Setiap mendengar kata “tante”, yang ada di pikiran Rayna hanyalah sosok perempuan paruh baya yang cerewet, suka mengkritik, suka mengomel, memandang rendah orang lain, menjelekkan orang lain, dan masih banyak lagi predikat negatif lainnya. Kata “tante” memang amat negatif bagi Rayna. Dia tidak suka mendengar atau menyebut kata “tante” di dalam hidupnya.
Kebencian Rayna akan kata “tante” sebenarnya adalah luka hati kepada sosok tante sekaligus trauma masa kecilnya. Terlalu sering Rayna mendengar omelan, kata-kata pedas dan pandangan rendah dari tante-tante Rayna pada masa kecilnya, dan luka terpendam Rayna itu tumbuh menjadi rasa benci dan trauma akan sosok tante saat dia mulai remaja.
Papa Rayna adalah anak laki-laki pertama dalam keluarga besarnya. Setelah kakek dan nenek Rayna menantikan anak laki-laki begitu lama, akhirnya lahirlah papa Rayna. Karena itu papa Rayna sangat disayangi oleh orang tua dan kakak-kakak perempuannya, baik kakak kandung maupun kakak sepupu. Kakak-kakak perempuan papa Rayna inilah yang biasa dipanggil tante oleh Rayna. Begitu sayangnya kakak-kakak perempuan itu pada adik laki-laki kecilnya, hingga mereka tidak rela sang adik laki-laki berbagi kasih dengan wanita lain. Saat sang adik laki-laki mulai memiliki kekasihnya, lalu menikah dan membangun keluarga kecil termasuk memiliki anak-anak, perasaan tidak suka tante-tante Rayna makin menjadi-jadi. Mereka cenderung galak dan nyinyir kepada mama Rayna serta anak-anak papa dan mama Rayna. Sikap para tante ini sangat berbeda kepada keponakan-keponakan dari antara mereka sendiri, hangat dan bersahabat. Hanya kepada keluarga papa Raynalah mereka selalu suka menyerang dan menjatuhkan. Perlakuan tante-tante Rayna ini membekas begitu dalam di alam bawah sadar Rayna, hingga tanpa disadarinya telah menanamkan keyakinan di pikirannya bahwa seorang “tante” itu selalu jahat dan cerewet.
Setelah tumbuh dewasa, Rayna perlahan lupa akan masa hidupnya bersama para tante. Kadang dia masih teringat kejadian tertentu, tetapi kini dia tidak peduli lagi dan tidak memikirkannya lebih lanjut. Yang dia tahu, dia kini nyaris tak pernah berinteraksi lagi dengan tante-tantenya, kecuali saat terpaksa di acara-acara keluarga besar. Sampai suatu saat, Rayna mengikuti sebuah retret di gereja tempat dia berjemaat. Di retret itu, Rayna diingatkan oleh Tuhan mengapa selama ini dia tidak bisa menerima kata “tante” dalam hidupnya. Rupanya, ada luka yang dia sembunyikan rapat-rapat jauh di lubuk hatinya. Tuhan menegurnya dengan lembut, “Maukah engkau disembuhkan dari luka lamamu?”
Pertanyaan Tuhan ini mengusik hatinya terus. Seolah Roh Kudus menolongnya untuk ingat, kejadian demi kejadian bersama para tante pada masa kecilnya muncul kembali di memorinya. Akhirnya, Rayna bersedia mengaku dan menceritakan luka hatinya kepada kakak pembinanya. Malam itu Tuhan menjamah hati Rayna. Butiran-butiran air mata tanpa terasa membasahi pipinya saat dia berdoa bersama kakak pembinanya untuk mengampuni tante-tante Rayna. Satu per satu. Kejadian demi kejadian yang Tuhan ingatkan.
Setelah pemulihan itu, Rayna tahu ada yang berbeda di hatinya. Dia mengalami kebenaran janji Tuhan, bahwa ketika dia bersedia dipulihkan, Tuhan pun mengubah kehidupannya. Rayna bukan hanya sembuh dari trauma masa lalunya, tetapi Tuhan pun melembutkan hatinya sehingga Rayna bisa mengasihi orang lain. Kini Rayna mulai lebih rajin mencari tahu kabar para tantenya serta keluarga mereka masing-masing, menyapa mereka melalui media sosial, bahkan mengobrol dan membantu mereka pada kesempatan acara keluarga saat kakek Rayna berulang tahun ke-80. Sedikit demi sedikit tetapi pasti, Tuhan memberi pengertian baru kepada Rayna: bahwa dia dimampukan mengasihi orang yang pernah menyakitinya, bahwa dia tidak harus membenci dan mendendam.
Siapa orang yang pernah begitu menyakitimu, sehingga hatimu terluka terlalu parah dan larut di dalam kebencian?
Mengampuni orang yang telah menyakiti hati kita memang tidaklah mudah. Oleh sebab itulah, banyak orang mengambil keputusan untuk hanya melupakan, bukan mengampuni, seperti yang pernah dilakukan Rayna. Luka yang tertoreh di hati akibat perlakuan orang lain itu masih memberkas dan suatu saat akan memunculkan rasa sakit kembali jika terpicu oleh hal-hal yang serupa dengan rasa trauma. Luka itu tidak akan sembuh hanya dengan dibiarkan. Namun, jika kita bersedia mengampuni, itulah yang menyembuhkan kita dari luka itu. Bahkan, mengampuni artinya kita menghilangkan luka dan efeknya adalah kita tidak merasakan sakit lagi, karena luka tersebut sudah tidak ada.
“Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu,” (Ef. 4:32). Inilah perkataan Tuhan yang seharusnya menjadi pengingat bagi kita mengapa kita harus mengampuni: karena Kristus terlebih dahulu mengampuni segala dosa kita. Siapakah di antara kita yang tidak diampuni segala dosanya oleh Kristus? Adakah di antara kita yang dengan sendirinya baik dan benar, tanpa dosa, sehingga tak membutuhkan pengampunan Kristus? Jika Kristus telah mengampuni segala dosa kita, mengapa kita tidak bersedia mengampuni orang lain?
Pengorbanan Yesus di kayu salib adalah bukti Kristus telah mengampuni segala dosa dan kesalahan kita. Ketika Yesus disalib di Bukit Golgota, Dia tidak mati hanya untuk orang-orang benar, tetapi Dia juga mati bagi orang-orang yang telah menghujat dan menganiaya diri-Nya. Itulah gambaran kasih yang sesungguhnya. Kasih sejati tidak pernah menuntut menerima, tetapi memberi. Kasih sejati tidak pernah membalas, tetapi mengampuni. Inilah kasih Kristus kepada kita, kasih yang seharusnya kita praktikkan kepada sesama pula, karena kita adalah anak-anak Allah. Gambar Allah ada pada hidup kita. Jika Allah telah melakukannya, seharusnya ini jugalah gaya hidup kita.
Tuhan ingin agar hati kita seperti hati Kristus, penuh kasih dan mengampuni. Untuk itu, marilah kita mulai belajar melakukan seperti Kristus lakukan, yaitu mengasihi dengan kasih Bapa dalam proses kita tumbuh dewasa hingga menjadi serupa dengan Kristus.
Pertanyaan Refleksi:
- Adakah luka di dalam hatimu saat ini yang membuatmu benci atau marah kepada seseorang? Siapakah orang itu?
- Maukah engkau mengampuni orang itu dan apa yang telah diperbuatnya kepadamu?
- Berdoalah bagi orang tersebut dan ambillah keputusan di hadapan Tuhan untuk mengampuninya.