Ketika Yesus memberitahukan kepada murid-murid-Nya tentang penderitaan-Nya dan syarat-syarat untuk menjadi pengikut-Nya, Dia berkata, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, dia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku,” (Mat. 16:24). Bagi orang-orang yang hidup pada abad pertama, salib merupakan cara kematian yang paling memalukan dan mengenaskan, sehingga memikul salib bermakna menanggung alat kematian mereka sambil dihina sepanjang perjalanan sampai mati. Maka, ajakan untuk “menyangkal diri, memikul salib, dan mengikut Yesus” adalah panggilan yang amat sangat berat yang membutuhkan sikap berserah penuh dan siap mati demi Kristus. Bagi kita yang hidup pada masa sekarang pun, hal ini terkesan berat, dengan berbagai tantangan serta kesulitan hidup modern yang menjadi berbagai wujud salib itu. Namun, sesungguhnya ada anugerah melimpah tersedia bagi kita semua yang melakukan panggilan Kristus dan memikul salib, bahkan upah yang besar telah menanti kita dalam kehidupan kekal kelak bersama Dia. Kali ini, kita menyaksikan teladan memikul salib pada sosok Richard Wurmbrand, pahlawan iman yang tidak gentar menceritakan nama Yesus Kritus kepada dunia sampai kematiannya pada usia lanjut.
Richard Wurmbrand, yang juga dikenal sebagai Nicolai Ionescu, adalah pendeta Kristen injili Rumania dari keturunan Yahudi. Bersama istrinya yang juga keturunan Yahudi, Sabina Oster, Richard menjadi orang percaya kepada Yesus Kristus pada tahun 1938 setelah diinjili oleh Christian Wölfkes, seorang tukang kayu Jerman kenalan mereka. Setelah menjadi Kristen, pemahaman imannya membuatnya menyatakan secara terbuka bahwa komunisme dan kekristenan tidaklah sejalan, di tengah-tengah era kekuasaan komunisme di Rumania. Hal inilah yang kemudian mengawali serangkaian panjang penderitaan serta siksaan baginya sebagai orang Kristen.
Richard dilahirkan sebagai anak bungsu dari empat bersaudara dalam sebuah keluarga Yahudi pada tanggal 24 Maret 1909, di Bukares, ibu kota Rumania. Dia sempat tinggal bersama keluarganya di Istanbul, Turki, tetapi lalu kembali ke Rumania ketika dia berusia 15 tahun. Sejak kecil, Richard sangat cerdas dan penuh bakat, dan setelah dewasa dia menguasai sembilan bahasa serta aktif dalam berbagai pergerakan politik sayap kiri. Dia bekerja sebagai pialang saham yang sukses, lalu menikah dengan Sabina Oster pada tahun 1936.
Seiring dengan pertumbuhan iman Kristennya, Richard pun ditahbiskan sebagai pendeta Anglikan bagi orang-orang Kristen keturunan Yahudi. Setelah Perang Dunia II, dia ditahbiskan lagi sebagai pendeta, kali ini bagi gereja Lutheran, setelah selama perang Richard dan Sabina aktif memberitakan injil kepada pasukan pendudukan Jerman di tempat-tempat perlindungan serta menyelamatkan anak-anak Yahudi dari ghetto (wilayah perlindungan khusus komunitas Yahudi). Dalam seluruh aktivitas pelayanannya, Richard dan Sabina berulang kali ditangkap dan dipukuli oleh suruhan penguasa.
Sabina sendiri kehilangan keluarga Yahudinya di kamp konsentrasi Nazi. Pada tahun 1945, pihak komunis Rumania merebut kekuasaan dari Nazi dan satu juta pasukan Rusia pun segera membanjiri negeri itu. Richard melayani orang-orang yang tertindas dan memberitakan injil kepada tentara Rusia. Pada tahun yang sama pula, Richard dan Sabina menghadiri Kongres Cults, yang diselenggarakan oleh pemerintah komunis Rumania. Dengan pengagung-agungan penuh euforia terhadap pemerintah komunis yang telah membebaskan negeri dari cengkeraman Nazi, saat itu banyak pemimpin agama maju untuk memuji-muji komunisme dan bersumpah setia kepada rezim yang baru berkuasa itu. Richard berjalan ke podium dan menyatakan kepada seluruh delegasi yang hadir, dengan disiarkan ke seluruh bangsa, bahwa tugas mereka adalah memuliakan Kristus saja, bukan menyanjung-nyanjung penguasa. Ini menjadi catatan penting tentang dirinya di mata penguasa, bahwa Richard Wurmbrand adalah sosok penentang rezim yang berbahaya.
