Pada bulan lalu kita membahas perlunya penyelarasan dan pembangunan kembali beberapa hal dalam kehidupan, yang dijelaskan dalam surat Ibrani pasal 13. Oleh karena ketiadaan pemuridan yang tepat dan efektif di banyak komunitas serta gereja masa kini, hal-hal itu telah lama menjadi tak sejalan dengan nilai-nilai Kristus sehingga perlu diselaraskan dan dibangun kembali. Tidak ada pemuridan maupun pemuridan yang tidak tepat atau tidak efektif menghambat pertumbuhan rohani jemaat. Kerap kali, gereja tidak menyadari pentingnya pemuridan sehingga tidak melakukannya, atau berpegang pada konsep-konsep pemuridan yang tidak alkitabiah sehingga melakukannya secara tidak tepat dan tidak efektif. Kali ini, kita akan merenungkan kembali konsep dasar tentang pemuridan dari surat Paulus dan mempelajari prinsip-prinsipnya.
“Dialah yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus. Itulah yang kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala tenaga sesuai dengan kuasa-Nya, yang bekerja dengan kuat di dalam aku.” – Kolose 1:28-29, TB
Dalam perikop ini, Paulus menggunakan kata “kami”. Apakah artinya? Walaupun Paulus bukanlah perintis langsung dari jemaat di Kolose, Pauluslah yang mengutus tim kerasulan (kemungkinan yaitu Efaproditus dan tim) untuk menginjili dan memuridkan murid-murid awal di Kolose. Adalah pola kerja atau kebiasaan Paulus dalam perintisan jemaat menggunakan pola pemuridan “havruta” (kelompok kecil berisi 2-3 orang) yang memuridkan orang-orang damai yang ditemukan. Contoh yang sangat nyata sebelumnya adalah jemaat Tesalonika, yang dirintis lalu dimuridkan Paulus dalam perjalanan misinya yang kedua bersama Silas dan Timotius (Kis. 17:1-15; 1 Tes. 1-2), mengikuti pola pemuridan yang diajarkan oleh Yesus dalam Lukas 10, dengan tim kerasulan (havruta, atau “komunitas sepakat” dalam istilah yang lebih kita kenal sekarang) menemukan orang damai dan segera memuridkan orang-orang damai itu di rumah mereka (Luk. 10:1-9). Dalam kedua ayat kunci di surat Kolose ini, secara khusus kita dapat melihat lima prinsip pemuridan yang diterapkan oleh Rasul Paulus dari ajaran Kristus sendiri.
- HATI/NYAWA PEMURIDAN: Kristus – “Dialah yang kami beritakan…”
Kristus adalah hati atau nyawa pemuridan. Satu-satunya fokus arah dalam proses pemuridan. Pemuridan adalah proses membawa orang untuk hidup berfokuskan Kristus, bukan berfokus pada diri si pemurid. Kita tidak menjadikan orang murid kita, tetapi murid Kristus. Ingat, amanat agung Kristus adalah “…jadikanlah sekalian bangsa murid-Ku…”. Sayang, banyak proses pemuridan dalam gereja masa kini telah berubah fokus. Bukan lagi Kristus yang menjadi hati atau nyawanya, tetapi justru banyak pemurid menjadikan orang murid atau pengikut mereka sendiri. Akhirnya, si pemurid itulah yang menjadi fokus pemuridan, dan terjadilah kontrol dari si pemurid kepada orang yang dimuridkan. Hal ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan relasi yang bersifat “sihir” (kontrol, mendikte, manipulasi, paksaan, dsb demi tujuan si pemurid), seperti yang diuraikan oleh Paulus di Galatia 5:19-20.
Karena ingin supaya orang yang dimuridkan berubah sesuai tujuannya, pemurid mengendalikan muridnya itu untuk mengikuti arahannya secara mutlak, termasuk arahan yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan maupun tanpa mendorong dan melatih orang yang dimuridkan untuk menangkap sendiri arahan Tuhan baginya. Misalnya, ada sebagian pemurid yang mengatakan bahwa orang-orang yang dimuridkannya hanya dapat mendengar suara Tuhan melalui dirinya. Akibatnya, segala hal yang diputuskan dalam hidup si murid harus dikonsultasikan kepada pemurid, dan kalau pemurid tidak setuju, si murid harus taat. Kalau si murid bertanya atau tidak setuju dengan instruksi pemurid, pemurid akan memanipulasi berbagai hal demi si murid “insaf” dan akhirnya mengikuti arahannya. Ini adalah bentuk kontrol yang berasal dari kedagingan, yang menjadikan pemurid pusat/fokus, menggantikan peran Kristus sebagai pusat/fokus yang sejati. Inilah waktunya kita perlu melakukan penyelarasan kembali dalam hal hati/nyawa dan fokus pemuridan.
- CARA PEMURIDAN: Nasihat dan ajaran hikmat secara pribadi — “… apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat…”
Apakah cara yang paling efektif dalam pemuridan? Pemuridan bukanlah sekadar menjelaskan materi atau pelajaran tentang pemuridan, pemahaman, informasi tentang suatu topik, atau metode-metode lainnya, tetapi harus bertumpu pada dua “menasihati” dan “mengajar”. Bagaimana seorang pemurid dapat menasihati dan mengajar orang yang dimuridkan dengan tepat? Dengan segala hikmat.
