Dari Daud. Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!
Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu,
Dia yang menebus hidupmu dari lubang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat,
Dia yang memuaskan hasratmu dengan kebaikan, sehingga masa mudamu menjadi baru seperti pada burung rajawali.
TUHAN adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. Tidak selalu Dia menuntut, dan tidak untuk selama-lamanya Dia mendendam. Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita, tetapi setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setia-Nya atas orang-orang yang takut akan Dia; sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita.
Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang- orang yang takut akan Dia. Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu.
– Mazmur 103:1-5, 8-14, TB
Restorasi adalah istilah umum yang merujuk pada dua pengertian: pertama, pengembalian atau pemulihan sesuatu kepada bentuk dan kondisi semula; kedua, gerbong kereta api yang digunakan sebagai tempat makan bagi penumpang. Restorasi juga memiliki makna pemugaran. Upaya restorasi biasanya dilakukan karena adanya kerusakan pada beberapa bagian, tidak berfungsinya sistem inti, atau faktor eksternal yang memengaruhi penurunan atau kegagalan fungsi. Yang akan kita bahasa dalam artikel ini ialah makna restorasi yang merujuk pada pengembalian atau pemulihan sesuatu pada bentuk atau kondisi semula, dan yang direstorasi dalam bahasan kita ialah jiwa manusia.
Mengapa jiwa manusia perlu dipulihkan? Sejak kejatuhan manusia ke dalam dosa, manusia mengalami berbagai masalah jiwa. Dalam pikiran, perasaan, dan kehendaknya, manusia menjadi mudah terluka, mudah kecewa, marah, sakit hati, mengasihani diri, dan rentan terhadap berbagai problem jiwa lainnya. Akibatnya, melewati tahun-tahun kehidupan, berbagai pengalaman ini membuat jiwa manusia koyak/berlubang.
Berbagai faktor mengakibatkan jiwa berlubang, seperti penolakan, tidak dikasihi, dilecehkan, direndahkan, tidak dihargai, tidak mendapatkan apa yang diharapkan, dan masih banyak lagi. Manusia berusaha menutupi lubang pada jiwanya dengan berperilaku baik, berprestasi, dan bahkan melayani Tuhan. Namun, ternyata segala usaha itu tidak cukup untuk memulihkan jiwa yang berlubang ke kondisinya yang semula.
Allah-lah satu-satunya pihak yang sanggup merestorasi jiwa kita yang berlubang. Raja Daud menuangkannya dalam Mazmur 103, bahwa kenyataannya sesungguhnya ialah:
- Jiwa kita dikasihi Allah.
- Batin kita dibersihkan
- Masa lalu kita ditebus
- Kesalahan kita diampuni
- Hasrat kita dipenuhi
- Masa depan kita diperbaharui
- Jiwa kita diterima apa adanya.
- Jiwa kita diberi kasih karunia-Nya.
- Jiwa kita dipahami oleh
Sesungguhnya, Allah mau dan sanggup memulihkan kita.
Lalu, bagaimana respons dan tanggung jawab kita semestinya sebagai manusia supaya kita mengalami pemulihan dari jiwa yang berlubang ini?
- Mendekat kepada Allah
“Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku,” kata Daud (Mzm. 62:2). Salah satu yang selalu dicari manusia di dunia ini adalah ketenangan. Namun, di tengah berbagai tantangan hidup seperti sekarang ini dan dalam situasi dunia yang cenderung tidak pasti dan tidak aman, di mana kita dapat menemukan ketenangan sejati?
Mazmur 62 berisi pengakuan dan kesaksian Daud, bahwa hanya dekat Tuhan sajalah dia tenang. Walaupun Daud seorang raja yang jaya, kaya, dan kuat, dia sungguh-sungguh menyadari bahwa Tuhanlah satu-satunya tempat perlindungannya (“gunung batu”, “kota benteng”) yang paling aman, yang membuat dirinya tidak goyah saat menghadapi tantangan sehebat apa pun. Tuhanlah keselamatan, harapan, dan kemuliaannya.
Mendekat kepada Allah dengan senantiasa masuk ke dalam hadirat-Nya membuat kita menyadari senantiasa kehadiran Allah di manapun kita berada. Kesadaran akan kehadiran Allah itu membuat kita senantiasa waspada dan menjaga hati untuk tetap tenang dan percaya kepada Tuhan bahwa hanya Tuhanlah penolong kita dan tidak ada satu hal pun yang terjadi di luar kendali Tuhan.
- Mengakui pelanggaran kita
“Jika kita mengaku dosa kita, maka Dia adalah setia dan adil, sehingga Dia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” (1 Yoh. 1:9)
Dalam ayat sebelumnya, 1 Yohanes 1:8, dikatakan bahwa, “Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita.” Ini berarti bahwa tidak ada seorang manusia pun yang tidak berdosa, dan itulah sebabnya kita harus mengakui segala pelanggaran dan dosa kita. Pentingnya mengaku dosa bukan saja berlaku ketika ada di gereja dalam ibadah, tetapi senantiasa dan setiap waktu. Dengan kita mengaku dosa, Tuhanlah yang mengampuni pelaggaran kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. Menantikan kasih karunia-Nya adalah bagian dari pengakuan dosa kita kepada Allah, karena dosa seharusnya dihukum tetapi oleh kasih karunia-Nya kita diampuni.
- Memegang janji-Nya dan melakukan Firman-Nya
“Janji Tuhan adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah,” menurut Firman Tuhan dalam Mazmur 12:7. Kita harus memegang janji Tuhan dan melakukan Firman Tuhan, karena hanya dengan melakukan Firman Tuhanlah kita dapat mengalami pemulihan. Melakukan Firman Tuhan merupakan bukti bahwa kita taat dan setia kepada Allah, dan memosisikan diri kita untuk mengalami janji-janji di dalam Firman-Nya. Melakukan Firman Tuhan akan membuat hati kita dapat merasakan kasih Tuhan dan tetap menjaga hati tetap kudus di hadapan Tuhan. Firman Tuhan berkekuatan untuk terus memperbarui hidup kita dari waktu ke waktu dan memuaskan jiwa kita.
Proses restorasi hati dimulai dari penyerahan diri, menghentikan asumsi, merasakan kasih, memercayai Janji ilahi dan menjaga kekudusan di hati. Matius 5:8 (TB) meneguhkannya, “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.”