Dalam Ibrani 11, tertulis nama Yefta sebagai salah satu deretan nama-nama yang disebut sebagai saksi-saksi iman. Kisah Yefta dapat kita temukan pada Kitab Hakim-hakim 10:6-12:7 dalam Alkitab kita. Mengapa nama Yefta tertulis sebagai saksi iman oleh penulis kitab Ibrani? Seperti apa iman yang dimiliki oleh Yefta? Tindakan iman apa yang telah Yefta lakukan sehingga ia termasuk dalam salah satu tokoh iman dalam kitab Ibrani 11? Mari kita mendalaminya di Build! edisi kali ini.
Tertolak Namun Terpilih
Yefta atau Yiftakh yang artinya Allah membuka (rahim) lahir dari seorang perempuan sundal dan ayahnya Gilead yang pada waktu itu belum mempunyai anak. Kemudian istri Gilead juga melahirkan anak-anak lelaki bagi Gilead. Setelah dewasa, Yefta dianggap sebagai anak haram oleh adik-adiknya yang lahir dari istri sah Gilead, sehingga Yefta tidak memiliki hak atas warisan Gilead dan ia diusir oleh saudara-saudaranya. Yefta lari ke tanah Tob. Disana ia bergaul dan hidup bersama dengan para penjahat dan perampok yang akhirnya membuat Yefta juga ikut merampok bersama-sama dengan mereka. Rasa tertolak yang dialami oleh Yefta membuat dia bertindak di luar hati nuraninya.
Ketika itu, orang Israel berbuat jahat dengan beribadah kepada dewa Baal dan Asytoret yakni allah orang Filistin, maka TUHAN murka. Mereka diserahkan ke dalam tangan orang Filistin dan bani Amon, sehingga ditindas musuh selama belasan tahun. Karena tidak tahan ditindas, akhirnya bangsa Israel berseru kepada Tuhan, mereka bertobat dari dosanya dan mengakui bahwa hanya Tuhan yang mampu melepaskannya dari kesusahannya tersebut. Ketika Tuhan melihat respons orang Israel yang menjauhkan semua berhala dari tengah-tengah mereka, dan berkomitmen untuk beribadah kepada Tuhan, maka ditulis, “TUHAN tidak dapat lagi menahan hati-Nya melihat kesukaran mereka,” (Hak. 10:16).
Lalu, orang Israel sedang berkumpul di Gilead untuk merencanakan peperangan, “Siapakah orang yang berani memulai peperangan melawan bani Amon itu? Dialah yang harus menjadi kepala atas seluruh penduduk Gilead,” (Hak. 10:18). Tuhan memunculkan nama Yefta. Sebagai tindak lanjutnya, para tua-tua Gilead menjemput Yefta dari tanah Tob. Namun inilah jawaban pahit dari Yefta yang menandakan hatinya begitu tertolak atas perlakuan yang ia terima dari orang-orang Gilead, “Bukankah kamu sendiri membenci aku dan mengusir aku dari keluargaku? Mengapa kamu datang sekarang kepadaku, pada waktu kamu terdesak?” Meski begitu, para tua-tua ini tidak gentar dan terus mendesak Yefta menjadi kepala atas mereka untuk memimpin peperangan ini karena Tuhan yang telah berbicara, “Memang, kami datang kembali sekarang kepadamu, ikutilah kami dan berperanglah melawan bani Amon, maka engkau akan menjadi kepala atas kami, atas seluruh penduduk Gilead,”
Sadar akan pilihan Tuhan atas hidupnya, akhirnya Yefta menerima ajakan para tua-tua Gilead untuk memimpin peperangan melawan bani Amon. Namun, sebelum Yefta menjalankan tugas yang diberikan Allah kepadanya, ia membawa seluruh perkaranya kepada Tuhan. Disitulah Tuhan memulihkan hati Yefta. Kepahitan yang dipendam di kedalaman hatinya, mungkin tidak terlihat oleh orang lain maupun dirinya sendiri, namun Tuhan melihatnya. Imannya kepada Allah, menjadikannya pulih. Ia yang dahulu tertolak, namun terpilih oleh Allah, karena ada rencana-Nya yang besar atas hidupnya. Ia yakin bahwa jika Allah telah memilihnya untuk menjadi pemimpin atas bani Gilead untuk berperang melawan musuh-musuhnya, pasti Allah akan membawanya kepada kemenangan. Itulah sebabnya Yefta pulang kepada bangsanya. Lalu, Tuhan mengurapi Yefta dan menjadikannya pemimpin yang berhasil membawa kemenangan atas bangsanya.
Imannya kepada Allah telah menaklukkan rasa tertolak yang tidak terlihat oleh matanya dan sekaligus menaklukkan musuhnya yaitu bani Amon yang terlihat oleh matanya. Karena itu, tertulis dalam Kitab Ibrani, “Dan apakah lagi yang harus aku sebut? Sebab aku akan kekurangan waktu, apabila aku hendak menceritakan tentang Gideon, Barak, Simson, Yefta, Daud dan Samuel dan para nabi, yang karena iman telah menaklukkan kerajaan-kerajaan, mengamalkan kebenaran, memperoleh apa yang dijanjikan, menutup mulut singa-singa, memadamkan api yang dahsyat. Mereka telah luput dari mata pedang, telah beroleh kekuatan dalam kelemahan, telah menjadi kuat dalam peperangan dan telah memukul mundur pasukan-pasukan tentara asing.” (Ibr. 11: 32-34)