Surat Roma yang telah kita pelajari bulan lalu berisi doktrin keselamatan yang sistematik kepada orang-orang yang tinggal di Roma. Namun, surat pertama kepada jemaat Korintus yang kita pelajari bulan ini lebih bersifat jawaban praktis atas pertanyaan-pertanyaan dari berbagai persoalan yang sedang dihadapi oleh jemaat Korintus. Paulus menulis surat ini kepada jemaat yang telah dirintis sebelumnya.Jemaat Korintus tinggal di kota besar yang berpenduduk sangat banyak waktu itu (kira-kira 600.000 orang). jemaat Korintus harus berhadapan dengan tantangan-tantangan dari salah satu kota Yunani yang paling bobrok moralnya karena penyembahan berhala dan filsafat Yunani. Kota Korintus sangat terkenal dengan penyembahan berhala kepada dewa Aphroditus dengan bentuk penyembahan yang dilakukan lewat hubungan seks dengan “imam-imam” wanita sebagai pelacur-pelacur bakti. Kota ini begitu terkenal dengan pelacurannya sehingga istilah “melakukan pelacuran” dalam bahasa Yunani zaman itu disebut sebagai “Korinthiazomai”(dalam bahasa Inggris, “Corinthianize”, yang berarti berlaku sebagai orang Korintus).
Di samping itu, jemaat Korintus terlihat sangat tidak paham akan konsep gereja (Ekklesia) sebagai tubuh Kristusdan Bait Allah. Karena itu,mereka tidak bertumbuh dengan sehat, bahkan mereka menjadi jemaat yang duniawi, penuh kedagingan, dan tidak dewasa. Akhirnya, mereka harus menghadapi begitu banyak persoalan-persoalan yang kemudian mereka tanyakan solusinya kepada Paulus sebagai bapa rohani mereka.
Cara Murid Kristus Menghadapi Persoalan-Persoalan
Jemaat Korintus menghadapi sepuluh persoalan besar, dan Paulus memperlengkapi mereka dengan memberikan jawaban apostolik atas persoalan-persoalan tersebut:
1. Perpecahan jemaat (1 Kor. 1:10-4:21)
Paulus mendengar bahwa ada perpecahan dalam jemaat di Korintus. Nasihat yang diberikannya adalah:
a. Penyebab perpecahan adalah kegagalan dalam memahami prinsip salib, yangmembuat jemaat Korintus hidup dalam hikmat manusia yang mendewakan pemimpin, sehingga muncullah roh sektarian (1 Kor. 1:1:10-3:4);
b. Peran pemimpin penting tetapi pemimpin tidak boleh dijadikan obyek kebanggaan dan pusat dalam rumah Tuhan (1 Kor. 3:5-4:5);
c. Teguran keras Paulus disampaikan dengan memberikan perbandingan antara kesombongan jemaat Korintus dengan kebodohan Paulus (1 Kor. 4:5-21).
2. Dosa seksual dalam keluarga (incest) di dalam jemaat (1 Kor. 5:1-13)
Paulus menyatakan bahwa cara mengatasi dosa yang merusak (“meragi”) dalam jemaat adalah menerapkan disiplin rohani yang tegas tetapi penuh kasih. Jika orang yang dikucilkan bertobat, haruslah ia diterima (2 Kor. 2:5-11).
3. Pencarian keadilan pada orang-orang tidak beriman (1 Kor. 6:1:11)
Paulus menasihati bahwa murid Kristus harus mencari keadilan di dalam jemaat, bukan di luar jemaat, sebab jemaat (anggota Kerajaan Allah) mampu mengadili dengan adil.
4. Kesulitan mengatasi percabulan (1 Kor. 6:12-20)
Cara mengatasi dosa percabulan adalah menyadari bahwa tubuh jasmani jemaat Korintus adalah anggota Tubuh Kristus dan Bait Roh kudus. Kesadaran akan hal itu akan menyebabkan mereka takut akan Tuhan, sehingga mereka dapat memuliakan Tuhan dengan tubuh mereka.
