///Menjadi Kristen Bapa yang Senantiasa Bertumbuh

Menjadi Kristen Bapa yang Senantiasa Bertumbuh

Setelah pada bulan-bulan lalu kita telah menyusuri fase-fase pertumbuhan rohani Kristen anak dan Kristen orang muda, pada bulan ini kita akan belajar tentang fase pertumbuhan rohani Kristen bapa. Apa artinya menjadi seorang Kristen bapa, dan apa yang dilakukan oleh seorang Kristen bapa? Melalui proses pembelajaran ini, kita akan mengamati pertumbuhan diri kita sendiri dan saling menolong dalam komunitas agar kita semua senantiasa bertumbuh sampai pada akhirnya menjadi serupa dengan Kristus.

 

Apa Artinya Menjadi Kristen Bapa

Aku menulis kepada kamu, hai bapa-bapa, karena kamu telah mengenal Dia, yang ada dari mulanya. Aku menulis kepada kamu, hai orang-orang muda, karena kamu telah mengalahkan yang jahat. Aku menulis kepada kamu, hai anak-anak, karena kamu mengenal Bapa. Aku menulis kepada kamu, hai bapa-bapa, karena kamu mengenal Dia, yang ada dari mulanya. Aku menulis kepada kamu, hai orang-orang muda, karena kamu kuat dan firman Allah diam di dalam kamu dan kamu telah mengalahkan yang jahat,” (1 Yohanes 2:13-14, TB).

Kristen bapa adalah orang percaya yang telah melewati fase pertumbuhan rohani sebagai Kristen anak dan Kristen orang muda. Sebagai Kristen anak, kita cenderung “disuapi” dengan makanan-makanan rohani yang ringan dan lembut, serta dituntun dan diajari untuk hidup sebagai orang yang sudah diselamatkan dan diampuni. Sebagai Kristen orang muda, kita mulai belajar untuk mencerna makanan-makanan rohani yang “lebih keras” serta mandiri mengalahkan kejahatan oleh kekuatan kasih karunia Tuhan di dalam diri kita. Setelah melewati kedua fase tersebut, kita akan mendapati diri kita telah menjadi makin dewasa secara rohani, serta rindu dan mampu berfungsi sebagai orang tua rohani bagi orang lain yang berada pada fase Kristen anak dan Kristen orang muda. Inilah fase Kristen bapa.

Seseorang bertumbuh dewasa menjadi Kristen bapa karena telah mempunyai banyak pengalaman rohani secara pribadi dengan Allah, dan telah makin mengenal Allah yang kekal itu. Artinya, mereka mengenal (bukan hanya tahu secara teori atau materi pengajaran) sifat-sifat dan isi hati Allah, termasuk maksud dan rencana Allah yang dari semula, yaitu maksud abadi-Nya bagi manusia dan bagi seisi dunia. Dengan pengalaman dan pengenalan mereka akan Allah ini, mereka memiilki kerinduan serta mampu menjadi bapa rohani bagi Kristen anak dan orang muda. Kristen “bapa” adalah sebutan yang digunakan di dalam surat 1 Yohanes, tetapi istilah “bapa” ini bukan berbicara tentang gender orang Kristen itu, melainkan tentang fungsi dan kematangan rohaninya. Seorang Kristen bapa perlu dan sanggup menjadi bapa dan ibu rohani bagi orang Kristen lainnya.

Ciri seorang Kristen bapa ialah kematangan rohani yang tampak dalam kemampuannya berfungsi sebagai bapa/ibu rohani bagi Kristen anak dan Kristen orang muda. Secara jasmani, seseorang tidak disebut bapak/ibu apabila tidak memiliki anak, dan demikianlah pula secara rohani. Adalah sesuatu yang alamiah serta sehat bahwa orang yang telah bertumbuh dewasa ingin bereproduksi dan memiliki anak, lalu mengembangkan kemampuan berfungsi sebagai orang tua bagi anaknya itu. Orang Kristen yang bertumbuh makin dewasa pasti memiliki kerinduan untuk memiliki anak rohani dan mampu “mengasuh” anak rohaninya itu. Dalam kematangannya, semua orang Kristen yang telah dewasa tentu tidak betah untuk terus-menerus “disuapi” dan “dituntun” saja oleh orang Kristen lain. Mereka tentu rindu untuk “menyuapi” dan “menuntun” orang Kristen lain yang belum sedewasa mereka, terutama dalam area-area kehidupan yang menjadi karunia khusus mereka. Contohnya, dalam area keuangan, area pernikahan dan keluarga, area isu gender laki-laki atau perempuan, area karier dan bisnis, dan lain-lain.

