///Solid Character – The Eight-Dimension Matrix of Self Developmental Quotient (4)

Solid Character – The Eight-Dimension Matrix of Self Developmental Quotient (4)

Dalam seri materi The Eight-Dimension Matrix of Self Developmental Quotient ini, pada edisi sebelumnya kita telah membahas significant spirituality, yaitu suatu kerohanian yang signifikan dan selaras dengan seluruh aspek kehidupan. Pada edisi kali ini, kita akan belajar mengenai solid character.

 

Solid character berarti karakter yang mantap, yang dibangun melalui respons yang benar berulang-ulang. Ketika orang lain berespons dan bersikap tidak benar, kita tetap harus berespons benar. Ketika situasi dan barang kondisinya tidak benar, kita tetap harus berespons benar. Karakter bukan berbicara soal siapa yang benar dan siapa yang salah, melainkan berbicara soal respons. Kita harus belajar dan membiasakan diri berespons seperti Kristus berespons setiap saat, termasuk ketika berada dalam tekanan atau masalah, tana perlu mencari siapa yang benar dan siapa yang salah. Respons yang benar bukanlah pula urusan hasil akhirnya, tetapi erat terkait dengan prosesnya. Roma 5:3-5 menegaskannya, “Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” Tahan uji inilah karakter yang mantap, solid character, yang akan menimbulkan pengharapan yang tidak mengecewakan.

 

Ibrani 1:3 menunjukkan sosok Kristus sebagai cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah. Gambar wujud Allah ini terlihat dari karakter Kristus. Solid character adalah bagaimana kita berespons seperti Kristus, bukan berespons berdasarkan pengalaman masa lalu yang pahit atau asumsi-asumsi buruk sehingga wujudnya penuh dengan kepahitan dan membuat orang lain pahit. Respons dari solid character juga bukanlah respons yang berdasarkan posisi yang dimiliki karena status, otoritas, atau pendidikan yang tinggi, sehingga wujudnya menjadi sikap arogan dan otoriter. Wujud solid character ialah Yesus Kristus sendiri. Ketika disalibkan, Yesus tidak pernah menggunakan otoritasnya sebagai Allah untuk menghindari atau melawan penderitaan; justru Dia setia sampai mati di kayu salib (Fil. 2:11). Bahkan, Dia tetap setia walaupun kita tidak setia.

 

Lalu, bagaimana supaya kita bisa berespons benar seperti Kristus? Tiga hal penting akan kita bahas dan latih supaya kita bisa berespons benar, yaitu:

  1. Emotional control (pengendalian emosi)

Bayangkan sejenak seseorang yang tidak dapat mengontrol emosinya; dapatkah dia berespons benar? Tentu saja tidak! Pengambilan keputusan pada manusia dilakukan melalui otak sisi kanan, yaitu otak imajinasi atau otak emosi. Maka, emosi amat sangat memengaruhi setiap keputusan kita. Itulah sebabnya kita harus bisa mengendalikan emosi. Yakobus 1:20 bahkan tegas berkata, “…sebab amarah manusa tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah.” Kendalikan emosi Anda lewat empat pemahaman:

  • Kenali siapa diri kita: apa saja kekuatan maupun titik kritis kita?
  • Amati pola relasi kita dengan sesama: bagaimana kita berelasi atau berhubungan dengan orang lain? Ingat, pergaulan buruk merusakkan kebiasaan yang baik, karena pergaulan berhubungan dengan perilaku.
  • Pahami cara kita mengelola stres/tekanan. Makin kita mengenal diri kita, makin kita mampu mengelola stres/tekanan yang datang kepada diri kita tanpa dikuasai oleh emosi.
  • Temukan cara kita beradaptasi dengan perubahan. Perubahan pasti selalu terjadi; bagaimana kita menyikapinya dan beradaptasi dengannyalah yang melatih kemampuan kita untuk mengendalikan emosi.

