Dwight Lyman Moody atau DL Moody, salah satu tokoh kebangunan rohani di Amerika menjadi inspirasi kita kali ini untuk tetap setia bekerja di ladang Tuhan. Namanya sudah melegenda di dunia Kristen karena karya-karyanya dan semangatnya untuk membawa jiwa-jiwa kepada Kristus sejak ia diubahkan Tuhan dari seorang penjual sepatu hingga ia dikenal orang sebagai pengkotbah ulung.
Moody lahir pada 5 Febuari 1837 di Northfield-Massachusetts dari keluarga miskin sebagai anak ketujuh dari Edwin J. Moody dan Betsey Moody. Saat usia 4 tahun, ayahnya meninggal dan ibunya harus berjuang menghidupi sembilan anak-anaknya yang masih kecil. Moody hanya berpendidikan hingga setara kelas lima Sekolah Dasar jaman sekarang. Pada musim panas, ia bekerja menggembalakan lembu tetangganya dengan upah satu sen sehari. Keinginan Moody pada waktu itu adalah pergi meninggalkan Northfield dan menjadi orang kaya, oleh sebab itu pada usia 17 tahun, ia pindah ke Boston untuk bekerja pada pamannya sebagai penjual sepatu dengan syarat ia harus mengikuti ibadah di Gereja Kongregasional, Boston. Inilah awal jalan Moody bertemu dengan Tuhan yang terus membawanya kepada rencana Tuhan bagi hidupnya. Walaupun terasa sebagai kewajiban yang membosankan bagi Moody untuk mengikuti Sekolah Minggu, ia tetap setia datang sampai ia ditempatkan di kelas yang dipimpin oleh seorang laki-laki bernama Edward Kimball, yang menunjukkan kebaikan dan kasihnya kepada anak-anak di Sekolah Minggu. Melalui Kimball juga yang membawa Moody berjumpa dengan Yesus.
Pada tahun 1856, saat Moody berusia 20 tahun, ia pergi ke barat menuju Chicago dan bekerja untuk C.E. Wisall, seorang pengusaha sepatu. Kali ini Moody berambisi untuk mengumpulkan uang sebanyak 100.000 dolar. Beberapa tahun kemudian Moody berkeliling Midwest untuk memperkenalkan sepatu Wisall. Namun begitu, Moody selalu kembali ke Chicago untuk melayani Sekolah Minggu yang akhirnya jumlah anak-anak itu dapat mencapai lebih dari seribu orang.
Di pelayanan Sekolah Minggu inilah, Moody menemukan pasangan hidupnya, Emma Revell, seorang pekerja Sekolah Minggu juga. Pada 28 Agustus 1862, Moody menikah dengan Emma Revell dan memiliki 3 orang anak, yakni Emma Reynolds Moody, William Revell Moody dan Paul Dwight Moody.
Suatu hari, Moody diminta untuk membantu pelayanan kunjungan ke rumah-rumah untuk menemani seorang guru yang sakit-sakitan bernama Hibbert yang mempunyai keinginan memenangkan jiwa setiap murid putri di kelasnya sebelum ia meninggal. Pertobatan dan kembalinya anak-anak perempuan kumuh ini bagi Kristus berpengaruh besar dalam diri Moody, sehingga ia berhenti menjual sepatu dan menyerahkan diri sepenuhnya untuk dipakai Tuhan bagi pekerjaanNya. Mulai dari sinilah, Roh Kudus menggerakkan Moody menjadi kepanjangan tangan dan mulut Tuhan untuk membawa banyak jiwa percaya kepada Yesus.
The Young Man’s Christian Association (YMCA) menunjuk Moody sebagai missionaris. Selama masa perang sipil, ia menjadi pendeta YMCA yang ditempatkan di pos tentara dekat Chicago. Tahun 1867, Moody berkunjung dan berbicara di YMCA Inggris. Ia bertemu dengan dua orang yang beriman teguh yaitu Charles Spurgeon dan George Muller. Ia juga bertemu dengan Pendeta Henry Varley yang menantang Moody dengan berkata, “Dunia ini belum melihat tindakan yang dapat Tuhan lakukan melalui seorang pria yang sepenuhnya mengabdi kepadaNya.” Kata-kata ini sangat mempengaruhi Moody, sehingga ia bertekad untuk menjadi pria seperti itu.
