Setiap hari, kita makan. Nasi dan berbagai lauk, buah-buahan dan sayur-mayur, camilan dan minuman selingan, dan banyak lagi. Semua makanan yang kita santap itu tentu terbuat dari berbagai macam bahan baku, diolah sedemikian rupa agar cita rasanya dan manfaatnya maksimal, serta ditata sebaik mungkin demi menggugah selera. Namun, jika kita simpulkan pada satu saja prinsipnya, semua makanan bertujuan untuk memberi kesehatan dalam pertumbuhan sel-sel tubuh kita. Jika makanan itu lebih dominan dalam merusak kesehatan dan tidak memberikan manfaat pertumbuhan, tentu wajarnya kita tidak akan memilih untuk menyantapnya.
Sering kali, ketika saya pergi ke rumah makan untuk menikmati makanan di sana, saya mendapati diri saya tidak peduli dengan bahan baku, bumbu-bumbu, cara pengolahan, durasi prosesnya, dan hal-hal detail lainnya tentang makanan yang saya pesan. Saya lebih sering duduk tenang dan menikmati makanan tanpa memikirkan detailnya. Intinya, saya tahu bahwa makanan yang saya pesan itu enak, sehat, dan memberikan pertumbuhan bagi sel-sel tubuh saya.
Pernah suatu masa, saya secara khusus berdiet bersama anak saya, didampingi oleh seorang dokter ahli gizi. Kami diberi tahu banyak informasi tentang bahan makanan, nutrisi yang terkandung dalam makanan itu, cara mengolah dan bagaimana menyantapnya, dan banyak detail lainnya. Semuanya emberikan saya banyak pengetahuan tentang makanan dan gizi yang masuk ke tubuh saya. Namun ternyata pada akhirnya, karena saya tahu makanan itu baik, saya tetap menikmati saja makanan itu ketika disantap masuk ke dalam mulut, tanpa memikirkan detailnya.
Ternyata, selain makanan untuk tubuh fisik kita, saya belajar bahwa prinsip yang sama layak diterapkan pula pada makanan rohani kita, yaitu Firman Tuhan.
Di waktu-waktu lalu, saya sibuk mencari banyak-banyak pengetahuan atas Firman yang saya sedang pelajari. Bukan, saya bukan sedang menikmati Firman itu. Saya repot mencatat, memikirkan terjemahan bahasa Inggrisnya, bahkan bahasa asli penulisannya, mengritik dalam hati materi khotbah yang sedang dibagikan oleh pembicara serta cara penyampaiannya… Banyak sekali Firman yang saya masukkan dengan “rakus” ke dalam pemahaman saya, tetapi tidak menjadi rhema yang mengubah diri saya. Saya tetap sama dan masih sering jatuh di dalam berbagai kondisi diri yang tidak ideal. Mengapa demikian? Rupanya, saya rajin dan sibuk mengumpulkan pengetahuan belaka, agar ketika saya diminta memimpin pembahasannya, pengetahuan saya akan terlihat baik dan saya dianggap berpemahaman luas. Padahal, tidak banyak kehidupan yang saya bagikan saat memimpin pembahasan Firman.
Selain itu, karena terlalu berfokus pada detail-detail kecil itu, lalai berfokus pada menikmati mengonsumsi Firman itu sendiri, kerap timbul pertikaian karena saya berbeda pandangan dengan istri saya. Syukurlah, Roh Kudus menyadarkan saya lewat pengalaman dengan makanan jasmani dan perlakan saya jadi sadar bahwa Firman Tuhan itu adalah makanan terbaik yang Bapa sediakan bagi kesehatan dan pertumbuhan rohani kita, anak-anak-Nya. Bagian saya adalah makan: mengonsumsi dan menikmati Firman itu. Tidak perlu saya memusingkan detail-detail kecil sehingga saya lupa menikmati Firman. Pengetahuan akan detail-detail itu baik, tetapi berapa pun yang saya jejalkan ke dalam pemahaman, tanpa mengonsumsi dan menikmati Firman yang didapat dengan sepenuh hati, tidak akan terjadi pertumbuhan rohani pada diri kita. Satu-satunya cara agar kita mengalami Firman yang memberi pertumbuhan rohani adalah kita menikmatinya segenap hati dengan penuh kesukaan.
Sahabat, kita tidak akan bisa mendapatkan kehidupan Kristus kalau kita hanya mencari dan mendapatkan pengetahuan tentang Firman. Kehidupan Kristus akan nyata dalam hidup kita, kalau ada firman yang kita masukkan dan nikmati ke dalam hati dan kehidupan kita. Saat itulah, akan terjadi pertumbuhan dan kehidupan rohani. Sejak saya menyadari prinsip ini, saya hanya mau menikmati Firman tanpa pusing dengan detail-detail lain tentangnya.
Jagalah fokus kita untuk terus melekat pada Firman yang akan memberi pertumbuhan, dengan menikmati dan menyimpannya di lubuk hati, maka hidup kita akan mengalami perubahan dan makin serupa dengan kehidupan Kristus.
“Hai anakku, perhatikanlah perkataanku, arahkanlah telingamu kepada ucapanku; janganlah semuanya itu menjauh dari matamu, simpanlah itu di lubuk hatimu. Karena itulah yang menjadi kehidupan bagi mereka yang mendapatkannya dan kesembuhan bagi seluruh tubuh mereka.”
Amsal 4:20-23