Perjalanan iman Samuel, sang nabi besar Israel, dimulai dari ibunya, yang bernama Hana. Awalnya, Hana mandul dan tidak punya anak. Bertahun-tahun Hana merana menantikan anak. Suaminya, Elkana, berasal dari Efraim. Tiap kali Elkana pergi beribadah dan mempersembahkan korban kepada TUHAN di Silo, Hana hanya mendapat satu bagian karena dia tidak mempunyai anak. Di sisi lain, ada bagian lebih yang diterima oleh istri kedua Elkana (Penina), karena istri kedua itu memiliki anak. Demikianlah terjadi dari tahun ke tahun ketika mereka pergi beribadah, hingga Hana bernazar, “TUHAN semesta alam, jika sungguh-sungguh Engkau memperhatikan sengsara hamba-Mu ini dan mengingat kepadaku dan tidak melupakan hamba-Mu ini, tetapi memberikan kepada hamba-Mu ini seorang anak laki-laki, maka aku akan memberikan dia kepada TUHAN untuk seumur hidupnya dan pisau cukur tidak akan menyentuh kepalanya,” (1 Sam. 1:11). Hana memohon sepenuh hati agar Tuhan memberikan kepadanya seorang anak.
Tuhan mengabulkan permintaan Hana. Lahirlah Samuel, anak yang telah lama dinanti-nantikan oleh Hana. Sesuai nazar Hana kepada Tuhan, setelah Samuel tidak menyusu lagi kepada ibunya, dia dibawa ke rumah Tuhan di Silo. Di sana Hana menyerahkan Samuel kepada Tuhan untuk hidup bagi pekerjaan Tuhan, kemudian Samuel kecil diasuh oleh Imam Eli.
Iman yang Menjawab Panggilan Tuhan
Samuel tumbuh menjadi anak yang disukai, baik di hadapan Tuhan maupun di hadapan manusia. Suatu malam ketika Samuel telah tertidur, tiba-tiba dia terjaga karena mendengar suara yang memanggil namanya, “Samuel! Samuel!” Samuel pun bergegas menemui Imam Eli, yang disangkanya memanggilnya. Namun, Imam Eli berkata bahwa dia tidak memanggil Samuel. Peristiwa itu berulang hingga tiga kali, dan mengertilah Imam Eli dari mana sumber suara tersebut: TUHAN sedang memanggil Samuel. Untuk itu, Imam Eli menjelaskan kepada Samuel bahwa ketika ada suara yang memanggilnya kembali, segeralah menjawab, “Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar.” Samuel percaya dan menjawab panggilan Tuhan berikutnya. Inilah awal Tuhan berfirman kepada Samuel, dan Samuel pun tumbuh memasuki fase mendengar langsung suara Tuhan, bukan melalui orang lain. Panggilan Tuhan itu rupanya berisi pesan Tuhan kepada Samuel tentang teguran-Nya atas Imam Eli serta anak-anaknya.
Setelah panggilan yang dijawabnya itu, Samuel bertumbuh makin dewasa. Alkitab mencatat, “Dan Samuel makin besar dan TUHAN menyertai dia dan tidak ada satu pun dari firman-Nya itu yang dibiarkan-Nya gugur. Maka tahulah seluruh Israel dari Dan sampai Bersyeba, bahwa kepada Samuel telah dipercayakan jabatan nabi TUHAN,” (1 Sam. 3:19-20). Oleh iman masa kecilnya, Samuel menjawab panggilan Tuhan dan dipercaya menjadi nabi bagi Tuhan.
Iman yang Memimpin Umat Tuhan
Selama bertahun-tahun, bangsa Israel berada di bawah penindasan bangsa Filistin. Pada masa penindasan itulah pengaruh Samuel meluas. Dengan imannya yang besar akan setiap pesan Tuhan, dia menegur dan mengecam rakyat yang hidupnya tidak lagi berpadanan dengan kebenaran Tuhan dan mengajak mereka untuk bertobat kembali kepada-Nya. Samuel menjelaskan bahwa dengan bertobat kembali kepada Tuhan, Israel akan memperoleh kemenangan atas musuh. Akhirnya, seluruh bangsa Israel berbalik kepada Tuhan. Mereka berdoa dan berpuasa untuk mempersiapkan diri melawan bangsa Filistin dengan bertempur menurut arahan Tuhan lewat Samuel.
