Tiga ekor kura-kura sedang berpiknik di siang hari dalam suatu musim panas. Yang seekor membawa sebuah keranjang berisi makanan, yang kedua membawa guci berisi minuman dingin, dan yang ketiga tidak menenteng apa-apa. Saat mendekati area piknik, tetesan hujan mulai membasahi tempurung mereka.
“Kita tidak bisa berpiknik kalau tidak ada payung,” kata yang pertama,”salah satu diantara kita harus kembali untuk mengambil payung.” Kedua kura-kura yang menjinjing bawaaan sepakat bahwa kura-kura ketigalah yang harus kembali pulang.
“Aku tidak mau pulang,” katanya. “Begitu aku berangkat, kamu semua akan menghabiskan makanan dan minuman, dan aku tidak akan mendapatkan apa-apa.”
“Tidak, kami tidak akan begitu,“ jawab yang pertama.
“Kami akan menunggumu,” kata yang kedua, “Tidak peduli berapa lama kamu pergi!”
“Tidak peduli berapa lama!” kedua kura-kura yang lain menjawab berbarengan.
Kura-kura ketiga lalu meninggalkan tempat itu, dan dua kura-kura yang lain duduk menanti. Mereka menunggu satu jam, dua jam, tiga jam, empat jam….satu hari, dua hari, satu minggu. Dua minggu berlalu, dan akhirnya kura-kura kedua berkata, “Mungkin kita tidak bisa terus begini, kita harus mulai makan.”
Detik berikutnya mereka pun mendengar suara kura-kura ketiga dari balik semak dekat situ, “Jika kalian makan, aku tidak akan berangkat!”
Memang benar bahwa hanya Allah yang layak dipercaya. Ia mempunyai kuasa, dan kita tidak. Kita tidak mampu secara permanen mengubah warna rambut kita sehelai pun, dan kita tidak dapat memperpanjang hidup kita dengan kekawatiran. Kita bahkan tidak dapat mengatakan apa yang akan terjadi dengan hari esok.
Sumber: Secangkir sup bagi jiwa 5. (Timotius Adi Tan, Metanoia Publishing)