Dalam kehidupan setiap manusia, sering kali terjadi berbagai hal yang memicu reaksi emosional yang sangat gembira atau yang sangat menyedihkan. Keduanya adalah manusiawi dan wajar, sebagai bagian dari emosi-emosi yang memang Tuhan ciptakan di dalam diri kita. Emosi diciptakan Tuhan supaya kita bisa merasakan kehidupan begitu berarti dan nyata, sekaligus kita bisa mengungkapkan atau mengekspresikan perasaan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), emosi didefinisikan sebagai “luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat”, atau juga “keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan, keberanian yang bersifat subjektif”. Di sisi lain, Wikipedia mendefinisikannya sebagai “perasaan intens yang ditujukan kepada seseorang atau sesuatu. … reaksi terhadap seseorang atau kejadian. … dapat ditunjukkan ketika merasa senang mengenai sesuatu, marah kepada seseorang, ataupun takut terhadap sesuatu.” Dari konsep emosi, muncullah kondisi emosional, yang menurut KBBI artinya “menyentuh perasaan; mengharukan; dengan emosi; beremosi; penuh emosi”. Bahkan, emosional juga dapat berarti “emosi yang berlebihan dan tidak terkontrol”, atau “emosi yang tidak pada tempat dan waktunya”. Makna yang terakhir ini tentu sering kita lihat.
Firman Tuhan dalam Amsal 16:32 (TB) menyatakan, “Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota.” Sebuah terjemahan lain, KJV, menyebutkan hal senada dalam bahasa Inggris, “He that is slow to anger (showing emotional management) is better than the mighty; and he that ruleth his spirit than he that taketh a city.” Dalam terjemahan ini “orang yang sabar” diterjemahkan sebagai orang yang “slow to anger”, yaitu lambat untuk marah, karena memiliki kemampuan mengelola emosi dengan baik. Orang yang demikian melebihi seorang pahlawan dan melebihi orang yang merebut kota. Orang yang memiliki hasrat dan emosi tetapi menggebu-gebu dalam meluapkannya bisa saja mencapai hal-hal hebat, tetapi orang yang dikatakan lebih hebat daripada yang demikian ialah yang mampu mengelola emosinya. Saya menggambarkan orang yang lambat untuk marah sebagai orang yang tidak emosional, yaitu orang yang bisa mengelola emosinya dengan baik, bukan yang dikendalikan oleh emosinya. Orang yang mengelola emosinya dengan baik akan menjadikan emosinya sehat serta membangun bagi kehidupannya.
Untuk mengelola emosi dengan baik, ada empat prinsip esensial yang perlu kita perhatikan:
- Kasih adalah emosi
Dalam satu kisah yang saya baca, Joseph Tong, orang Rumania yang percaya Yesus, ditangkap. Seorang jenderal menginterogasi dia lalu mulai memukuli wajah serta kepala Joseph sesuka hatinya sampai kelelahan. Pada hari berikutnya, sang jenderal akan melakukan hal yang sama, tetapi Joseph meminta izin untuk berbicara sebelum dipukulinya. Dengan izin sang jenderal, Joseph mulai berbicara, “Saya minta maaf, karena saya berteriak ketika Anda memukul saya kemarin. Sebagai seorang Kristen, tidak ada yang lebih indah selain menderita seperti Kristus. Sebenarnya, dengan memukuli saya, Anda telah memberikan hadiah yang paling indah dalam hidup saya. Terima kasih banyak!” Joseph juga berkata bahwa dia telah berdoa untuk sang jenderal dan keluarganya. Saat itu, jenderal itu kagum akan permintaan maaf Joseph yang penuh kasih, dan justru berbalik hingga mengusahakan pembebasan Joseph. Bahkan, sang jenderal berperan penting pada hari pembebasan Joseph Tong. Kasih adalah emosi yang mengalahkan emosi ketakutan, seperti yang dinyatakan oleh Firman Tuhan dalam 1 Yohanes 4:18, “Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barang siapa takut, ia tidak sempurna dalam kasih.”
- Imajinasi adalah pemicu emosi
Imajinasi timbul dari dalam pikiran, dan apa pun yang ada dalam pikiran kita atau apa pun yang kita pikirkan, akan memicu serta memengaruhi emosi. Karena prinsip inilah, Firman Tuhan menasihati kita dalam Filipi 4:8, “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” Memikirkan hal-hal seperti yang dinasihatkan oleh Firman Tuhan ini akan menjadikan emosi kita terkendali dengan baik. Sebaliknya, jika pikiran atau imajinasi kita dipenuhi dengan hal-hal negatif seperti dendam, kemarahan, iri hati, atau kebencian, segala hal yang buruk itulah yang akan termanifestasi pada emosi kita.
- Motivasi hati menentukan kesehatan emosi
Motivasi di dalam hati seseorang mungkin saja tidak terlihat oleh mata, tetapi pada akhirnya akan terbaca melalui emosi-emosi yang terekspresi ke luar. Kolose 3:23 berkata, “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Kali ini, Firman Tuhan menunjukkan kepada kita motivasi hati yang benar saat kita melakukan segala sesuatu. Jika motivasi kita melakukan hal itu adalah untuk Tuhan, kita tidak akan menjadi kecewa, marah, atau frustrasi ketika tidak mendapatkan pengakuan atau penghargaan dari manusia. Dengan motivasi hati untuk Tuhan, kita sadar sepenuhnya bahwa semua pengakuan dan upah akan diterima dari Tuhan saja. Apa motivasi di dalam hati kita? Pastikan bahwa kita melakukan segala sesuatu hanya untuk Tuhan, dan ini akan menentukan kesehatan emosi kita.
- Emosional berbeda dengan emosi; emosional adalah dosa
Emosi memang merupakan bagian dari diri manusia yang diciptakan oleh Tuhan sendiri, tetapi menuruti emosi dan dikendalikan oleh emosi (emosional) bukanlah tujuan Tuhan dengan emosi itu. Emosional adalah kondisi dosa, karena meleset dari maksud dan tujuan Tuhan bagi kita (hamartia). Salah satu contoh kondisi emosional adalah pemarah. Seseorang yang pemarah cepat menjadi emosional, untuk alasan-alasan yang kecil sekalipun. Dia melampiaskan kemarahannya dengan perkataan dan/atau perbuatan yang menyakiti hati orang lain tanpa berpikir panjang, hanya demi memuaskan desakan emosi marah itu. Dosa kemarahan bertentangan dengan karakter utama Allah yang adalah kasih dan membawa manusia pada kejahatan. Mazmur 38:7 berkata, “Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan.”
Memahami empat prinsip esensial ini dan mengelola emosi menggunakan prinsip-prinsip ini akan menjadikan emosi kita sehat dan membangun. Hasilnya, kita bertumbuh menjadi orang-orang yang memiliki kecerdasan emosional sehingga kita menjadi berkat di dalam lingkungan keluarga, pekerjaan, gereja, serta di mana pun kita berada. Kelola emosi Anda mulai saat ini juga. Tuhan memberkati!
(Jakoep Ezra)