“Tak Disangka, Seleb AA Telah Melakukan Penipuan Ini, Nomor 5 Bikin Geleng-geleng Kepala!”
Pernahkah kita melihat judul artikel seperti ini? Pada kebanyakan kasus, judul seperti ini bukan berisi artikel yang informatif apalagi bermanfaat, melainkan pembeberan aib dan rahasia seseorang. Entah bagaimana, justru judul-judul semacam inilah yang menarik perhatian banyak orang untuk membaca isinya. Kecenderungan ini ditangkap oleh para produsen konten digital di berbagai media, lalu dimanfaatkan habis-habisan. Tanpa sadar, judul yang sensasional dan bombastis memicu rasa penasaran dan menggerakkan jari untuk mengklik hingga terbukalah isi artikel. Seringnya, isi artikel mengekspos perbuatan seseorang yang relatif tidak terpuji dan cenderung kontroversial, tetapi tidak jarang pula isinya tentang kejadian-kejadian yang sudah berlalu beberapa tahun sebelumnya dan kembali dituliskan sekarang, atau bahkan kejadian yang sebenarnya tidak sesuai dan tidak berkaitan langsung dengan judulnya. Judul yang memancing itu seakan menolak melupakan kejadian lama, yang bahkan mungkin pelakunya pun sudah tidak ingat lagi, atau gemar menceritakan sesuatu dengan perspektif yang sangat bias dan dilebih-lebihkan. Makin rumit hidup seseorang, apalagi jika dia terkenal, makin giat pula para jurnalis kacangan memburu orang itu demi menggubah kisah hidupnya menjadi konten viral di internet. Semakin dalam kisahnya digali, semakin ramai pula pembacanya. Ah, hebohnya…
Menariknya, kegiatan ekspos-mengekspos aib ini rupanya telah menjadi hal yang biasa terjadi bukan hanya di kalangan industri hiburan, tetapi juga di tengah-tengah pertemanan “biasa”. Manusia mudah terpancing oleh sensasi “nggak nyangka ya si A ternyata begitu…”, yang sayangnya dianggap seperti dorongan percaya diri karena ilusi merasa diri lebih baik daripada orang yang aibnya terungkap itu. Tentu saja rasa percaya diri ini salah dan palsu, tetapi tetap saja dikejar oleh banyak orang. Sebagian orang bahkan aktif membeberkan hal-hal semacam ini dengan kedok “supaya jera”, padahal dia sendiri tidak tahu kisahnya secara keseluruhan; hanya sebagian kecil yang diketahui, yang makin banyak disebarkan menjadi makin jauh dari kebenaran aslinya. Ironisnya, hal ini juga bisa terjadi di tengah-tengah kita. Alih-alih memberikan tempat aman di tengah komunitas, justru kita melukai saudara kita.
Seorang wanita di Alkitab memiliki kisah hidup yang sangat menarik jika dijadikan konten: penuh aib, rumit, dan bikin penasaran. Bagaimana tidak, di Yohanes 4 dicatat bahwa Yesus tahu wanita ini memiliki lima suami tetapi sekarang hidup dengan orang yang bukan suaminya. Mungkin kalau dijadikan judul konten digital masa kini, bunyinya begini: “Hobi Gonta-Ganti Pasangan dan Punya Lima Suami, Wanita Matang Ini Kini Memadu Kasih dengan Pria Keenamnya”. Sungguh bukan sesuatu untuk dibanggakan atau nyaman untuk diceritakan. Wajar saja kalau dia memilih untuk menghindari pertanyaan dan komentar tetangga setiap hari. Bahkan untuk mengambil air dari sumur untuk keperluan hidupnya sehari-hari pun dia memilih waktu terpanas dalam satu hari, ketika orang lain sedang berteduh di rumah dan menghindari gelombang panas yang menusuk kulit. Baginya, panas matahari terasa lebih teduh daripada penolakan dari sekitarnya.
Memang kita tidak pernah bertemu dengan wanita ini. Namun, Tuhan menempatkan saudara-saudari kita dalam komunitas bersama kita, dengan kisah hidup mereka, latar belakang mereka, dan kebutuhan mereka yang berbeda-beda. Setiap orang punya trauma dan masa lalu yang beragam, riwayat keputusan-keputusan yang salah, serta konsekuensi yang kita tanggung juga berbeda-beda. Termasuk diri kita sendiri. Yanng jauh lebih pasti dan penting adalah kita dipanggil untuk masuk ke dalam safe space atau ruang aman yang Tuhan sediakan di antara kita, yaitu Tubuh-Nya. Komunitas kita ialah ruang aman ini.
Yesus tahu benar apa yang pernah maupun sedang kita alami dan rasakan masing-masing. Dia juga ikut menanggung penderitaan kita setiap hari, hati-Nya ikut merasakan betapa frustrasinya kita. Karena itulah, Dia telah membuka jalan bagi kita untuk hidup di dalam Kasih-Nya yang menyembuhkan dan memulihkan. Dia menebus kita dari masa lalu dan latar belakang kita itu, dan menyediakan komunitas sesama orang percaya sebagai ruang aman itu.
“Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa,” (1 Ptr. 4:8). Itulah perintah-Nya yang harus kita lakukan di ruang aman. Kasih tidak menutup mata terhadap dosa dan berpura-pura dosa itu tidak ada. Sebaliknya, Kasih mengetahui segala sesuatu tetapi menerima tanpa syarat, karena Kasih mengampuni. Dosa memisahkan kita dari Bapa, tetapi Kasih membawa kita kembali kepada Bapa. “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; dia tidak cemburu. Dia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Dia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Dia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Dia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Dia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu,” (1 Kor. 13: 4-7)
Saudara-saudari, kita satu oleh kasih kasih Kristus yang mengalir di dalam komunitas kita. Untuk hidup di dalam ruang aman itu, pastikan kita hidup dalam keterbukaan antara seorang dan yang lain di dalam komunitas kita. Renungkan, sudahkah kita hidup terbuka di dalam komunitas? Sudahkah kita menyediakan ruang aman di tengah-tengah komunitas kita? Marilah kita terus menerus, tanpa henti, melatih diri kita untuk saling mengasihi, seperti Kristus yang telah mengasihi kita.