5. Pengaruh sekularisme duniawi yang memengaruhi jemaat dalam hal seks, pernikahan, dan perbudakan (1Kor. 7:1-40)
Paulus memberikan solusi dengan mengingatkan apa yang diajarkan Yesus tentang hal-hal tersebut dan menetapkan hal-hal yang belum ditetapkan oleh Yesus sebagai keputusan apostolik. Paulus menggunakan kata-kata “…bukan aku, Tuhan perintahkan” untuk apa yang diajarkan Tuhan. Paulus menggunakan kata “…aku, bukan Tuhan” untuk keputusan apostoliknya. Maka, ini menjadi solusi yang jelas dan praktis untuk jemaat Korintus.
6. Batu sandungan di antara murid-murid Kristus karena kontroversi soal makanan dan makanan persembahan berhala (1 Kor. 8:1-11:1)
a. Prinsip kasih versus pengetahuan (1 Kor. 8:1-13),
b. Contoh pribadi Paulus dalam penyerahan hak (1 Kor. 9:1-27),
c. Penerapan prinsip kasih dalam sikap dan perbuatan (1 Kor. 10:1-11:1).
7. Peran gender dalam jemaat (1 Kor. 11:2-16).
Paulus menjelaskan bahwa sama seperti kepala Kristus adalah Allah Bapa, demikianlah kepala wanita adalah laki-laki. Wanita dan pria adalah semartabat tetapi berbeda peran. Pria berperan sebagai kepala (sumber, tulang punggung) bagi wanita. Karena itu, wanita(istri) harus belajar tunduk kepada pria(suami). Itulah sebabnya dalam budaya Korintus wanita mengenakan tudung sebagai ekspresi penundukan diri kepada pria. Demikian pula dalam penciptaan, wanita mengenakan rambut panjang sebagai tudung untuk mengekspresikan penundukan diri kepada pria. Jadi, Paulus bukan mengharuskan wanita memakai tudung (kerudung) bagi semua wanita di seluruh jemaat di dunia, tetapi prinsipnya Paulus mengharuskan setiap wanita dalam jemaat untuk memiliki “sikap hati” yang menundukkan diri kepada pria. Itulah tudung/rambut rohani (covering) mereka.
8. Penodaan perjamuan kudus (1 Kor. 11:17-34)
Menodai perjamuan kudus sangatlah serius akibatnya. Banyak murid Kristus di antara jemaat Korintus menjadi lemah, sakit, bahkan meninggal dunia. Karena itulah Paulus mengajarkan cara melakukan perjamuan kudus yang benar agar mereka mendapatkan berkat, bukan disiplin, dari Tuhan.
9. Penyalahgunaan karunia manifestasi Roh Kudus, khususnya karunia bahasa roh (1Kor. 12:1-14:40)
a. Perlunya keberagaman karunia (1 Kor. 12:1-31),
b. Perlunya kasih sebagai pendorong karunia-karunia (1 Kor. 13:1-13),
c. Perlunya penguasaan diri dalam praktik karunia-karunia (1 Korintus 14:1-40).
10. Ketidakpahaman akan kebangkitan orang mati (1 Kor. 15:1-15)
Paulus menerangkan konsep yang sangat lengkap tentang kebangkitan orang mati, yang dikaitkan dengan kebangkitan Yesus.
Marilah kita mempelajari surat pertama Paulus kepada jemaat Korintus ini untuk memperlengkapi kita sebagai murid Kristus. Jika kita mempraktikkan firman Tuhan dengan benar, kita akan bertumbuh semakin tangguh sebagai murid Kristus yang hidup di zaman yang penuh tantangan ini, sekaligus dapat menolong orang lain untuk menjadi murid Kristus yang sejati dan tangguh pula.