Perenungan dan pembelajaran Firman Tuhan secara khusus telah menjadi fokus bahasan kita dalam setiap edisi bulanan build! yang kita terima dan baca di tahun 2019 ini. Memang, hidup di dalam kebenaran Firman Tuhan terus-menerus adalah gaya hidup anak-anak Allah, yang sudah seharusnya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam setiap sisi dan waktu keseharian kita. Oleh karenanya penting, bagi setiap anak-anak Allah menyadari bahwa hidupnya tidak dapat dipisahkan dengan setiap perkataan yang keluar dari mulut Allah (Mat. 4:4), sebab Firman Allah itulah yang mendidik orang dalam kebenaran (2 Tim. 3:16).
Pada build! edisi sebelumnya, bulan Juni 2019, kita sudah membahas mengenai Prinsip Umum dalam Penafsiran Alkitab. Bagian pertamanya ialah Prinsip Konteks, yaitu bahwa dalam membaca Firman Tuhan kita perlu mengamati lebih cermat dan lebih utuh isi dari teks Firman itu dengan mengajukan beberapa pertanyaan sesuai penjelasan yang termuat sebelumnya. Dengan mengajukan berbagai pertanyaan dalam tahap proses pengamatan, kita akan mendapatkan semakin banyak data dan semakin baik pula memahami konteks teks Firman Tuhan yang kita baca.
Pemahaman konteks dari Firman Tuhan secara utuh dan kontekstual adalah suatu hal yang penting dalam membaca Firman Tuhan. Kita menjadi semakin memahami bahwa Firman Tuhan yang kita baca bukan hanya dengan pengertian dari satu atau beberapa ayat tertentu, tetapi justru melihat apa yang menjadi konteks dalam paragraf dan perikop ayat tersebut. Demikian pula, kita melihat juga apa yang menjadi konteks perikop yang kita baca, terkait dengan perikop sebelum atau sesudahnya. Selanjutnya, dalam konteks pasal kita melihat juga apa yang menjadi konteks pasal tersebut dengan pasal yang sebelum dan sesudahnya yang sedang kita baca; lalu dalam konteks kitab, kita melihat apa yang menjadi konteks dalam kitab tersebut secara keseluruhan maupun kitab-kitab yang terkait dengan kitab yang kita baca itu. Segala sesuatu yang kita gali di dalam Alkitab tidak boleh kita tafsirkan sembarangan atau terpisah-pisah tanpa memperhatikan maksud penulisan dan pesan dari Alkitab secara konteks keseluruhannya. Inilah yang dimaksud dengan mempelajari serta memahami konteks Alkitab.
Jadi membaca dan menafsirkan ayat-ayat Firman Tuhan tidak boleh berdiri sendiri tanpa konteks dan tanpa memperhatikan hubungan-hubungan atau keterkaitannya secara lebih utuh. Sebagai gambaran yang lebih jelas, mari lihat beberapa contoh dalam Alkitab untuk kita terapkan Prinsip Konteks ini.
Dalam Perjanjian Baru, tentunya kita tidak asing dengan kata daging. Pengertian kata daging ini tidak dapat disamaratakan artinya hanya pada pengertian arti keduniawian saja, tetapi perlu kita lihat konteksnya secara utuh. Perhatikan beberapa ayat berikut ini:
- Yohanes 3: 6: “Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh,” (Yoh. 3:6).
Konteks kata daging dalam ayat ini ialah harfiah, maka maknanya memang makna harfiah, yaitu daging atau tubuh jasmani.
- Roma 8:4-6: “…supaya tuntutan hukum Taurat digenapi di dalam kita, yang tidak hidup menurut daging, tetapi menurut Roh. Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh. Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera.”
Makna kata daging di sini maksudnya bukanlah daging secara harfiah seperti yang tertulis dalam Yohanes 3:6, tetapi keduniawian/hawa nafsu, khususnya nafsu jahat.
- Galatia 3:3: “Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?”
Pengertian kata daging dalam ayat ini berbeda dari dua penyebutan sebelumnya pada Yohanes 3:6 (tubuh jasmani) dan Roma 8:4-6 (hawa nafsu duniawi). Makna kata daging dalam Galatia 3:3 pun berbeda dengan anggapan banyak dari kita yang biasanya memandang ayat ini sebagai teguran Paulus kepada orang-orang percaya di Galatia yang mulai meninggalkan hidup kerohanian mereka dan hidup dalam hawa nafsu duniawi. Padahal, apabila kita teliti secara konteks pasalnya (Galatia pasal 3), maknanya menjadi jelas. Ayat sebelumnya (Gal. 3:2) berkata, “Hanya ini yang hendak kuketahui dari pada kamu: Adakah kamu telah menerima Roh karena melakukan hukum Taurat atau karena percaya kepada pemberitaan Injil?” dan ayat sedikit sesudahnya (Gal. 3:5) berkata, “Jadi bagaimana sekarang, apakah Ia yang menganugerahkan Roh kepada kamu dengan berlimpah-limpah dan yang melakukan mukjizat di antara kamu, berbuat demikian karena kamu melakukan hukum Taurat atau karena kamu percaya kepada pemberitaan Injil?”. Jelaslah, makna kata daging ini ternyata perilaku orang-orang Galatia yang mulai meninggalkan injil kasih karunia dan mulai mengikuti kembali aturan-aturan dalam hukum Taurat. Untuk lebih jelasnya, kita dapat melihat penjabaran Paulus mengenai hal ini dalam paragraf/perikop yang lebih luas (Gal. 3:15-29).