Selama tahun 1945 sampai 1947, dia membagikan satu juta Alkitab kepada pasukan militer Rusia di Rumania, dengan menyamarkan Alkitab sebagai buku propaganda Komunis. Richard bahkan membantu mengatur penyelundupan Alkitab ke Rusia. Pada tanggal 29 Februari 1948, polisi rahasia menculik Richard saat dia manuju ke gereja dan membawanya ke markas mereka. Dia dikurung dalam sel “tahanan utama”. Dia ditahan selama tiga tahun di sel isolasi yang berada 3,6 meter di bawah tanah, tanpa lampu atau jendela sama sekali. Di tempat itu para tahanan tidak dapat mendengar suara apa pun atau melihat cahaya dari luar. Tidak ada suara, termasuk bisikan, yang bisa terdengar begitu saja; bahkan penjaga penjara pun mengenakan lapisan flanel pada sol sepatu mereka agar kesunyian itu menambah efek mengerikan secara mental bagi para tahanan. Tidak adanya cahaya juga menjadi tekanan tersendiri yang hampir-hampir tidak tertanggungkan. “Kami tidak memiliki buku atau alat tulis, apalagi Alkitab. Kami tidak pernah melihat anak kecil atau seorang wanita. Kami tidak melihat warna: dunia kami berwarna kelabu. Dinding-dinding kelabu. Seragam kami kelabu. Bahkan muka kami makin lama makin terlihat kelabu. Kami sudah lupa bagaimana rupa warna biru, hijau, merah, atau ungu. Selama bulan-bulan kelabu dan tahun-tahun kelam yang panjang itu, apakah yang kami pikirkan? Tentu bukan tentang komunisme atau tentang mengapa kami menderita. Pikiran kami terlalu seperti anak-anak kecil untuk dikuasai kejadian-kejadian. Kami sering memikirkan hal-hal yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kesakitan yang kami alami. Memang kami mempunyai masalah, tetapi kami tidak mau membiarkan masalah-masalah itu menghantui pikiran kami.”
Cara Richard untuk tidak membiarkan masalah-masalah dalam sel itu menghantui pikirannya adalah dengan mengalihkan fokusnya kepada Kristus, “Saya memikirkan tentang Allah, Alkitab, kata-katanya, huruf-hurufnya, bahkan spasi-spasi kosong di antaranya. Kadang-kadang saya melihat bentuk-bentuk spasi kosong itu di benak saya lebih jelas daripada huruf-huruf yang hitam.” Untuk mempertahankan kewarasannya, Richard tidur di siang hari dan tetap terjaga di malam hari. Dia melatih pikiran dan jiwanya dengan menyusun dan menyampaikan khotbah sendirian saja setiap malam. Karena ingatannya yang luar biasa, dia mampu mengingat lebih dari 350 karya-karya khotbahnya ini, yang kemudian dipilihnya lalu dirapikan menjadi buku yang berjudul With God in Solitary Confinement (Dalam Tahanan Isolasi Bersama Tuhan), yang diterbitkan pada tahun 1969. Selama di tahanan itu, dia berkomunikasi dengan narapidana lain dengan mengetukkan kode morse di dinding. Dengan cara ini, dia menjadi terang yang bercahaya bagi para tahanan lainnya.
Pada tahun 1950, Sabina sang istri dipenjara serta dipaksa melayani sebagai buruh di proyek pembangunan Kanal Kanube. Penahanan Sabina membuat Mihai, putra mereka yang berumur 9 tahun, terpaksa ditinggalkan dan akhirnya telantar menjadi tunawisma. Sabina dibebaskan setelah tiga tahun, sedangkan pada tahun 1956, Richard dibebaskan pertama kalinya setelah delapan setengah tahun dipenjara. Richard diperingatkan untuk tidak berkhotbah, tetapi dia tetap melanjutkan pelayanannya di gereja bawah tanah. Tentang masa ini, surat kabar Philadelphia Herald pada masa selanjutnya menulis, “Dia berdiri di antara singa-singa, tetapi singa-singa itu tak bisa menelannya.”