Pada Juni 1870, dipertemuan internasional YMCA, Moody bertemu penyanyi Kristen Ira. D. Sankey dan kemudian mereka bekerja sama demi pelayanan berikut. Mereka menerbitkan buku-buku Himne Kristen dan membantu penginjilan lintas budaya dengan promosi, “The Wordless Book,” alat pengajaran yang dipakai oleh Charles Spurgeon pada tahun 1866. Pada tahun 1875, Moody menambah warna keempat pada desain perangkat penginjilan tiga warna: emas – untuk “mewakili surga”. Buku ini masih digunakan untuk mengajar ribuan orang buta huruf, tua dan muda, di seluruh dunia tentang Injil.
Pada Oktober 1871, kebakaran besar Chicago melahap gedung gereja Moody, rumah dan aula Farwell YMCA. Awalnya Moody sangat terguncang dengan peristiwa ini, tetapi Moody segera menyadarinya bahwa tumbangnya pelayanan organisasinya di Chicago sebagai sebuah kesempatan untuk terjun sepenuhnya dalam pelayanan pengabaran Injil.
Pada tahun 1872, Moody yang dikenal sebagai penginjil melakukan tur ke Inggris. Karya sastranya diterbitkan oleh Institut Alkitab Moody dan diklaim sebagai penginjil terbesar di abad ke-19. Moody berkhotbah hampir seratus kali. Beliau berkotbah di stadion yang berkapasitas 2.000-4.000 orang. Menurut memoarnya, di Botanic Gardens Palace, ia menarik penonton berkisar 15.000 dan 30.000. Jumlahnya bertambah sepanjang 1874 dan 1875, dihadiri ribuan orang. Moody juga berkunjung ke Skotlandia, yang dibantu Andrew Bonar serta Charles Spurgeon dari gereja Baptis London.
Tahun 1879, Moody membeli tanah pertanian di Northfield dan mendirikan Seminary bagi para wanita dan kemudian mendirikan Mount Hermon School bagi anak laki-laki. Ia juga memulai konferensi-konferensi Alkitab musim panas dan sebuah institute Alkitab yang sekarang memakai namanya. Ia melihat kebutuhan yang lebih besar untuk latihan-latihan praktik pelayanan.
Tahun 1892, saat berada di atas kapal Spree dalam perjalanan kembali menuju Amerika bersama anaknya Will, sebuah kecelakaan yang hampir berakibat fatal terjadi di laut. Hal ini mengakibatkan Moody melipat gandakan waktunya berkhotbah walaupun dokter telah menasehatinya untuk mengurangi kegiatan. Moody beralasan, waktunya sangat singkat! Orang-orang terhilang masih banyak. Baginya yang terpenting hanyalah bekerja bagi Kristus.
Ketika Moody kembali ke Amerika, ia berkotbah kepada 12.000-20.000 orang. Ia mengadakan kebangunan rohani dan terkenal sebagai pengkhotbah ulung. Moody mengadakan penginjilan dari Boston ke New York, di New England, San Francisco, kota-kota Pantai Barat dari Vancouver, British Columbia, Kanada hingga San Diego. Beliau juga mempengaruhi misi Kristen lintas budaya setelah bertemu Hudson Taylor, misionaris perintis ke Cina. Ia aktif mendukung China Inland Mission dan mendorong jemaatnya untuk menjadi sukarelawan di luar negeri.
Moody menyampaikan khotbah terakhir pada 16 November 1899, di Kansas City, Missouri. Karena sakit, ia pulang dengan kereta api ke Northfield. Meski penyakitnya tak didiagnosis, ada spekulasi bahwa ia menderita gagal jantung kongestif dan meninggal pada tanggal 22 Desember 1899, dikelilingi keluarganya. Ia dikenang keluarganya sebagai ayah yang tetap memperhatikan keluarga. Juga sebagai orang yang murah hati, jujur dan menyenangkan. Rumahnya terbuka bagi siapa saja dan membuat mereka terhibur dengan cerita-cerita indah. “Saya tidak percaya ada berita yang lebih baik untuk telinga manusia yang fana, selain daripada berita Injil.” Walaupun ia seorang yang sederhana dan mempunyai pendidikan formal yang rendah, kerinduannya akan keselamatan orang-orang terhilang bagaikan nyala api yang terang. Moody mempunyai falsafah hidupnya, “Yang paling menyenangkan dalam hidup ini adalah memenangkan jiwa bagi Kristus.” Apakah kita juga memiliki kerinduan yang sama dengan DL Moody?