Selanjutnya, mari kita lihat contoh pengertian makna istilah perkara yang di atas.
- Kolose 3:1-2: “Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.”
Perhatikan istilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, dan duduk di sebelah kanan Allah, dalam ayat ini. Seperti yang sudah dibahas dalam penjelasan tentang Prinsip Konteks, kita perlu memperhatikan hubungan-hubungan atau keterkaitan istilah-istilah ini dengan konteks lebih utuh dari teks yang kita baca. Konteks pengertian perkara yang diatas dan bukan yang di bumi (ay. 2) bisa kita lihat dengan membaca Kolose 3:8-17, sementara maksud dari istilah perkara di bumi tampak pada Kolose 3:5-7. Jadi apabila kita mengamati lebih utuh konteksnya, akan jelas apa yang dimaksud dalam Kolose 3:1-2, bahwa ini tidak dapat asal ditafsirkan dengan pengertian sebagian orang tentang kita di dunia ini tidak perlu mengurus, mengatur, dan bekerja dalam kehidupan sehari-hari (misalnya, tidak bersungguh-sungguh dalam pekerjaan, tidak peduli dengan kesehatan jasmani, makan asal-asalan dan tidak berolahraga, tidak mau bersosialisasi di luar urusan “pelayanan”, dsb). Bukan itulah maksudnya. Melihat dan mengamati penjabaran secara utuh konteks Kolose 3:1-17 akan membawa kita kepada pemahaman yang benar, yaitu kita harus menjaga pikiran dan tindakan kita, tetap sesuai dengan perkataan Kristus, dan Firman-Nya menguasai hidup kita sehingga damai sejahtera Kristus yang akan memerintah dalam hidup kita.
Dari contoh-contoh ini, kita dapat menarik kesimpulan bahwa saat kita membaca sebuah ayat, dan sepertinya kita mendapatkan suatu pengertian yang baru atau menarik (“pencerahan”), lebih baik kita tidak terburu-buru mengambil kesimpulan sendiri lalu mempraktikkannya apalagi mengajarkannya tanpa menggalinya lebih dalam dan utuh terlebih dahulu. Misalnya, tentu salah jika kita berpendapat “yang penting adalah perkara-perkara di atas/kegiatan rohani” saja tanpa kita mengerti maksud Firman Tuhan serta kehendak Tuhan bagi kita. Kesalahan ini cenderung membawa kita justru hanya berpikir mengenai diri kita sendiri. Alhasil, kita tidak salah tafsir, salah pengertian, salah bertindak, apalagi salah mengajar.
Istilah atau kata-kata yang bunyinya atau ejaannya sama pun belum tentu bermakna sama dalam setiap penyebutannya. Jadi, sekali lagi, jangan terburu-buru menyimpulkan maknanya sebelum menggali konteksnya yang lebih utuh. Baca, pelajari, dan pahami dahulu konteksnya, sehingga kita dapat mengerti makna sebenarnya dari ayat yang kita baca dan kita dapat melakukan dengan benar sesuai apa yang dimaksud oleh penulisnya. Perhatikan pula penggunaan kata-kata penghubung dalam bagian-bagian yang kita baca dan pelajari, misalnya oleh karena itu, maka, sehingga, supaya, demikian pula, sesudah itu, demikian kita ketahui, dsb; karena kata-kata penghubung menunjukkan hubungan/keterkaitan dan alur antar bagian-bagian yang dihubungkannya. Jangan menyamaratakan makna istilah atau kata-kata atau bagian mana pun di dalam Alkitab. Sangat mungkin, setiap penyebutan itu sangat berbeda maksudnya, karena tergantung pada konteks penulisannya dalam perikop, pasal, dan kitab ayat tersebut.
Setiap anak Allah, setiap orang percaya, perlu terus belajar bertumbuh dalam pengenalan akan kebenaran Firman Tuhan dengan pimpinan Roh Kudus, karena hanya Roh Kudus-lah yang memimpin kita untuk mengerti segala kebenaran (Yoh. 16:13-15). Dalam kehidupan kita, belajar Firman Tuhan adalah sebuah perjalanan yang tidak akan pernah berhenti di dunia ini, di sepanjang hidup kita. Mari kita terus belajar menggali lebih dalam dan lebih utuh setiap Firman-Nya dalam konteks yang benar; bukan dengan mengandalkan pengertian dan penafsiran sendiri, tetapi dengan kerendahan hati bahwa Roh Kudus akan memberikan pencerahan-Nya atas Firman Tuhan yang sedang kita baca dan renungkan, dan Roh Kudus juga akan menginspirasi dan menggerakkan kita untuk melakukan Firman itu dengan pengertian yang benar. Jika kita bersedia melakukannya, tak mungkin tidak, kita akan semakin mencintai Firman Tuhan setiap hari.