//, Movement News/Pemulihan Rumah Tuhan kepada esensinya

Pemulihan Rumah Tuhan kepada esensinya

Kita tahu Firman Tuhan berkata bahwa sebelum kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali, segala sesuatu harus dipulihkan terlebih dahulu. Pria dan wanita sebagai pribadi-pribadi, keluarga sebagai unit dasar masyarakat, dan segala sesuatu harus dipulihkan. Namun pernahkah kita berpikir, apa sebenarnya tujuan dari semua pemulihan itu? Apakah sekedar supaya setiap hal-hal tersebut di atas pulih dan menjadi “baik-baik saja”? Tentu terlalu sederhana jika demikian. Pemulihan harus lebih dari itu. Mari kita pelajari tujuan pemulihan segala sesuatu yang sebenarnya dari Kitab Wahyu dan Kitab Yesaya.

Kitab Wahyu diakhiri dengan terwujudnya kota Yerusalem Baru. Yerusalem Baru adalah kumpulan rumah-rumah yang telah selesai dibangun. Ini berarti, pemulihan segala sesuatu terus bergerak ke satu arah yang jelas, yaitu pemulihan rumah Tuhan. Rumah Tuhan adalah komunitas-komunitas dasar yang menjadi tempat kediaman Tuhan, yang akan menjadi pusat solusi bagi bangsa-bangsa (Yesaya 2:2-3). Kita sebagai gereja di akhir zaman harus menyadari ke mana Tuhan hendak bergerak. Jadi, sudah menjadi tanggung jawab kita untuk bergerak bersama-sama seiring dengan arah gerakan Tuhan sendiri ini.

 

PERINGATAN AKAN KEJATUHAN GEREJA MULA-MULA
Ketika Kristus menyampaikan pesanNya kepada gereja mula-mula, Ia mendahuluinya dengan sebuah pesan yang disampaikan kepada Yohanes (Wahyu 1:4-8). Bagi saya, Wahyu 1:4-6 berisi hal-hal esensial yang tidak boleh hilang dari gereja. Bila esensi itu hilang, gereja akan terperosok ke dalam jurang yang dalam. Gereja yang tidak memiliki esensi tersebut akan segera berakhir dan menjadi sekedar agama yang mati.
Mari, kita simak hal-hal esensial yang disampaikan oleh Kristus melalui Rasul Yohanes.

I. Allah Tritunggal bertahta dan berdiam di dalam jemaatNya
“Dari Yohanes kepada ketujuh jemaat yang di Asia Kecil: Kasih karunia dan damai sejahtera menyertai kamu, dari Dia, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, dan dari ketujuh roh yang ada di hadapan takhta-Nya, dan dari Yesus Kristus, Saksi yang setia, …” (Wahyu 1:4-5a)

Surat ini dituliskan kepada ketujuh jemaat di Asia kecil. Allah ingin memberitahukan kepada ketujuh jemaat itu, bahwa Allah bertahta dan berdiam di dalam jemaatNya. Jika kita melihat Wahyu pasal 4-5, Tuhan memperlihatkan kepada Yohanes tentang pola gereja yang sempurna, yang diinginkan oleh Allah.

Yohanes melihat bahwa tahta Allah ada di tengah-tengah ke-24 tua-tua, malaikat dan suku-suku bangsa, baik di bumi maupun di sorga. Allah bertahta dan berdiam di dalam dan di antara umatNya. Inilah rumah Tuhan. Kita tidak boleh melupakan hal ini. Perhatikan bahwa begitu gereja mula-mula melupakan hal itu, mereka pun mulai mengalami kemerosotan. Akhirnya, rumah Tuhan bukan lagi sebagai komunitas orang-orang percaya, tetapi berubah menjadi gedung, institusi, denominasi, bahkan gereja berubah bentuk menjadi hiburan/tontonan belaka (entertainment).

Jadi, esensi pertama dari gereja (rumah Tuhan) adalah komunitas orang percaya. Tuhan tentu tidak menginginkan “tangan palsu” menempel di tubuhNya. Ia ingin memiliki anggota tubuh yang hidup dan yang sejati. Anggota tubuh adalah organ hidup yang menjadi bagian dari Kristus. Karena gereja tidak memperhatikan hal ini, maka akhirnya Tuhan mengatakan bahwa Ia akan “memuntahkan jemaat Laodikia dari mulutNya” (Wahyu 3:16). Apakah yang akan dimuntahkan dari dalam perut seseorang? Tentu zat-zat yang tidak dapat dicerna dan harus dibuang.

Setelah kita menjadi percaya kepada Yesus Kritus, kita dapat diibaratkan seperti makanan (contoh: daging kambing) yang masuk ke dalam “perut”Nya. Kristus akan memproses kita, sehingga kita menjadi bagian yang tak terpisahkan, menyatu dengan diriNya/tubuhNya. Jika kita bersikeras tetap ingin menjadi “daging kambing,” maka kita menjadi zat/benda asing yang akan dimuntahkan keluar. Ketika gereja di Laodikia mulai berfokus bukan lagi kepada esensi gereja, yaitu komunitas (tubuh Kristus), melainkan kepada kekayaan material/jasmani, maka Kristus tidak lagi betah tinggal di antara mereka. Gereja Laodikia menjadi “kumpulan agama” dan bukan rumah Tuhan. Tuhan berada di luar dan mengetuk pintu.