Richard kembali ditangkap pada tahun 1959 dan dijatuhi hukuman 25 tahun. Selama di penjara, dia dipukuli, disiksa, termasuk dimutilasi, dibakar, dan dikunci dalam ruangan pendingin. Tubuhnya menanggung banyak luka penyiksaan selama hidupnya. Telapak kakinya pernah dipukuli hingga dagingnya terkelupas dan tulang-tulangnya kelihatan, dan dia sempat mengaku bahwa tidak ada kata-kata lagi untuk menggambarkan rasa sakitnya saat itu.
Akhirnya pada tahun 1964, Richard dibebaskan karena menerima amnesti. Tanpa ragu sedikit pun, dia tetap meneruskan pelayanannya dengan gereja bawah tanah. Prihatin dengan kemungkinan bahwa Richard akan dipaksa untuk menjalani hukuman penjara lebih lanjut, pada bulan Desember 1965 organisasi Misi Norwegia untuk Orang-Orang Yahudi bersama Aliansi Kristen Yahudi bernegosiasi dengan pemerintah komunis Rumania untuk pembebasan Richard dari Rumania, dengan tebusan senilai 10.000 dollar (meskipun tarif tebusan untuk tahanan politik sebenarnya 1.000 dollar). Richard akhirnya diyakinkan oleh para pemimpin gereja bawah tanah untuk pergi meninggalkan Rumania dan menjadi suara bagi gereja-gereja yang dianiaya secara global. Dia pun setuju untuk mengabdikan seluruh hidupnya untuk upaya ini, meskipun peringatan dan ancaman-ancaman kematian tak pernah benar-benar berhenti.
Pada tahun 1967, Richard dan Sabina pindah ke Amerika Serikat dan melayani keluarga-keluarga Kristen yang teraniaya karena iman melalui organisasi pelayanan The Voice of the Martyrs (Suara Martir) yang didirikannya. Pelayanan organisasi ini menjangkau lebih dari 60 negara. Richard tetap melanjutkan menulis dan menghasilkan 18 buku; yang paling terkenal di antaranya adalah Tortured for Christ (Tersiksa bagi Kristus). Karya-karyanya diterjemahkan ke dalam 65 bahasa. Pada tahun 1990, setelah tumbangnya rezim komunis Nicolae Ceausescu pada bulan Desember 1989, Richard dan Sabina kembali ke Rumania untuk pertama kalinya dalam 25 tahun, dan The Voice of the Martyrs membuka fasilitas percetakan dan toko buku di Bukares.
Richard Wurmbrand meninggal pada usia 91 pada tanggal 17 Februari 2001 di rumah sakit Torrance California. Sabina sang istri telah meninggal enam bulan sebelumnya pada tanggal 11 Agustus 2000. Wanita ini dikenang sebagai seorang wanita yang memiliki integritas yang mengagumkan, seorang murid Kitab Suci, seorang pejuang iman yang perkasa, dan seorang penolong sejati bagi suaminya. Richard sendiri telah berhenti dari jabatannya di The Voice of the Martyrs pada tahun 1992, tetapi dia terus melayani sebagai konsultan dan dewan direktur bagi organisasi itu. Dia terus memupuk kecintaannya terhadap pelayanan tersebut sampai ia meninggal pada tahun 2001. Buku-buku yang ditulis Richard sampai saat ini dapat kita baca (sebagian telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia) untuk memperkuat iman dalam memikul salib bagi Kristus, antara lain: 100 Prison Meditations; Alone With God; If Prison Walls Could Speak; In God’s Underground; Jesus: Friend to Terrorists; From Suffering to Triumph!; From the Lips of Children; The Overcomers; The Sweetest Song; dan banyak lagi lainnya.
Siksaan fisik dan penghinaan hampir seumur hidup tak menghalangi Richard Wurmbrand untuk terus setia memikul salib hingga dia sampai di bukit Golgota dan mati bersama Kristus, tetapi Allah telah menyambutnya di kehidupan kekal bersama Kristus. Mengawali tahun yang baru yang makin menjelang kedatangan Kristus kembali ini, marilah kita bertanya dengan jujur kepada diri sendiri, siapkah Anda dan saya untuk menyangkal diri, memikul salib, dan mengikut Kristus juga?