Salah satu ciri khas yang membedakan umat Kristen abad pertama dari orang-orang lain di masanya ialah sikap mereka yang selalu memperhatikan pihak yang lemah. Mereka tidak segan-segan merawat orang-orang sakit atau menolong kaum miskin. Mereka tidak pernah mengesampingkan orang-orang demikian. Hal inilah yang menimbulkan kekaguman masyarakat dunia pada zaman itu. Orang-orang dunia tidak dapat mengerti mengapa umat Kristus begitu memedulikan orang yang tidak memiliki apa-apa, yang hanya menjadi beban bagi orang lain. Inilah wujud kekuatan rohani yang sesungguhnya.
Demikian halnya, setiap perempuan perlu memiliki kekuatan rohani berkenaan dengan fungsinya sebagai penolong (Kejadian 2:18&20, “TUHAN Allah berFirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia. Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia,”). Kekuatan dan kemampuan rohani kita pada suatu waktu pasti akan diuji, dan ujian itu datang justru dari orang-orang yang kita temui setiap hari: suami, anak, mertua, rekan sekerja, dsb. Untuk mengembangkan kekuatan rohani, kita tidak bisa lari dari kebenaran Firman Tuhan. Hanya Firman Tuhanlah yang dapat memampukan kita untuk melewati setiap ujian dan menanggung kelemahan mereka yang tidak berdaya, sakit, dan lemah imannya.
Derek Prince dalam khotbahnya menyatakan bahwa standar Allah akan kekuatan dijawab dalam satu ayat, yaitu Roma 15:1: "Kita yang kuat wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri." Inilah kekuatan yang alkitabiah. Bukan berapa banyak yang bisa kita lakukan, tetapi berapa banyak kelemahan orang lain yang kita bisa tanggung. Memang sangat menyenangkan untuk menjadi kuat karena kemampuan sendiri, kuat dalam pelayanan Anda sendiri, kuat berdasarkan pengalaman Anda sendiri, menjadi orang yang memiliki semua jawaban, tetapi semuanya itu tidak benar-benar membutuhkan maupun mengembangkan kekuatan rohani.
Perlu kita sadari bahwa kekuatan dari Allah datang pada kita hanya lewat satu saluran, yaitu salib Yesus Kristus. Di salib, pertukaran ilahi terjadi. Lewat salib, Tuhan menggantikan kelemahan kita, hikmat-Nya menggantikan kebodohan kita, kesabaran-Nya menggantikan sifat emosional kita, dsb. Kita akan menerimanya ketika kita menanti dengan sabar dalam iman di bawah kaki salib.
Yesaya pasal 40:28-31 mengungkapkan perbedaan antara kekuatan manusia dan kekuatan Allah, serta cara agar kita bisa mempertukarkan kekuatan alami kita yang terbatas dengan kekuatan Allah yang tak terbatas. "Tidakkah kau tahu, dan tidakkah kau dengar? Tuhan ialah Allah yang kekal yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung; ia tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu, tidak terduga pengertian-Nya. Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya. Orang-rang muda menjadi lelah dan lesu dan teruna-teruna jatuh tersandung, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah."
Saat kita berada di penghujung kemampuan diri, kekuatan Allah tersedia bagi kita semua. Lihatlah apa yang Firman Tuhan katakan tentang kekuatan Allah itu. Yang pertama: kita akan terbang dengan sayap seperti burung rajawali; yang kedua: kita akan berlari tetapi tidak akan menjadi lesu; dan yang ketiga: kita akan berjalan dan tidak menjadi lelah. Ketiga hal ini menggambarkan kekuatan terbang burung rajawali yang melayang di langit, jauh tinggi melampaui segala jenis burung, dan jelaslah bahwa ada aktivitas yang memerlukan kekuatan: kita akan terbang seperti burung rajawali, kita akan berlari dan tidak menjadi lesu, serta kita akan berjalan dan tidak menjadi lelah. Di antara ketiga hal ini, yang paling sukar mungkin adalah berjalan. Berjalan merupakan kegiatan sehari-hari yang terkesan biasa, monoton, dan membosankan. Tetapi, sementara kita menanti-nantikan Tuhan, kita akan menerima kekuatan dalam ketiganya: untuk terbang, berlari dan berjalan.
Perempuan yang memiliki kekuatan rohani hidupnya akan berbeda. Ia tidak perlu lagi “berkhotbah” untuk menyampaikan kebenaran, karena hidupnya yang berbeda dan kekuatan rohani yang dimilikinya akan selalu menjadi “pesan hidup” yang menarik untuk didengar, dipelajari, dan diikuti sebagai teladan nyata. Siapkah kita menjadi “pesan hidup”?
Pertanyaan refleksi:
1. Apa yang menjadi dasar kekuatan Anda selama ini dalam menjalani kehidupan sebagai seorang perempuan, anak, ibu, atau istri?
2. Berapa sering Anda menyadari bahwa Tuhan adalah kekuatan rohani terbesar dalam menjalani hidup sehari-hari?
3. Sudahkah Anda mendapatkan kekuatan rohani yang dari Tuhan hari ini?
(sumber: Derek Prince, 1992, Mengalah itu Indah, Derek Prince Ministry)