II. Salib sebagai pusat rumah Tuhan
”Yang pertama bangkit dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja bumi ini. Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya –“ (Wahyu 1:5b)

Apa yang menjadi pusat perhimpunan dan ibadah kita? Apakah acara yang dinamis, khotbah, pengajaran, atau liturgi yang teratur? Itu semua baik dan tidak salah, tetapi semua itu tidak mampu membawa kita untuk masuk hadirat Tuhan. Kita hanya dapat masuk ke hadirat Tuhan melalui darah Yesus. Hadirat Tuhan tidak bisa kita alami tanpa iman kepada darah Yesus yang telah menyucikan kita dari segala dosa. Inilah hal esensial yang berikutnya: keintiman di dalam hadirat Tuhan melalui darah Yesus.

Kehilangan pusat perhimpunan dan ibadah kita berarti kehilangan keintiman dengan Tuhan. Akibat kehilangan keintiman dengan Tuhan, jemaat Efesus kehilangan kasih yang mula-mula. Keintiman dengan Allah disebut sebagai pengenalan akan Allah. Bila kita kehilangan keintiman dengan Allah, maka hal tersebut menyebabkan kita bisa disesatkan oleh roh perzinahan rohani untuk meninggalkan Tuhan (Hosea 4:6, 12). Karena meninggalkan Tuhan, kita justru mencari keintiman dengan hal-hal lain, yaitu materi (uang) dan percabulan/perzinahan atau dosa seksual (Hosea 4:13-14).

Hal itulah yang terjadi kepada jemaat di Pergamus (Wahyu 2:14) dan Tiatira (Wahyu 2:20-22). Bahkan, karena tidak ada keintiman dan ketujuh Roh Allah (kesempurnaan kerja Roh Allah) di dalamnya, gereja Pergamus tidak memiliki pekerjaan-pekerjaan yang sempurna, melainkan pekerjaan-pekerjaan yang mati (Wahyu 2:12-16).

III. Semua anggota rumah Tuhan adalah Imam
“Dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, Bapa-Nya, — bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin.” (Wahyu 1:6)

Kita semua telah dijadikan imam-imam dan raja-raja di dalam Kerajaan Allah. Hal ini bukanlah peristiwa yang akan terjadi nanti di surga atau di masa depan. Ini adalah fungsi kita sekarang sebagai orang percaya (anggota rumah Tuhan) yang sangat esensial: keimamatan kita sebagai orang percaya. Kita sebagai orang percaya adalah imam-imam yang melayani. Imam mempunyai 5 fungsi, yaitu: membangun rumah Tuhan (fungsi apostolik – 1 Petrus 2:5-10); menyembah, bersyafaat, dan bernubuat (fungsi profetik – 1 Tawarikh 25:1-6, 1 Korintus 14:31); memberkati dan menyembuhkan hati yang terluka (fungsi penggembalaan – Ulangan 21:5); mengajarkan firman Tuhan (fungsi pengajaran – Maleakhi 2:7-9); memberitakan perbuatan-perbuatan Allah yang besar, yang telah memanggil mereka dari kegelapan kepada terang (1 Petrus 2:9).

Bila imam melayani berdasarkan kelima fungsi ini dan dengan mengandalkan darah Yesus, maka hadirat Kristus dapat dinyatakan kepada orang lain. Tanpa imam, hadirat Allah tidak dapat dihadirkan di rumah Tuhan mau pun di tengah-tengah masyarakat. Ketika jemaat Pergamus mengabaikan keimamatan semua orang percaya, maka mereka akhirnya berpegang kepada ajaran pengikut Nikolaus.

Nikolaus artinya “menguasai orang banyak” atau “mendominasi.” Sejak itulah, maka gereja telah masuk ke dalam dikotomi yang memisahkan “suku pendeta” yang mendominasi jemaat sebagai “orang awam.” Pada akhirnya, yang dianggap sebagai imam adalah “suku pendeta,” sedangkan jemaat adalah “orang awam,” yang artinya adalah “orang bodoh.”

Ketiga unsur esensial di atas, yaitu Bait Allah, Darah, dan Keimamatan, menentukan hadirat Allah di dalam rumah Tuhan. Bahkan semua agama, termasuk Perjanjian Lama, memiliki 3 unsur tersebut. Oleh karena itu, untuk mengalami hadirat Allah, setiap orang harus berada di bait (rumah) Allah. Dalam Perjanjian Lama dan agama-agama lain, tidak semua orang adalah imam. Apabila imam membawa korban persembahan (biasanya darah), maka barulah ia dapat masuk ke dalam “bait Allahnya.”
Di dalam setiap agama maupun Perjanjian Lama, ketiga unsur tersebut terpisah satu dengan yang lain. Mereka mempunyai bait yang terpisah, imam yang terpisah, dan korban persembahan (binatang) yang terpisah. Tetapi, di dalam kekristenan, ketiga unsur itu adalah satu kesatuan dan bukan terpisah. Kita secara kolektif (bersama-sama) adalah rumah Tuhan, secara kolektif juga adalah imam, dan secara kolektif adalah korban-korban hidup, yang dipersembahkan (Roma 12:1). Korban utama kita yaitu Anak Domba Allah, juga tinggal bersama-sama kita di rumahNya. Ini adalah esensi-esensi gereja yang tidak boleh kita lupakan dan harus tetap kita praktekkan. Mari menjadi rumah Tuhan yang sejati melalui pemulihan yang Tuhan sedang lakukan atas kita semua, agar kita dengan tekun memiliki dan mempertahankan 3 unsur esensi gereja.
(Ir. Eddy Leo, M. Th. Apostolic Team Ministry.)

2020-04-22T14:27:00+07:00