///Respons Otomatis

Respons Otomatis

Beberapa waktu lalu terjadi polemik dalam dunia bulutangkis Indonesia. Sebuah yayasan milik perusahaan rokok terbesar yang selama ini mendukung perkembangan bulutangkis Indonesia lewat proses pembibitan bakat sejak masa anak-anak, tiba-tiba menghadapi kendala untuk berkarya lebih lanjut karena dianggap melanggar hak-hak anak oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Akhirnya untuk menghindari polemik ini berkelanjutan, yayasan itu memutuskan untuk menghentikan proses pembibitan bakat. Alhasil, dunia bulutangkis Indonesia terancam kehilangan bibit-bibit unggul yang selama ini sudah dibina dengan baik dan dibayangi masa depan suram karena tak mampu lagi menghasilkan bibit-bibit unggul yang baru.

Tanpa membahas lebih lanjut polemik ini, saya memperhatikan satu hal yang penting, yaitu proses pelatihan atau “pembibitan” di bidang olahraga bulutangkis ini. Ternyata, pembibitan harus dilakukan sejak masa anak-anak. Demi menjadi atlet bulutangkis yang hebat, seorang calon atlet harus dilatih untuk mempunyai kemampuan fisik yang unggul, kebiasaan respons yang cepat dan tepat, dan kualitas mental seorang pejuang serta pemenang. Anak-anak yang memiliki bakat bulutangkis dilatih bukan hanya dengan sekali atau dua kali latihan, tetapi dengan latihan yang panjang dan terus-menerus. Lewat latihan yang panjang dan terus-menerus inilah akan terbangun kemampuan fisik yang unggul, respons otomatis yang cekatan dan tepat dalam mengantisipasi gerakan lawan, dan kualitas mental yang siap berjuang dan siap menang.

Dalam proses pembibitan, anak-anak yang dilatih adalah anak-anak yang terpilih, yaitu yang bukan hanya berbakat tetapi juga yang menyukai olahraga bulutangkis ini. Latihan yang ketat dan keras, panjang dan terus-menerus, hanya bisa dilakukan oleh mereka yang menyukainya. Tanpa kesukaan, semuanya akan menjadi beban belaka dan tidak akan membuahkan hasil.

Khusus dalam hal respons otomatis, saya mengaitkannya dengan respons kita sebagai anak-anak Tuhan dalam mengantisipasi lawan, yaitu iblis dan segala godaannya. Kemampuan respons otomatis seorang anak Tuhan dalam melawan iblis tergantung pada berapa banyak dan berapa sering latihan yang dilakukannya. Latihan yang dimaksud kali ini ialah berhubungan intim dengan Allah, membangun pengenalan yang benar akan Allah sebagai satu-satunya Tuhan di hidup kita melalui Firman-Nya.

Membangun hubungan intim dengan Tuhan dan membangun pengenalan akan Tuhan artinya kita harus menemukan kebenaran Firman yang akan menghasilkan conviction (menempelak sampai kita berubah) dalam hati dan hidup kita; sehingga, kebenaran Firman ini mebentuk suatu respons otomatis yang benar dalam kita menghadapi setiap situasi kehidupan. Maka, Allah akan menjadi satu-satunya Tuhan di hidup kita.

Proses ini hanya bisa dibangun melalui latihan, yang panjang dan terus-menerus.

Seperti anak-anak yang dilatih bulutangkis sejak masih belia, kita harus menyukai Firman dan melalukan apa yang dikatakan Firman itu dan menjadikannya sebuah gaya hidup.

Kita mungkin telah banyak menerima Firman dari renungan saat teduh, saat berkomsel, maupun di ibadah raya, tetapi apakah Firman itu telah menghasilkan conviction dalam hidup kita? Inilah yang perlu kita temukan dan teguhkan dalam hidup kita. Bukan berapa banyak Firman yang telah kita terimalah yang penting, melainkan berapa banyak Firman yang telah menghasilkan conviction dan mengubah hidup kita. Dalam setiap situasi hidup yang kita hadapi, bahkan dalam situasi yang sulit, respons otomatis yang muncul dari hasil conviction oleh Firman akan memampukan kita mengatasi situasi-situasi tersebut.

Mari kita terus melatih diri kita sebanyak dan sesering mungkin dengan merelakan diri diubah leh kebenaran Firman. Mari alami conviction terus-menerus di dalam hidup kita, sehingga kita bisa memiliki respons otomatis yang benar dalam melawan iblis dan segala godaannya. Dengan demikian, kita akan terus berjalan dan bertumbuh dalam kemenangan, menggenapi panggilan Tuhan dalam hidup kita.

Amin.

Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” – 2 Timotius 3:16

2019-11-23T13:52:09+07:00