saya), tetapi pikiran saya tetap tak berhenti membuat skenario pengandaian yang lebih menyenangkan kalau saja uang itu tidak usah saya “persembahkan”. Sama seperti ketika saya masih lebih kecil, uang persembahan itu belum menjadi uang persembahan; itu masih uang “pungutan paksa” bagi saya. Saya merasa dipaksa dan dipungut oleh arahan orang tua, untuk mengalihkan sejumlah uang dari penggunaan untuk kesenangan diri ke dalam kantung persembahan di gereja.

 

Hari ini, saat mengamati ingatan masa kanak-kanak itu, saya menemukan bahwa ternyata rasa kepemilikan membuat pemberian persembahan menjadi sangat sulit. Ketika saya amat kecil, uang titipan orang tua tidak pernah saya klaim sebagai milik saya, itu uang orang tua saya, mereka hanya menitipkan, menyuruh saya, untuk saya masukkan ke kantung persembahan. Namun ketika uang persembahan itu harus disisihkan dari jatah uang saku saya, yang tentu saya sadari betul sebagai milik saya, kisahnya menjadi sangat berbeda. Walaupun sumbernya tetap dari uang orang tua saya dan tentunya mereka sudah perhitungkan bahwa dengan saya memberikan persembahan, sisanya tetap cukup untuk saya jajan sehari-hari, saya jadi merasa berat untuk mengurangi atau melepaskan sebagian dari milik saya itu.

 

Hari ini pula, saya sudah dewasa dan bekerja. Saya menghasilkan uang sendiri yang menjadi milik saya untuk kebutuhan keluarga saya. Sebenarnya, semua uang, semua harta, yang kita miliki sekarang dan di masa depan, baik dari pemberian orang maupun hasil kerja keras kita, semuanya bersumber dari Tuhan (Roma 11:36). Namun, rasa kepemilikan yang semu rupanya masih saja menggoda, membuat kita berat hati memberikan sesuatu dari apa yang ada pada kita. Saya pun mengalaminya. Padahal, apa yang kita lakukan bukan memberi, melainkan mengembalikan milik Tuhan itu kepada Tuhan. Mempersembahkan.

 

Sebagai orang muda, kita mungkin berpikir bahwa memberi adalah sesuatu yang dilakukan oleh orang dewasa yang sudah memiliki keuangan yang stabil dan memberi adalah urusan uang. Kebenarannya tidaklah demikian. Bagaimanapun, seharusnya memberi adalah adalah bagian yang esensial dalam kehidupan kekristenan, karena Yesus sendiri mengajarkan prinsip-prinsip penting soal memberi sebagai persembahan kepada Tuhan. Bahkan, Allah Bapa pun memberikan, mengorbankan, Putra-Nya yang amat dikasihi-Nya bagi kita. Memberi bukan melulu soal uang, dan memberi dapat serta perlu dilakukan oleh kita semua, terlepas dari usia kita dan keadaan keuangan kita.

 

Memberi pada dasarnya adalah mempersembahkan kasih kita kepada Tuhan. Bentuknya bisa bermacam-macam, bukan hanya uang tetapi juga waktu, talenta, tenaga, pelayanan, barang layak pakai, perhatian dan telinga untuk mendengarkan, atau apa pun yang ada pada kita. Sering kali, kita dapat menyalurkan pemberian ini langsung kepada sesama yang membutuhkan, tetapi kadang pula kita memberi dengan memercayakan pemberian itu untuk dikelola sesuai arahan Tuhan (contohnya, memberi perpuluhan kepada gereja, yang lalu akan mengelolanya untuk kebutuhan-kebutuhan jemaat). Sebenarnya, tak ada penghalang untuk kita memberikan persembahan kasih kepada Tuhan, kecuali rasa kepemilikan kita sendiri atas apa yang sebenarnya milik Tuhan sendiri.

 

Mengklaim apa yang ada pada kita sebagai milik kita (waktu, tenaga, talenta, materi, dan lain-lainnya) berarti menggengam erat apa yang sebenarnya milik Tuhan. Dalam posisi demikian, hati kita akan merasa tak rela kehilangan dan pikiran kita akan sibuk membangun skenario untuk menggunakan semuanya itu untuk kepentingan kita sendiri. Akibatnya, hati kita menjadi munafik dan tak akan leluasa mengasihi Tuhan, sementara hidup kita tidak akan bisa berdampak apa-apa untuk orang lain. Kita menjadi pusat kehidupan kita sendiri dan kepemilikan menjadi tujuan hidup kita.

 

Memberi, selain mempersembahkan kasih kepada Tuhan, adalah sebuah kesempatan untuk membagikan kasih Kristus kepada orang lain. Memberi adalah tindakan kasih yang Allah sendiri lakukan. Ketika kita memberi, kita melakukan tindakan kasih yang selfless, seperti yang Yesus tunjukkan dengan memberikan nyawa-Nya di kayu salib untuk kita semua. Maukah kamu memberi dengan hati yang mempersembahkan, mulai sekarang?

2023-03-30T11:00:04+07:00