//Sumber Kehidupan

Sumber Kehidupan

2 Agustus 2019. Langit Jakarta tak secerah biasanya. Sejak awal Juni lalu, data AirVisual (sebuah aplikasi pengukur kualitas udara di suatu lokasi secara real time) menunjukkan Jakarta sudah menjadi kota yang berkadar polusi udara terburuk di dunia. Segarnya udara pagi tak lagi dapat kita nikmati, bahkan di mana-mana, bukan hanya di rumah sakit, orang banyak mengenakan masker untuk menghalangi unsur-unsur polusi yang dapat menimbulkan penyakit. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Indonesia selama rentang bulan Juni hingga Agustus 2019 sementara menemukan bahwa hampir 60 persen pasien rumah sakit di Jakarta menderita penyakit yang disebabkan oleh polusi udara. Apa jadinya jika udara (oksigen) yang merupakan sumber dan penopang kehidupan tak lagi dapat kita konsumsi?

 

Seperti halnya tubuh jasmani membutuhkan udara, demikian pula tubuh rohani ini pun membutuhkan Firman Tuhan agar tetap hidup. Firman Tuhan-lah sumber dan penopang kehidupan setiap orang percaya, sebagaimana tertulis dalam Mazmur 1:1-3, “Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil”. Ini berarti, tanpa Firman Tuhan kita akan mengalami kematian rohani.

 

Salah satu contoh yang menarik untuk kita simak adalah Hagar. Hagar ialah seorang single mother, ibu tunggal. Setelah menjadi gundik, statusnya yang bukan istri sah ini semakin diperburuk dengan peristiwa ia diusir dan ditolak oleh pria yang memberinya anak serta istri sah sang pria itu. Di tengah padang gurun bersama anaknya yang masih kecil dan dengan sedikit perbekalan, dalam hatinya Hagar bertanya-tanya apakah ada yang peduli kepadanya. Dalam kesukaran, hati Hagar menjerit. Ia kehilangan arah dan harapan, ia pikir tak ada yang mengasihinya lagi dan tak ada masa depan lagi baginya dan anaknya. Kematian membayang begitu dekat di pelupuk mata, sebab semua yang ia miliki telah lenyap. Yang tampak baginya hanya padang gurun yang kering dan tak ada kehidupan. Namun, Allah mendengar seruan Hagar, hingga dengan lembut Ia berkata, “Mengapa susah hatimu, Hagar? Jangan takut karena Allah telah mendengar anak itu menangis di tempat ia terbaring. Ambillah anak itu dan hiburkan dia, karena Aku akan menjadikan keturunannya suatu bangsa yang besar,” (Kej. 21:17-18, FAYH). Seketika saat mendengar suara Tuhan itu, Hagar mampu melihat sebuah sumur; sebuah pengharapan baru akan kesegaran dan kehidupan! Bukan itu saja, Firman (suara) Tuhan itu menjadi kehidupan bagi Hagar, dan kita tahu kini Ismael telah bertumbuh menjadi suatu bangsa yang besar di muka bumi ini.

 

Contoh lainnya ialah Rut, seorang wanita dari tanah Moab. Hidupnya dipenuhi dengan penderitaan dan kesedihan karena suaminya meninggal di usia yang cukup muda. Ia tak pernah menduga harus secepat itu menjadi janda. Rasanya baru kemarin ia merasakan indahnya pernikahan bersama kekasih hatinya. Sehari-harinya biasa aman terjaga oleh hasil kerja suaminya yang produktif memelihara rumah tangga mereka. Mendadak, ia harus sendiri dan tinggal bersama ibu mertuanya, seorang janda yang hidupnya penuh dengan rasa pahit dan kekecewaan. Saat sang ibu mertua memutuskan pindah kembali ke kampung halamannya, Rut tidak pernah tahu sebelumnya tentang Betlehem, kota yang juga asal almarhum suaminya itu. Ia pun menerima ajakan untuk datang ke tanah perjanjian itu. Bahkan, ia berjanji kepada dirinya sendiri sekaligus kepada ibu mertuanya, “Ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; di mana engkau mati, akupun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan. Beginilah kiranya TUHAN menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jikalau sesuatu apapun memisahkan aku dari engkau, selain dari pada maut!” (Rut 1:16-17). Dengan imannya, Rut berjalan meninggalkan tanah kelahirannya menuju tempat yang belum pernah ia ketahui sebelumnya, menuju masa depan baru yang belum dapat dilihatnya sama sekali, sambil berdoa agar Allah sang ibu mertua, Allah almarhum suaminya itu, menuntunnya. Benarlah, Allah memang terbukti memberkati Rut; Rut mendapatkan perlindungan dan kesejahteraan baru sebagai istri Boas, darinya lahir Obed yang kemudian memperanakkan Isai dan Isai memperanakkan Daud, lalu dari keturunan Daud lahirlah Yesus Kristus Sang Juru Selamat.

 

Kehidupan Hagar dan Rut tak sama lagi ketika mereka mengalami secara pribadi Firman Allah. Mereka memperoleh kehidupan, dibangkitkan kembali dari kondisi sekarat, kala kematian telah membayang di depan mata. Membaca Firman Tuhan sungguh-sungguh meresapi dan menerima-Nya, bagaikan menghirup udara segar yang membuat diri kita menjadi sehat dan segar kembali; sebab Firman Tuhan bukanlah sekadar tulisan atau perkataan-perkataan biasa. Firman Tuhan hidup, karena Firman itu ialah Yesus sendiri. Ia memberi napas kehidupan, membangkitkan; mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, dan mendidik kita hidup dalam kebenaran (2 Tim. 3:16).

 

Hari ini, mari kita renungkan sejenak, seberapa besar manfaat Firman Tuhan dalam kehidupan kita masing-masing? Seberapa besar kita mengandalkan Firman Tuhan sebagai sumber kehidupan kita? Masihkah kita membaca Firman setiap hari, sungguh-sungguh meresapi-Nya dan merenungkan-Nya setiap saat di tengah-tengah keseharian kita?

 

Mulai hari ini pula, jangan biarkan apa pun juga menghalangi kita untuk mengkonsumsi Firman Tuhan. Tanpa Firman Tuhan, kita tak akan hidup.

2019-09-27T10:29:16+07:00