Pertempuran dengan bangsa Filistin yang dipimpin oleh Samuel akhirnya membawa kemenangan atas bangsa Israel. Kemenangan ini menjadikan Samuel hakim atas bangsa Israel. Kini Samuel bukan hanya nabi yang menyampaikan pesan Tuhan, melainkan juga hakim yang memimpin segala urusan umat Tuhan. Setelah beberapa tahun menjadi hakim, Samuel dikenal sebagai sahabat dan penasihat bagi banyak orang Israel, sehingga bangsa itu menghargainya dengan gelar “pelihat”. Imannya menuntun Samuel untuk taat mutlak kepada suara Tuhan, sehingga seluruh umat mengakui arahan Tuhan melalui dirinya.
Iman yang Mengurapi Raja Israel
Setelah Samuel menjadi tua, diangkatnyalah anak-anaknya laki-laki menjadi hakim atas orang Israel. Kacaunya, mereka tidak hidup seperti ayahnya. Anak-anak Samuel sibuk mengejar laba, menerima suap, dan memutarbalikkan keadilan demi keuntungan pribadi. Sayang sekali, Samuel tidak berhasil mendidik anak-anaknya untuk punya iman yang sama kepada Tuhan. Akibatnya, tua-tua Israel datang pada Samuel, “Berikanlah kepada kami seorang raja untuk memerintah kami,” (1 Sam. 8:6). Hal ini sebenarnya tidak dikehendaki Tuhan karena Tuhan ingin umat-Nya bergantung penuh pada pimpinan-Nya saja, dan Samuel tahu itu. Namun, Samuel tetap berdoa dan mengikuti arahan Tuhan selanjutnya. Setelah berdoa, dia menjelaskan kepada mereka hak-hak raja sebagai peringatan bagi umat Tuhan, “Inilah yang menjadi hak raja yang akan memerintah kamu itu: anak-anakmu laki-laki akan diambilnya dan dipekerjakannya pada keretanya dan pada kudanya, dan mereka akan berlari di depan keretanya,” (1 Sam. 8:11).
Tuhan memutuskan untuk memberi umat-Nya seorang raja. Tuhan berfirman kepada Samuel, “Besok kira-kira waktu ini Aku akan menyuruh kepadamu seorang laki-laki dari tanah Benyamin; engkau akan mengurapi dia menjadi raja atas umat-Ku Israel dan dia akan menyelamatkan umat-Ku dari tangan orang Filistin. Sebab Aku telah memperhatikan sengsara umat-Ku itu, karena teriakannya telah sampai kepada-Ku,” (1 Sam. 9:16). Saul-lah raja pertama Israel yang Tuhan maksud itu. Benarlah, keesokan harinya Samuel bertemu dengan Saul dan mengurapinya menjadi raja atas bangsa Israel.
Lambat laun, karena ketidaktaatan raja Saul kepada perintah Tuhan, Tuhan mengutus kembali Samuel untuk mengurapi raja Israel kedua, yang lalu menjadi raja terbesar Israel yang mengubah kehidupan bangsa itu: Daud, anak Isai. Awalnya, Samuel tidak menduga bahwa Daud-lah yang akan diurapi menjadi raja, karena Daud masih sangat muda dan tidak menunjukkan keistimewaan apa pun melebihi kakak-kakaknya yang gagak perkasa. Namun, Samuel percaya dan taat saat Tuhan berfirman kepadanya, “Bangkitlah, urapilah dia, sebab inilah dia,” (1 Sam. 16:12). Sejak itulah dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas Daud. Melalui proses Tuhan, Daud akhirnya menjadi raja Israel, bahkan menjadi raja terbesar yang membawa banyak perubahan bersejarah pada bangsa itu.
Karena imannya, Samuel menjadi alat yang efektif dan luar biasa di hadapan Tuhan. Dia menjadi nabi, hakim, dan imam bagi Israel. Dari seorang anak kecil yang hidupnya diserahkan kepada Tuhan, oleh proses iman dan ketaatannya kepada perintah-Nya, Samuel menjadi tokoh yang menentukan arah bangsa Israel melalui pelayanannya. Tuhan menjadikan Samuel berhasil dalam setiap misi Tuhan bagi umat-Nya di sepanjang hidupnya.