 

  1. Subconscious detoxification (pembersihan pikiran bawah sadar)

Apa yang di maksud dengan subconscious detoxification? Subconscious mind adalah alam pikiran bawah sadar manusia, yang bekerja seperti RAM pada komputer, yang berperan kunci dalam eksekusi perilaku manusia sehari-hari. Subconcious mind bekerja dengan cepat tanpa kita sadari atau kita sengaja, mengambil data yang tersimpan di memori pikiran lalu mengeksekusinya menjadi perilaku yang dianggap dibutuhkan berdasarkan nilai-nilai yang kita yakini dari tumpukan pengalaman dan pembelajaran yang sudah berlalu. Nilai-nilai di dalam subconscious mind ini ialah tentang segala sesuatu, termasuk tentang situasi yang dianggap mengancam atau melukai diri kita, tentang Tuhan, tentang iman-pengharapan-kasih, tentang rasa nyaman dan kepuasan, tentang motivasi atau keunggulan-keunggulan, atau tentang apa pun. Semuanya bekerja menggerakkan kita secara otomatis dari pikiran menjadi eksekusi perilaku. Menurut berbagai survei, respons manusia 80% dipengaruhi oleh pikiran bawah sadarnya, sedangkan hanya 12% dipengaruhi oleh pikiran sadar, yaitu pikiran logika, sistematika, dan analisis. Betapa berbahayanya jika pikiran bawah sadar seseorang penuh dengan kepahitan, amarah, dan kecurigaan! Respons dan perilakunya tentu akan dipenuhi dengan kepahitan, amarah, dan kecurigaan pula! Inilah perlunya subconscious detoxification. Bagaimana caranya?

  • Bercerita kepada orang yang kita percayai. Yakobus 5:16a menyarankan cara ini, “Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh…”
  • Merenungkan hal-hal yang baik. Filipi 4:8 menjelaskannya, “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semua itu.”

Cara-cara pembersihan ini harus dilakukan setiap waktu secara sadar sampai respons otomatisnya terekam dalam pikiran bawah sadar sehingga membentuk eksekusi perilaku yang baru. Dengan demikian, kita mampu berespons benar seperti Kristus.

 

  1. Metanoia – moment of truth (perubahan pikiran oleh perjumpaan dengan kebenaran)

Metanoia atau moment of truth berarti suatu momentum ketika kita mengalami perubahan pikiran, akal budi, atau sudut pandang, yang betul-betul baru dari yang lama, karena kita berjumpa atau mengalami langsung suatu kebenaran. Perubahan ini berhubungan erat dengan pikiran bawah sadar. Sudut pandang menimbulkan pikiran di akal budi kita, dan inilah pintu masuk ke alam pikiran bawah sadar kita. Inilah titik situasi yang membuat kita berpikir, “Bagaimana respons Tuhan Yesus jika menghadapi hal ini?” atau yang serupa dengan pertanyaan itu, lalu kita memutuskan untuk mengikuti respons Tuhan Yesus itu. Perubahan pikiran bisa terjadi setiap saat, tetapi yang kita maksud di sini serta yang kita inginkan ialah perubahan pikiran sesuai Firman Allah. Roma 12:2 berkata, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan dan yang sempurna.” Inilah perubahan pikiran yang tepat, yaitu pola pikir yang terus-menerus diubah dan diperbaharui sesuai dengan kebenaran, yang membuat kita makin mengerti kehendak Allah dan mampu melakukannya.

 

Jika kita terus berlatih mengendalikan emosi, membersihkan pikiran bawah sadar agar berespons semakin baik, dan mengalami perubahan akal budi dengan mengadopsi sudut pandang pikiran seperti Kristus, tentu kita akan memiliki karakter yang solid dan mantap seperti Kristus. Respons yang benar pun menjadi kebiasaan otomatis kita.

Selamat melatih diri, Tuhan memberkati.

2020-11-26T12:39:38+07:00