- Menasihati dengan segala hikmat adalah tindakan untuk membimbing murid agar mencapai tujuan pemuridan, yaitu pertumbuhan menuju keserupaan dengan Kristus, dengan cara pemurid “menasihati”. Kata “menasihati” dalam bahasa asli penulisan ayat kunci kita, bahasa Yunani, mempunyai arti “memberi konseling” atau “memberi bimbingan”. Maka, cara pemuridan bukanlah memberikan nasihat-nasihat satu arah yang “mencekoki” si murid, tetapi lewat konseling dan bimbingan yang penuh interaksi tanya-jawab, yang akan membantu munculnya pencerahan dalam diri si murid sehingga dia menemukan sendiri jawaban atas proses yang sedang dialaminya. Interaksi yang demikian disertai dengan hikmat dari Allah melalui hikmat rohani pemurid, sehingga mengerjakan kuasa perubahan dalam diri si murid untuk mencapai pertumbuhan yang disasar.
- Mengajar dengan segala hikmat bukanlah mengajar satu arah seperti di sekolah, dengan pemurid mengajarkan materi pengajaran atau pengalaman pribadinya agar diikuti mentah-mentah oleh si murid. “Mengajar” yang dimaksud di sini adalah seperti yang Kristus katakan dalam amanat agung: “… ajarlah mereka melakukan…”. Segala hal yang diajarkan oleh pemurid kepada si murid haruslah tetap berupa mengajar si murid untuk taat melakukan arahan Tuhan yang didapatnya, bukan materi atau topik apa pun lainnya. Dengan bersumber dari hikmat, pengajaran seperti ini akan memberi motivasi dan kesanggupan untuk taat bagi si murid.
- SASARAN PEMURIDAN: Serupa Kristus — “… untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus…”
Sasaran atau tujuan pemuridan bukanlah kesuksesan, kemakmuran, maupun pencapaian potensi diri dalam bentuk jabatan atau apa pun, seperti yang banyak kita lihat dalam “pemuridan” di zaman sekarang ini. Sasaran pemuridan yang benar adalah kedewasaan sempurna si murid, yaitu keserupaan dengan Kristus. Tugas pemurid adalah memimpin tiap murid untuk bertumbuh menuju sasaran itu di dalam Kristus. Apakah standar atau ukuran keberhasilannya? Standar dan ukurannya adalah “sempurna seperti Bapa” (Mat. 5:48), yaitu “…sampai rupa Kristus nyata di dalam kamu” (Gal. 4:19). Ini berarti murid memiliki manusia roh (batiniah) yang serupa dengan Kristus; jika manusia roh yang di dalam sudah mencapai keserupaan dengan Kristus, makin manusia roh serupa dengan Kristus, manusia lahiriah yang terlihat di luar pun pasti makin menghasilkan buah Roh secara nyata.
Lalu, bagaimanakah cara mencapai sasaran itu? Caranya adalah meneladani/mencontoh gaya hidup Kristus (1 Yoh. 2:6). Banyak orang ingin memiliki “hidup Yesus” tanpa rela menjalani “gaya hidup Yesus”. Contohnya, ada sebagian orang ingih memiliki hidup yang kudus, benar , penuh kasih seperti Yesus, tetapi tidak mau menjalani gaya hidup Yesus yang mempraktikkan disiplin-disiplin rohani secara tetap (doa, renungan, coram Deo, berpuasa, berdiam diri dan menyendiri, beristirahat/sabat, bersekutu, dll.). Tentu, tidak mungkin sasaran pemuridan keserupaan dengan Kristus tercapai tanpa gaya hidup yang meneladani Kristus.
- HARGA PEMURIDAN: Segala tenaga — “Itulah yang kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala tenaga…”
Pemuridan adalah proses yang sangat sulit dan panjang. Proses pemuridan tidaklah mudah, baik bagi pemurid maupun bagi si murid. Namun, Kristus ada di tengah-tengah pemuridan dan Kristuslah sasarannya. Karena itulah, pemurid maupun murid perlu belajar rela membayar harga pemuridan (Luk. 14:25-33; Kolose 1:29). Banyak orang Kristen zaman sekarang tidak rela membayar harga dalam pemuridan, sehingga gereja cenderung membangun kegiatan-kegiatan menyenangkan yang bersifat hiburan rohani. Kegiatan yang dilakukan cenderung merupakan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan, dengan tema-tema yang memotivasi dan nyaman didengar saja. Ini sangat tidak memadai dalam proses pemuridan. Pemuridan haruslah diusahakan dan dipergumulkan dengan segala segala tenaga. Akan ada ketidaknyamanan, akan ada pergumulan, akan ada pengorbanan. Harus ada harga yang kita bayar.
- KUASA PEMURIDAN: Kekuatan Tuhan sendiri — “… sesuai dengan kuasa-Nya, yang bekerja dengan kuat di dalam aku.”
Walaupun pemuridan itu sulit dan lama, harus diusahakan dan dipergumulkan dengan segala tenaga, Tuhan memberikan kita sebuah janji bahwa kuasa-Nya sendiri pasti akan bekerja dengan kuat di dalam kita. Itulah sebabnya, sekalipun Paulus bekerja keras dalam pemuridan, dia tidak pernah “burnout” (kelelahan mental) dalam pelayanannya sebagai pemurid. Ini adalah karena janji Tuhan, seperti yang Tuhan berikan dalam amanat agung: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku… Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat. 28:18-20, TB). Puji Tuhan, ada jaminan keberhasilan dalam pemuridan. Kuasa Tuhan akan bekerja dengan kuat di dalam kita.
Nah, melanjutkan perjalanan kita di tahun yang baru berjalan ini, mari kita kembali melakukan pemuridan yang selaras dengan prinsip-prinsip Kristus. Selamat menjalani dan mengalami kuasa Tuhan di dalamnya!