Seorang jemaat yang datang kepada saya bertanya, “Pak Eddy, mengapa setelah saya mempraktekkan pembangunan rumah Tuhan di dalam komunitas sel, ternyata komunitas sel saya bukan jadi lebih baik, tetapi malah lebih berantakan?” Ketika mendengar hal itu, saya tersenyum dan bergirang di hati sambil berkata, “Akhirnya, ia sampai juga kepada proses yang benar.” Lalu saya katakana kepadanya, “Selamat datang ke dalam proses pembangunan rumah Tuhan. Kalau komsel kamu kelihatannya berantakan, kacau dan berdarah-darah, he..he…, itu artinya kamu sedang melakukan proses pembangunan yang benar.”
PASTI BERANTAKAN
Mari kita bayangkan, jika kita berada di proyek pembangunan rumah batu, maka tentu tempatnya berantakan, tidak nyaman, berisik, potongan batunya beterbangan, bahkan debu reruntuhannya beterbangan. Apakah karena melihat dan mengalami situasi seperti itu, lalu para tukangnya mundur dan menyerah? Tentu saja tidak. Mengapa? Sebab hal itu adalah proses yang normal. Justru kalau tidak ada kondisi seperti itu, berarti tidak ada proses pembangunan sama sekali. Jadi, jikalau komunitas sel kita hanya santai-santai saja, tidak ada gesekan dan konflik, maka komunitas sel tersebut tidak mengalami proses pembangunan sama sekali. Salomo berkata, “Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya,”(Amsal 27:17).
Dalam pembangunan sebuah bangunan, diperlukan proses pengikisan, pembentukan, penghalusan, dan pemasangan. Mengapa tukang-tukang bangunan tidak pernah menyerah, melainkan justru terus bekerja dalam situasi yang sedemikian berantakan? Ini karena mereka memiliki 2 alasan. Pertama, mereka percaya bahwa itulah proses yang benar yang harus dilakukan. Tidak ada karya yang indah tanpa proses yang sulit dan penuh penderitaan. Mereka yakin bahwa tidak ada cara lain untuk mencapai karya yang indah selain melalui proses yang “gory” (berdarah-darah). Kedua, mereka terus-menerus melihat visi yang berupa hasil akhir yang akan dicapai. Ini artinya mereka melihat bagaimana bentuk sempurna dari bangunan yang sedang dikerjakan itu nantinya. Ketika seorang pematung terkenal ditanya tentang rahasia kesempurnaan karya seninya yang berupa patung malaikat, ia menjawab, “Orang melihat batu, tetapi saya hanya melihat malaikat. Jadi, kuncinya sangat sederhana. Saya membuang semua bagian yang tidak serupa dengan malaikat, sehingga hasilnya seperti malaikat.”
BEKERJA DENGAN IMAN
Di bulan ini, kita akan melihat bagaimana agar dalam proses pembangunan rumah Tuhan, kita sebagai tukang-tukang bangunan tidak menyerah, tetapi justrusemakin tekun dan bersemangat. Kunci utamanya adalah bekerja dengan iman. Apa maksudnya? Iman adalah melihat visi akhir dari rumah Allah. Paulus berkata, “Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui. Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing dan di situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan Yakub, yang turut menjadi ahli waris janji yang satu itu. Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah,” (Ibrani 11:8-10).
Karena imanlah, maka Abraham bersedia berangkat dan menanggung ketidaknyamanan. Abraham rela tinggal di kemah-kemah, karena ia telah melihat visi Yerusalem baru. Bahkan sampai akhir hidupnya pun, Abraham belum pernah melihat kenyataan rumah Tuhan itu (Ibrani 11:12). Hal yang luar biasa adalah Abraham tetap bersemangat menuju penggenapan Maksud Abadi Allah. Mengapa Abraham rela melakukannya? Mengapa Abraham tidak takut pada proses yang penuh dengan penderitaan? Jawabannya adalah: Abraham melakukannya “karena iman”. Itulah yang kita akan teladani. Kita rindu agar melalui perenungan di bulan ini, kita memiliki iman yang sama dengan Abraham untuk pembangunan rumah Tuhan. Iman datang dari pendengaran Firman Tuhan.
Oleh sebab itu, pada bulan ini kita akan mempelajari surat Petrus yang pertama dan kedua sebagai sumber iman kita. Kedua surat tersebut berkaitan erat dengan pembangunan rumah Tuhan. Selamat membangun rumah Tuhan.
Eddy Leo, Penatua Jemaat Abbalove Ministries