Seorang mahasiswi Universitas Stanford kembali ke rumahnya di pantai Malibu selama liburan musim semi dan mengunci dirinya di kamar tidur. Ia menangis selama tiga hari. Orang tuanya mengetuk pintu dan berusaha mendapatkan jawaban, “Sayang, ada apa?” Diam.“Bukankah kami sudah memberikan segala yang kamu perlukan?” Masih tidak ada jawaban.“Kami telah mengirim kamu ke universitas yang terbaik. Kamu memiliki banyak teman. Kamu selalu mendapatkan nilai yang bagus. Papa sudah belikan mobil yang baru. Apalagi? Apa lagi yang perlu kami berikan kepadamu?”Akhirnya, puteri mereka berteriak dengan putus asa, “Aku menginginkan sesuatu, tetapi aku tidak tahu apa yang aku inginkan!” tangisannya makin keras. Kemudian diam. Lama.
Jeritan hati yang sudah terpendam sekian lama, akhirnya meledak di saat si puteri tidak mampu lagi membendung kebutuhan yang sudah menggerogoti hatinya. Memang, penelitian telah lama membuktikan bahwa ada beberapa kebutuhan yang begitu mendasar bagi kehidupan semua manusia, tanpa mengenal suku, bangsa, agama maupun status ekonomi, yaitu:
* Kebutuhan akan penerimaan
* Kebutuhan akan kasih sayang
* Kebutuhan akan peneguhan (afirmasi)
Sebagai orang tua, bagian terpenting dalam mendidik dan mengasuh anak adalah memastikan bahwa ketiga kebutuhan dasar ini dapat terpenuhi sejak usia anak masih dini.
1. Kebutuhan akan penerimaan
“Apakah aku berharga?”, “Apakah aku anak yang berharga bagi Papa dan Mama?”, “Apakah aku diterima?” Pertanyaan-pertanyaan seperti ini tidak dapat dijawab dengan materi yang mahal-mahal atau berbagai fasilitas eksklusif yang diberikan kepada anak, tetapi anak membutuhkan jawabannya melalui komitmen orang tua untuk menyatakan:
* “Aku menerima kamu, ‘Nak.”
Mendengarkan adalah langkah pertama bagi orang tua yang sungguh-sungguh serius ingin menyatakan penerimaan kepada anaknya. Mendengarkan mengandung arti “aku menghargai pikiranmu”, “ucapanmu penting bagiku, kamu tidak perlu buru-buru karena aku memperhatikan isi hatimu”, “kamu memiliki perasaan yang penting untuk diungkapkan”, “aku senang mendengarkan suaramu”, “aku tidak ingin buru-buru menilai atau menuduh”, dan “kamu mungkin saja benar dan orang lain yang salah”.
Mendengarkan memerlukan waktu dan perhatian, membutuhkan pandangan mata dan konsentrasi pikiran, bukan hanya membutuhkan telinga.
* “Aku mengerti dirimu, ‘Nak.”
Krisis identitas dialami oleh banyak anak yang orang tuanya tidak pernah memberikan cukup waktu untuk memahami keunikan dan mendoakan rencana Allah yang spesifik atas hidup mereka. Kalau Anda memahami anak Anda, maka tentu hati Anda akan selalu berkata, “Aku mengasihimu apa adanya, bukan karena kamu selalu mengikuti keinginanku sebagai orang tua”, “Kamu adalah seorang yang berbeda, unik, istimewa dan berarti bagiku”, dan “Aku mengasihimu karena kamu adalah dirimu sendiri”.
* “Aku menghormati kamu, ‘Nak.”
Ekspresi rasa hormat kita kepada anak adalah dengan memberkati. Orang tua yang terbiasa memberkati anak-anaknya akan terlihat dari kebiasaan mereka untuk menyentuh anak-anaknya dengan penuh kasih.
2. Kebutuhan akan kasih sayang
Setelah penerimaan, kebutuhan kedua setiap anak adalah kasih sayang. “Apakah aku dicintai?” atau “Apakah Papa dan Mama sayang kepadaku?” menjadi pertanyaan yang senantiasa bergema di hati anak terhadap orang tuanya.
Untuk mengekspresikan kasih kita kepada anak, prosesnya dimulai dengan ekspresi “aku menyukai kamu”, kemudian baru dapat berlanjut kepada “aku mencintai kamu” dan “aku melindungi kamu”.
Banyaknya waktu yang rela kita berikan untuk bersama-sama dengan masing-masing anak kita, itulah cerminan dari sikap hati kita sebagai orang tua yang menyukai si anak, karena waktu-waktu ini menunjukkan bahwa kita menikmati dan ingin mengulangi kebersamaan dengannya. Maka, waktu bersama antara orang tua dan masing-masing anak tidak pernah dapat digantikan dengan hal-hal yang lain.
Kebersamaan saling menyukai yang terus terjalin akan memperkuat ikatan kasih sayang. Itu sebabnya, orang tua yang ingin menyatakan kecintaannya kepada anak mereka tentunya selalu rindu untuk dapat merayakan kemenangan si anak atau menangis bersama karena kekalahan si anak. Seluruh pengalaman inilah yang akan memenuhi kebutuhan setiap anak akan kasih sayang (sehingga dia tidak merasa butuh mencari-cari kasih sayang dari sumber yang lain kelak).
3. Kebutuhan akan peneguhan (afirmasi)
Kesulitan terbesar bagi kebanyakan orang tua adalah menemukan hal yang baik dalam diri anaknya yang baru saja melakukan kesalahan, padahal sebuah pengharapan dan peneguhan yang diberikan orang tua kepada anaknya yang baru saja mengalami kegagalan atau melakukan sebuah kesalahan sangatlah menentukan masa depan anak mereka. Mengapa demikian?
Orang tua yang tidak terbiasa mengakui kebanggaannya kepada anak mereka yang melakukan hal-hal yang benar, akan sulit memberikan pengharapan dan semangat kepada anak yang baru mengalami kegagalan.
Keputusan untuk melepaskan anak-anak menjadi mandiri (sesuai tahap usianya) adalah suatu bentuk peneguhan dari orang tua bahwa mereka sudah dapat dipercaya. Melepaskan anak untuk mandiri mengandung makna “aku percaya kepadamu”, “kamu memiliki keterampilan itu”, “aku yakin kamu mampu”, dan “aku tahu kamu bisa”.
Jika anak-anak telah dipenuhi dengan penerimaan, kasih sayang dan peneguhan, mereka akan menjadi anak-anak panah yang ada di tangan pahlawan, sesuai rencana Tuhan yang tertulis di dalam Mazmur 127:4, dan siap untuk diluncurkan mencapai sasaran yang Tuhan telah tentukan sebelumnya. Karena itu, jadilah pahlawan dengan berlatih menjadi orang tua yang lebih baik.