Seorang bapa/ibu yang baik adalah orang tua yang mampu mendewasakan anak-anaknya hingga menjadi bapa/ibu rohani yang baik. Demikianlah pula Kristen bapa. Sejak tahun 2008, telah ditemukan melalui survei yang dilakukan di gereja Willow Creek, Amerika Serikat, bahwa seperempat dari orang Kristen yang “dekat dengan Kristus” atau “hidup berpusatkan Kristus” mengaku pertumbuhan rohani mereka “terhenti” dan/atau mereka “tidak puas” dengan gereja mereka. Hasil survei ini dipublikasikan dan diulas oleh media Christianity Today (https://www.christianitytoday.com/ct/2008/march/11.27.html). Mengapa demikian? Menurut saya, fenomena ini sangat terkait dengan orang-orang Kristen yang telah dewasa rohani tetapi tidak difungsikan sebagai bapa rohani bagi orang-orang Kristen anak dan Kristen orang muda. Agar orang Kristen bapa tetap senantiasa bertumbuh dan mencapai potensi maksimal, mereka perlu membapai orang Kristen yang lebih muda. Selain itu, tanpa Kristen bapa berfungsi, Kristen anak dan Kristen orang muda pun tidak mendapatkan pengasuhan rohani untuk bertumbuh mencapai potensi maksimal masing-masing.

 

Fungsi Kristen Bapa sebagai Bapa/Ibu Rohani

Apakah sebenarnya fungsi seorang bapa/ibu rohani dan bagaimanakah caranya seseorang melakukan pembapaan rohani?

Saat merintis jemaat, Paulus mempraktikkan prinsip pembapaan seperti yang Yesus lakukan terhadap murid-murid-Nya. Salah satu contohnya adalah jemaat Tesalonika.

Kamu tahu, betapa kami, seperti bapa terhadap anak-anaknya, telah menasihati kamu dan menguatkan hatimu seorang demi seorang, dan meminta dengan sangat, supaya kamu hidup sesuai dengan kehendak Allah, yang memanggil kamu ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya,” (1 Tesalonika 2:11-12, TB).

Paulus berfungsi sebagai bapa bagi anak-anak rohaninya dengan melakukan pelayanan terhadap satu per satu anak rohani (one on one) bagi jemaat awal yang lahir baru. Tujuan pembapaan satu per satu ini adalah supaya setiap anggota jemaat dikuatkan dan tertuntun untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah di dalam komunitas Kerajaan Allah. Lalu, apakah isi tuntunan itu? Kebenaran apa yang perlu terus-menerus diimpartasikan oleh seorang bapa rohani terhadap anak-anak rohaninya, agar mereka dikuatkan dan tertuntun untuk hidup demikian? Kita dapat melihatnya dari teladan langsung Allah Bapa sendiri, yang dilakukan-Nya atas Anak-Nya, Yesus Kristus. Inilah yang menjadi patokan kita dalam berfungsi sebagai bapa dan ibu rohani atas anak-anak rohani yang dipercayakan kepada kita.

Dan tiba-tiba sedang ia berkata-kata turunlah awan yang terang menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara yang berkata: Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia,” (Matius 17:5, TB).

  1. Bapa memberikan kasih tak bersyarat

“Inilah Anak yang Kukasihi…” diucapkan oleh Allah Bapa atas dan tentang Yesus, sebagai pernyataan terbuka di hadapan dunia dan alam roh bahwa Dia sungguh mengasihi Yesus. Allah Bapa sama sekali tidak menyebut syarat apa pun atau alasan apa pun atas pernyataan kasih-Nya ini, maka dapat kita pahami bahwa kasih-Nya kepada Yesus adalah kasih sejati yang sempurna dan tak bersyarat. Seorang bapa/ibu rohani memberikan kasih sejati, yaitu kasih Bapa yang sempurna, kepada anak-anak rohaninya. Seorang anak rohani tentu masih rentan bersalah atau jatuh ke dalam perbuatan dosa. Iman mereka pun masih sangat baru dan mudah goyah. Namun, dengan kasih Bapa yang tak bersyarat, anak-anak rohani akan bertumbuh makin kuat karena mendapat rasa aman bahwa mereka diterima dan dikasihi senantiasa. Alhasil, iman mereka makin kuat untuk terus maju. Pertumbuhan rohani pun terjadi dengan maksimal. Jika seorang Kristen bapa mengasihi dan menuntun anak rohaninya dengan penuh syarat (menolak atau “membuang” anak rohani yang tidak taat atau jatuh ke dalam perbuatan dosa), yang didapatkan oleh si anak rohani hanyalah ketakutan dalam hubungan keluarga rohani itu. Kasih Bapa menyebabkan tidak ada ketakutan, dalam hubungan. Jadilah Kristen bapa yang seperti Allah Bapa, mengasihi tanpa berekspektasi atau menuntut berbagai syarat, sehingga ada rasa aman dalam hubungan kita dengan anak rohani yang menolong mereka untuk makin bertumbuh.

