Awalnya istri saya tidak bersedia dan ia menganggap misi ‘bunuh diri,’ karena kedua anak kami yang masih kecil (4 dan 6 tahun) harus ikut ke Nias. Namun, kira-kira 1,5 tahun kemudian, isteri saya mendengar janji Tuhan, bahwa Tuhan memanggil kami untuk masuk ke ‘Promiseland’ (tanah perjanjian), agar Ia memberkati kami dengan jiwa-jiwa. Pada 7 Januari 2007, kami sekeluarga meninggalkan ‘dreamland’ (Jakarta) dan pergi ke ‘Promiseland’ (Nias). Keluarga besar saya terkejut dan tidak setuju, karena kami seperti seseorang yang membuang masa depan cerah dan masuk ke sebuah pulau yang hancur berantakan. Mereka takut karena kami berada di pulau yang berbahaya, juga terpencil dan termasuk daerah tertinggal, sehingga masa depan anak-anak kami dipertaruhkan. Tapi Allah yang kita sembah adalah Allah yang hidup. Ia menyertai dan menguatkan kami untuk menghadapi setiap tantangan di pulau ini. Memang, bagi keluarga dan orang lain yang tidak mengerti apa yang kami lakukan, dianggap sebagai kebodohan. Hanya Allah yang memperhitungkan ketaatan kami kepada Dia.
Kami bergumul untuk merintis pelayanan ini, kami memakai tabungan kami untuk menyewa tanah dan membangun rumah kayu untuk menampung anak-anak asuh, termasuk membiayai anak-anak yang kami muridkan dan merintis beberapa usaha kecil untuk memberdayakan mereka. Kami tidak sanggup membeli sepetak tanahpun dan hanya memakai sebuah sepeda motor untuk pelayanan. Siapakah kami dibandingkan dengan lembaga-lembaga besar seperti UNICEF, UNHCR, FAO, ILO, OXFAM, BRR yang memiliki dana triliunan, kantor besar, kendaraan roda empat, para koordinator dan manager handal dengan rencana rekonstruksi dan rehabilitasi yang hebat. Sedangkan program kami ‘hanya’ menampung, mengasuh dan memuridkan sesuai amanat agung (Matius 28:19). Iblis menyerang kami bahwa kami berjuang sendirian, tanpa dukungan seorang pun. Penipuan, fitnah, intimidasi dan tekanan demi tekanan kami alami, sehingga membuat VISI kami mengalami ‘kematian’ dan ‘padang gurun’.
Setelah mengalami pergumulan, Tuhan meneguhkan kami dengan mempercayakan 1 petak tanah di pinggir sungai, sehingga kami membangun 5 pondok asuh dan menampung belasan anak. Walau penuh perjuangan dan air mata, kami masih eksis di Nias. Sedangkan lembaga-lembaga itu meninggalkan Nias, karena waktu dan dana untuk Nias telah habis. Memang mereka berhasil membangun jalan, jembatan, rumah bahkan gedung sekolah dan ibadah, tapi tak satupun yang berhasil mengubah dan memberdayakan masyarakat. Melalui YBMI (Yayasan Bina Mandiri Indonesia), ada sebuah TK (Taman Kanak-Kanak) di desa yang kami layani, bahkan kini kami merintis sendiri sebuah TK baru di dekat rumah asuh kami. Kami bersukacita bahwa Tuhan memampukan kami menyelesaikan rumah asuh ini. Di sini tak ada listrik, kualitas air tanah sangat jelek, karena asin dan kotor. Tetapi, kami merasakan penyertaan Tuhan bahwa rumah asuh sudah berdiri. Rasa kesendirian selama berjuang terobati pada saat para sahabat mendoakan kami. VISI “Melahirkan Generasi baru Nias yang memberkati dan mengubah Nias menjadi Nias yang baru,” semakin jelas. VISI ini dijabarkan dalam MISI yang terjangkau dan terukur, yang kami sebut ‘ABDI PUSAKA INDONESIA.’ Artinya, kami mengabdi pada Tuhan untuk melahirkan pusaka-pusaka bagi Indonesia. Pusaka bukan hanya bendera atau tanah, tapi anak-anak berkualitas, SDM handal, generasi yang takut akan Tuhan dan hidup bagiNya.
Sekarang kami bergumul untuk merintis sekolah SD/SMP berkualitas. Kami bermimpi untuk sebuah mobil operasional bagi panti asuhan. Kami berdoa untuk tanah 8.000 m2 supaya dibuat pertanian, yang menopang makanan bagi rumah asuh dan mencukupkan dana operasional TK yang kami rintis. Kami tidak tahu tenaga guru dan dana dari mana, tapi kami percaya kepada Tuhan untuk menyediakan semua tepat pada waktuNya. Kami berjalan dalam Kronos Tuhan, karena Kairos Tuhan pasti datang. Perjalanan masih panjang, tapi kami tahu tujuan, yaitu TUJUAN ALLAH SENDIRI. Diujung jalan ada DIA yang menyambut dan menghibur kami. OUR JOURNEY HIS DESTINATION ! SOLI DEO GLORIA! Senta Leo (Nias)