  1. Bapa memberikan identitas sejati

Saat berkata, “Inilah Anak yang Kukasihi…” Allah Bapa juga memberikan identitas sejati kepada Yesus. Yesus disebut “anak” oleh Allah Bapa, bukan nabi atau guru atau status-status lainnya. Mengapa demikian? Karena yang terutama di mata Allah Bapa tentang Yesus ialah Yesus itu Anak-Nya. Identitas sejati ini penting karena naluri setiap manusia adalah mencari identitas. Tanpa pernyataan identitas sejati dari bapa/ibu rohani, seorang anak rohani akan mencari-cari identitas dari hal-hal yang salah, yaitu status-status yang berdasarkan penampilan, pencapaian, dan apa kata orang. Apakah identitas sejati setiap anak rohani? Identitas sejati ini ialah kita masing-masing adalah “anak Allah”. Lebih dari apa pun yang lain, status kita adalah anak Allah. Setiap Kristen bapa harus menolong Kristen anak untuk mengerti dan berpegang pada identitas sejati ini, agar sebagai anak rohani dia bertumbuh pesat dan sehat secara mental/emosional maupun spiritual.

  1. Bapa meneguhkan potensi anak-anaknya

Orang tua adalah sosok yang wajib mengenali dan meneguhkan potensi di dalam diri anak-anaknya. Allah Bapa melakukan hal ini kepada Yesus saat menyatakan perkenanan-Nya atas kehidupan Yesus, “Kepada-Nyalah Aku berkenan.” Ini berarti Allah Bapa berkenan atas segala hal di dalam kehidupan Yesus, termasuk hal-hal yang dilakukan-Nya dan pelayanan yang dikerjakan-Nya. Sebagai Kristen bapa, kita pun wajib mengenali dan meneguhkan potensi rohani anak-anak rohani kita. Tanpa seorang anak diteguhkan potensinya oleh orang tuanya, dia tidak akan hidup dengan rasa utuh dan tidak akan bertumbuh dewasa mencapai potensi maksimalnya itu. Artinya, hidupnya menjadi tidak berarti dan sia-sia. Jangan lalai meneguhkan potensi anak-anak rohani kita masing-masing, karena kita sedang membawa mereka untuk bertumbuh menjadi bapa/ibu rohani pula yang dewasa dan maksimal.

  1. Bapa menetapkan otoritas moral bagi anak-anaknya

Seorang anak perlu diajarkan inti Firman Tuhan (“shema Israel”, Ul. 6:4-9) berulang-ulang oleh orang tuanya. Inilah yang perlu kita lakukan pula sebagai Kristen bapa. Allah Bapa berkata tentang Yesus di hadapan dunia dan alam roh, “… dengarkanlah Dia,” sebagai penegasan bahwa Yesus adalah otoritas yang mewakili otoritas Bapa sendiri, yang perlu didengarkan dan ditaati. Tanpa otoritas moral, terjadilah kutuk generasi (Mal. 4:4-6), karena orang hidup semaunya sebagai anak-anak tanpa otoritas. Akibatnya, seluruh generasi bisa hancur dan terhilang. Adalah tugas Kristen bapa untuk menetapkan otoritas moral dari Firman Tuhan bagi kehidupan anak-anak rohani.

 

Nah, melalui pembelajaran selama beberapa bulan terakhir ini, khususnya dalam artikel edisi ini, kita telah melihat betapa pentingnya pertumbuhan rohani bagi setiap orang percaya. Setelah melewati fase Kristen anak dan Kristen orang muda, Kristen bapa tetap senantiasa mengalami pertumbuhannya melalui proses berfungsi dalam pembapaan rohani kepada Kristen anak dan Kristen orang muda. Sebagai Gereja, kita harus memastikan untuk memfasilitasi proses pertumbuhan rohani yang sehat ini berjalan dengan terus-menerus; sampai kita semua mencapai kedewasaan penuh yang adalah keserupaan dengan Kristus sendiri. Selamat bertumbuh dewasa dan menjadi Kristen bapa!

2022-09-27T10:06:47+07:00